10 Pelajaran yang Saya Dapat Dari Pengalaman Bekerja Sebagai Barista Starbucks

Oleh Jane Reggievia Santoso ([email protected])

Masih ingat ‘kan cerita saya, kenapa saya memutuskan bekerja sebagai barista di coffee shop? Honestly, I’m glad I took the decision, karena setelah bekerja selama tujuh bulan, pekerjaan tersebut ternyata memberikan saya banyak pelajaran yang bermanfaat!

Nah, sekarang saya mau sharing tentang 10 pelajaran yang saya dapatkan selama menjadi barista tersebut.

1. Pelanggan adalah raja

Karakter pelanggan Starbucks, tuh, beragam banget. Ada pelanggan yang take their coffee very seriously, tapi ada juga pelanggan yang memesan random drinks (nggak ada dalam menu), pelanggan yang nggak tahu harus memesan apa, dan pelanggan yang nggak suka dengan rasa minuman yang kami buat.

Tapi satu hal persamaan mereka, mereka selalu ingin mendapatkan yang terbaik. Pastinya, ya.

Maka barista Starbucks pun selalu dibiasakan untuk bisa serve yang terbaik. Jadi kalau ada pelanggan yang, misalnya, complain tentang rasa kopinya, maka barista harus bikin ulang kopi yang baru. Pokoknya, barista dituntut untuk selalu bisa manjain pelanggan.

Memang, sih, konsep “pelanggan adalah raja” terkadang sulit diterima, apalagi kalau keluhan pelanggan sebenarnya bukan gara-gara pihak Starbucks. Namun pelanggan nggak mungkin disalahin, sehingga saya, sebagai barista, harus bisa pengertian dan belajar menerima masukan mereka.

Hal ini sebenarnya bermanfaat banget kalau suatu hari nanti kamu punya bisnis sendiri, karena seorang entrepreneur wajib bisa memahami perilaku konsumen.

2. Nggak semua orang suka sama kamu

Dalam dunia kerja, kamu akan bertemu dengan berbagai macam orang. Walaupun kamu sudah berusaha bersikap sebaik apapun, pasti akan ada 1-2 orang yang nggak suka sama kamu. Biasanya tanpa alasan yang jelas, pula!

Baru seminggu bekerja di Starbucks, saya sudah menemukan seseorang yang nggak suka sama saya. Dia selalu jutek dan sinis. Belakangan saya baru dikasih tahu oleh rekan kerja saya yang lain, bahwa dia memang selalu begitu sama orang baru.

Solusi untuk menghadapi rekan kerja seperti itu, ya cuekin aja! Nggak perlu dipusingin. Yang penting kamu tetap jadi orang yang baik dan tetap have fun saat bekerja.

3. Belajar berteman dengan orang lokal

Seorang teman barista pernah bertanya, kenapa saya mau kerja sebagai barista di Starbucks, padahal gajinya nggak besar, dan saya punya gelar Sarjana. Terus do’i juga nanya, saya ’kan orang Tionghoa, kenapa saya mau bergaul sama orang-orang lokal?

Well, selain karena memang suka kopi, alasan saya bekerja sebagai barista adalah karena saya ingin mendapat teman-teman baru. Waktu itu saya baru pindah ke Bali dan nggak punya teman. Dengan bekerja di luar, otomatis saya bisa mendapat banyak teman baru.

Pelanggan tetap saya dari Taiwan!

Soal ras saya sebagai keturunan Tionghoa, wah, saya nggak pernah melihat hal tersebut sebagai masalah, tuh! Saya mau, kok, bergaul sama siapapun. Malah terkadang berteman sama orang pribumi tuh lebih seru, karena mereka lebih nggak ja’im. Awalnya memang agak awkward, sih, tapi lama-lama saya jadi luwes juga bergaul sama mereka. Pas udah nggak kerja lagi di Starbucks, saya kadang kangen makan nasi bungkus bareng mereka pas break time, hehehe.

Intinya, selain bekerja, jangan lupa untuk berteman, sama siapa aja. Lumayan, lho, bisa membangun networking di kemudian hari. Dan yang pasti, jangan membeda-bedakan teman karena ras maupun agamanya, ya!

4. Kerjaan barista nggak melulu bikin kopi

Kalau kamu mengira pekerjaan sebagai barista Starbucks itu santai banget, wah, kamu salah! Asal tahu aja, desc job barista nggak cuma bikin kopi. Saat jadi barista dulu, saya malah mengerjakan semua pekerjaan yang literally sifatnya kasar, seperti nyapu atau ngepel lantai satu toko (ada tekniknya, lho, supaya ngepelnya bisa cepat tapi bersih!), membersihkan saluran limbah kopi yang baunya ajubile, mencuci semua peralatan dapur, dan banyak lainnya.

Capek? Sudah pasti, sih. Tapi pekerjaan apa, sih, yang nggak bikin capek? Namanya aja “kerja”, bukan liburan, hehehe. Lagipula, dengan bekerja kasar begini, saya jadi lebih menghargai profesi blue collar, seperti misalnya cleaning service. Plus, massa otot pun jadi bertambah. Nggak perlu ke gym lagi, deh, hehehe.

5. Menghafalkan menu dalam bahasa Mandarin

Kebetulan gerai Starbucks tempat saya kerja dulu berada di dalam mal, jadi kebanyakan pelanggan kami adalah turis asing, termasuk turis dari Tiongkok atau Taiwan.

Karena saya fasih berbahasa Mandarin, akhirnya saya dikasih pe-er untuk menghafal semua nama menu Starbucks dalam bahasa Mandarin. Saya sampai buka website Starbucks Cina dan mencatat semua nama menu mereka. Bahkan akhirnya bos saya meminta saya untuk bikin “kamus” sederhana untuk rekan-rekan kerja yang lain, sehingga walaupun mereka nggak bisa berbahasa Mandarin, mereka bisa ikutan melayani pelanggan Tiongkok atau Taiwan.

Oya, salah satu kosakata Mandarin favorit teman-teman saya di Starbucks dulu adalah “Xing Bing Le”, yang artinya “frappuccino” :D

6. Harus banyak tersenyum

Ini dia salah satu tantangan dalam bekerja di bidang customer service: harus banyak senyum! Lagi malas kerja, tetap harus senyum. Lagi bete karena sedang “datang bulan”, tetap harus senyum. Lagi sebal karena dibetein sama customer, tetap senyumin terus, sob! Senyum palsu pun nggak apa-apa, deh. Yang penting senyum. Soalnya pekerjaan utama barista adalah melayani. Jangan sampai kamu jadi bikin customer bete. Big no no!

So, say cheese!  

7. Memperlakukan pelanggan sebagai teman.

Penggila Starbucks pasti tahu ‘kan, kalau kamu beli minuman, pasti ditanya namanya siapa? Aturan ini berasal dari CEO Starbucks Company, Howard Schlutz, yang ingin agar barista dan pelanggan Starbucks merasa seperti teman dekat. Apalagi di antara ribuan pelanggan Starbucks yang datang ke gerai setiap hari, ada banyak yang menjadi pelanggan tetap.

Kalau barista bisa mengingat nama para pelanggan tetap tersebut, mereka senang, lho! Nggak jarang kalau pada akhirnya regular customer jadi berteman dekat atau bahkan bermitra kerja dengan baristanya. Senang, dong, ya. Apalagi kalau bisa jadi pacar. Tambah seneng!

8. Belajar mandiri, alias nggak boleh manja

Meskipun kamu harus selalu manjain para pelanggan, sebagai barista, kamu sendiri nggak boleh manja. Salah satu contohnya, kamu harus siap disuruh-suruh. Kasus yang paling sering terjadi adalah stok susu atau sirup di gerai habis, sehingga barista terpaksa harus pinjam stok dari gerai Starbucks terdekat.

Dalam keadaan begitu, manajer gerai bisa nunjuk siapapun untuk ngambil stok tersebut, apalagi kalau lagi mendesak. Walaupun biasanya yang ditunjuk adalah pegawai cowok, pegawai cewek juga bisa aja dimintain tolong. Suatu waktu, saya pernah harus ngambil barang ke dua gerai sekaligus naik motor. Lumayan, deh, bisa cari angin sebentar, hihihi.

Kalau kamu kebetulan kebagian tugas-tugas semacam ini, jangan sampai bilang “nggak mau” atau ngelempar tugasnya ke rekan kerja kamu, ya. Jangan manja, gaes. Dunia kerja memang keras!

9. Jadi tahu selera kopi berbagai orang asing

Gara-gara bekerja jadi barista, saya jadi hapal lho, selera kopi pelanggan dari berbagai negara. Sebagai contoh, orang Korea senang memesan Americano; orang Tiongkok senang memesan Frappuccino; orang Australia senang memesan flat white (semacam latte namun lebih strong); orang Indonesia paling senang memesan minuman promosi, apalagi yang buy 1 get 1, hehehe.   

10. Secara keseluruhan, mendapatkan pengalaman yang nggak akan didapat di bangku sekolah

Pengalaman-pengalaman yang saya ceritakan di atas nggak akan bisa kamu temukan di bangku sekolah atau kuliah.

Di sekolah, saya banyak belajar teori dan ilmu pengetahuan umum. Tapi di sekolah, saya nggak pernah diajarin cara meracik kopi yang enak (bahkan menggiling biji kopi segala), mempromosikan produk ke konsumen, dan memanjakan pelanggan dengan sepenuh hati. Dengan bekerja menjadi barista, kamu jadi bisa menguasai ilmu-ilmu tersebut yang mungkin saja berguna di kemudian hari. Siapa tahu nanti kamu akan buka usaha F&B sendiri? Aamiin.

***

Sebenarnya masih banyak pelajaran seru lain yang saya dapatkan selama bekerja menjadi barista, tapi saya share sepuluh dulu aja, deh. Mungkin kamu sendiri punya pengalaman bekerja sebagai barista? Share pengalaman kamu di sini, ya!

(sumber gambar: eater.com, [email protected], expatlingo.com, visual.ly)

POPULAR ARTICLE
LATEST COMMENT
syakila putri | 12 hari yang lalu

terimakasih atas informasinya. kunjungi website kami untuk informasi lebih lanjut https://unair.ac.id/

Bedah Peluang, Daya Tampung, serta Biaya Kuliah Jurusan Kedokteran dan Kedokteran Gigi Terbaik di Perguruan Tinggi Negeri
Muhamad Rifki Taufik | 22 hari yang lalu

4 Langkah menulis naskah film yang sangat bagus untuk mengembangkan skill penulisan saya. Terima kasih untuk ilmu yang bermanfaat.

4 Langkah Menulis Naskah Film yang Baik Bagi Pemula
Al havis Fadilla rizal | 2 bulan yang lalu

Open pp/endorse @alfadrii.malik followers 6k minat dm aja bayar seikhlasnya geratis juga gpp

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 2 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 11,6 followers dm ya bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 2 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 1,6 followers dm ya, bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Dibuat dan dikembangkan di Jakarta, Indonesia Hak Cipta Dilindungi 2015 - 2024 PT Manual Muda Indonesia ©
Rencanamu App

Platform Persiapan Kuliah & Karir No 1