Jokowi Protes Soal Jurusan Kuliah di Indonesia yang Ketinggalan Zaman dan Nggak Sesuai Kebutuhan Industri. Setuju?

"Coba, kita lihat Fakultas Ekonomi, jurusannya Akuntansi, Manajemen, Ekonomi Pembangunan. Tiga ini di semua universitas, ini ada mungkin ada tambahan yang lain, tapi yang tiga ini sudah mungkin lebih dari 30 tahun.” - Presiden Joko Widodo pada acara Rembuk Nasional, 24 Oktober 2017.

Beberapa kali Presiden Jokowi menyampaikan “protes” soal jurusan kuliah di Indonesia. Menurut beliau, program studi di Indonesia cenderung nggak ada perubahan dari tahun ke tahun serta belum memenuhi kebutuhan industri dan perkembangan zaman.

“Kalau kita tidak berani, ini ada perubahan-perubahan dunia, dan kita masih rutinitas, masih monoton, ditinggal betul kita. Siapa yang bisa mengantisipasi ini, yang pertama yang paling cepat menangkap perubahan itu Universitas, Perguruan Tinggi,” lanjutnya. 

Intinya, beliau mendorong pihak kampus supaya lebih progresif, bahkan sampai beberapa kali mencontohkan soal ide Jurusan baru, seperti Financial Technology, Retail Management Online, bahkan menyebutkan Jurusan Meme, sembari bercanda.

Tapi, apa iya pilihan jurusan kuliah di Indonesia sudah “kuno”? Apakah memang prodi tersebut nggak relevan lagi dengan perkembangan zaman? Sebelum setuju (atau nggak setuju) dengan pernyataan Pak Jokowi, cek poin-poin berikut ini:

A. Kepentok Aturan Pemerintah Soal Nama Jurusan

Ketika Youthmanual ngobrol sama Bapak Inco Harper, dosen sekaligus Kepala Departemen Komunikasi Strategis Universitas Multimedia Nusantara, beliau mengingatkan bahwa penamaan dan pemilihan program studi sudah ada aturannya sendiri dari pemerintah, “Jadi nggak bisa main bikin program studi dan menamainya sesuka hati, karena ada aturan mengenai nomenklatur (penamaan) dari Kemenristekdikti.”

Menurut Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI no 15 tahun 2017, penamaan program studi di perguruan tinggi harus disesuaikan dengan daftar nama prodi yang sudah ditetapkan Menristekdikti.  

Misalnya, untuk bidang Ekonomi dan Bisnis (berdasarkan lampiran Keputusan Menteri Riset dan Teknologi 257 M/KPT/2017) prodi jenjang S-1 adalah:

Sedangkan untuk bidang Komunikasi jenjang S-1:

  • Jurnalistik
  • Kajian Film, Televisi, dan Media
  • Periklanan, Manajemen Komunikasi
  • Hubungan Masyarakat
  • Komunikasi Pembangunan 
  • Ilmu Komunikasi
  • Manajemen Komunikasi

Adanya aturan tersebut membuat kampus nggak bisa main langsung bikin jurusan baru kayak Prodi Meme atau Prodi Fintech. Namun, peraturan penamaan program studi dapat “diakali” dengan:

1. Memiliki dua nama untuk program studi yang sama. Misalnya, secara resmi namanya adalah Komunikasi, namun memiliki nama lain seperti Komunikasi Strategis atau Marketing Komunikasi.

2. Adanya konsentrasi/peminatan. “Ada juga program studi yang memilki variasi di peminatan atau konsentrasinya,” jelas Pak Inco. Contohnya nih, nggak ada jurusan S1 Desain Multimedia, tapi di program studi Desain Komunikasi Visual ada pilihan konsentrasi Multimedia, Animasi, New Media, Creative Advertising, dan lainnya. Harus diingat pula bahwa peminatan suatu jurusan antarkampus bisa berbeda.    

3. Salah satu poin dalam Peraturan Menteri Riset dan Teknologi 257 M/KPT/2017 menyebutkan bahwa kampus bisa memberi usulan untuk perubahan nama atau penambahan prodi. Namun, pelaksanaannya nggak sesimpel itu. “Dari rekomendasi/usulan yang diberikan ke pemerintah, akan dipertimbangkan dan diputuskan. Nggak bisa langsung diterapkan,” Pak Inco mengungkapkan.    

B. Prodi “Old School” Masih Jadi Favorit

­­Dari data yang Youthmanual kumpulkan tahun 2016 lalu, 10 prodi yang paling banyak diincar oleh pelajar SMA adalah Kedokteran, Psikologi, Komunikasi, Akuntansi, Teknik Informatika, Hubungan Internasional, Desain Komunikasi Visual, Arsitektur, Sastra Inggris, dan Teknik Industri. Sedangkan prodi yang paling banyak dipilih pada SBMPTN 2017 lalu adalah Manajemen, Akuntansi, Hukum Kedokteran, Komunikasi, Psikologi, Teknik Informatika, Teknik Sipil, Farmasi, dan Agribisnis

Kalau dilihat-lihat, kebanyakan jurusan yang diminati sama anak muda, ya, jurusan "old school" yang sudah eksis puluhan tahun. Setidaknya ada 2 alasan yang bikin prodi tersebut diminati.

Pertama, ada prodi yang sudah berjalan selama puluhan tahun, tetapi ilmunya memang masih diperlukan dan relevan dengan perkembangan industri dan zaman. Dokter, psikolog, arsitek, insinyur teknik sipil, dan profesi lainnya masih sangat dibutuhkan. Padahal, Teknik Sipil adalah salah satu cabang ilmu teknik tertua di dunia, lho.

Nah, alasan kedua yang agak mengkhawatirkan, yaitu karena anak muda nggak (mau) tau perkembangan prodi dan kebutuhan industri. Alhasil, mereka hanya ikut-ikutan memilih prodi mainstream yang “katanya” bagus. Ini seperti yang diamati Head of Product and Research Youthmanual, Shanti Nurfianti Andin, “Awareness masyarakat tentang jurusan-jurusan baru yang sesuai perkembangan zaman beserta tren kariernya masih rendah.”

Yup, masih banyak anak muda dan juga orang tua yang nggak aware serta nggak mau membuka diri dengan perkembangan studi dan karier. Hal ini bakal memberikan dampak negatif. Bisa jadi pihak kampus nggak terdorong untuk melakukan inovasi program studi karena memang peminatnya nggak banyak. Di sisi lain, si mahasiswa yang memilih jurusan kuliah hanya karena popularitas suatu prodi, ujung-ujungnya jadi nggak maksimal dalam mengembangkan potensi dirinya, atau malah merasa salah jurusan. Kalau begitu, gimana kita mau maju?

Namun sebaliknya, bagaimana pula masyarakat bisa punya pemahaman yang baik tentang jurusan-jurusan baru, jika prodi yang ditawarkan (kebanyakan) hanya itu-itu saja? 

C. Ada Kampus "Kolot"

Menurut Pak Inco, apa yang disampaikan Pak Jokowi sebenarnya lebih untuk “menyentil” perguruan tinggi yang kolot dan nggak mau berubah.

“Kalau saya perhatikan, ada beberapa perguruan tinggi, terutama PTN, yang sulit untuk berubah. Contohnya ada kurikulum atau mata kuliah yang nggak berubah sejak belasan atau puluhan tahun lalu,” bebernya.

***

Menurut Youthmanual, ada beberapa hal yang harus jadi perhatian kita semua soal isu program studi ini. Disimak ya, gaes.

1. Kurikulum wajib terus di-update. Karena teknologi, pengetahuan, industri, dan masyarakat terus berkembang, maka apa yang dipelajari di kampus juga harus progresif. Tentunya, sejarah dan dasar ilmu tetap perlu diberikan.

“Setiap dua tahun sekali kami melakukan review terhadap kurikulum. Kami juga mengundang praktisi dari berbagai perusahaan untuk memberikan masukan, sehingga kami bisa tahu apa yang diperlukan industri, kemudian kami terapkan dalam perkuliahan,” Pak Inco menjelaskan mengenai sistem yang diterapkan di kampusnya.

inovasi

Oya, nggak hanya keep up dengan kemajuan zaman dan memenuhi kebutuhan industri, tapi perguruan tinggi harus mempersiapkan masa depan. Jadi nggak hanya berpikir, apa yang diperlukan industri saat ini, melainkan apa yang perlu dibekali untuk mahasiswa agar bisa membawa suatu perubahan positif dan berkarya 5-10 tahun ke depan. Makanya, kampus didorong untuk mengadakan riset dan penelitian, supaya ilmunya terus berkembang dan terdepan.

2. Sebagai calon mahasiswa, kamu perlu banget meriset gimana kurikulum suatu prodi. Kamu harus menggali apa yang diajarkan di prodi tersebut, apa saja mata kuliahnya, seperti apa target atau tujuan studi tersebut, dan lain sebagainya. Jangan cuma lihat nama jurusannya aja. Mau nggak mau, harus kritis dan kepo dalam urusan pilah-pilih jurusan kuliah.

Bisa aja, nama jurusannya keren dan sophisticated abis, tapi yang dipelajari nggak nyambung samsek! Atau kamu mengira yang dipelajari adalah A, eh ternyata malah X. Wassalam!

Lebih jauh, kurikulum suatu jurusan bisa beda-beda di tiap kampus. Kamu perlu memilih yang terbaik, update dengan perkembangan zaman, dan sesuai dengan minatmu.  

3. Masih nyambung sama poin 2, jangan sampai supaya kelihatan progresif dan inovatif, kampus berlomba-lomba bikin prodi baru yang canggih dan kekinian, tapi konten studinya nggak sesuai. Atau bikin suatu prodi hanya untuk keren-kerenan.

Yup, walau kadang agak kaku dan membatasi perkembangan jurusan baru, aturan penamaan program studi yang diberlakukan pemerintah memiliki sisi positif.

“Kalau dibebaskan untuk prodi apa saja, yang saya khawatirkan adalah banyaknya prodi abal-abal,” jelas Pak Inco.

4. Dari pengamatan Youthmanual, program studi di Indonesia sudah mulai update, kok. Tapi memang kemajuannya masih perlu digenjot.

“Sudah ada beberapa prodi baru di beberapa kampus yang sesuai perkembangan zaman. Trus, beberapa prodi lama juga meng-update kurikulum mereka. Nah, perguruan tinggi lain juga harus didesak untuk melakukan hal serupa. Paling tidak, meng-update kurikulum,” Kak Shanti berkomentar. 

Contohnya, walaupun di Indonesia belum ada jurusan S-1 Artificial Intelligence, tapi di beberapa kampus sudah ada mata kuliahnya. Lagi-lagi, nggak semua hal yang kekinian cocok dijadikan jurusan. Prodi Meme atau Prodi Media Sosial, misalnya, menurut kami nggak tepat sebagai jurusan. Tapi mungkin bisa dijadikan mata kuliah.

Salah satu contoh prodi yang mesti di-upgrade menurut Pak Inco adalah Periklanan. "Menurut saya, prodi Periklanan is so yesterday. Yang lebih relevan adalah Marketing Komunikasi," ujarnya. Nah, pemikiran-pemikiran seperti ini bisa didiskusikan dan ditindaklanjuti sama kampus dan otoritas pendidikan tinggi, supaya program studi yang ditawarkan menjadi lebih progresif.

5. Hal yang terpenting adalah: anak muda sendiri harus aware dengan perubahan bidang studi, adanya prodi baru, bidang karier baru, serta kemajuan industri dan masyarakat.

Kalau kamu sendiri nggak aware, gimana mau memilih prodi yang merespon kemajuan zaman? Trus, gimana kamu mau sukses di masa depan?

Setelah kamu mengetahui informasi mengenai prodi baru dan peluang kariernya, bagikan info tersebut ke ortu.

Kenapa?

Umumnya, ortu berperan penting dalam penentuan prodi kamu. Kalau ortu nggak memahami, biasanya nggak akan mendukung kamu untuk mengambil prodi baru tersebut.

Semoga pemerintah, kampus, dan anak muda Indonesia siap menjalani pendidikan dan industri yang semakin maju dan berkembang, ya!

(sumber gambar: jowonews.com, memegenerator.net, philmckinney.com, youthmanual.com)

POPULAR ARTICLE
LATEST COMMENT
Muhamad Rifki Taufik | 1 hari yang lalu

4 Langkah menulis naskah film yang sangat bagus untuk mengembangkan skill penulisan saya. Terima kasih untuk ilmu yang bermanfaat.

4 Langkah Menulis Naskah Film yang Baik Bagi Pemula
Al havis Fadilla rizal | 1 bulan yang lalu

Open pp/endorse @alfadrii.malik followers 6k minat dm aja bayar seikhlasnya geratis juga gpp

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 2 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 11,6 followers dm ya bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 2 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 1,6 followers dm ya, bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
AtomyFirst Chanel | 2 bulan yang lalu

Open PP @houseofshirly foll 427k @Idea_forhome foll 377k @myhomeidea_ foll 270k. Harga Paket lebih murah. DM kami yaa..

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Dibuat dan dikembangkan di Jakarta, Indonesia Hak Cipta Dilindungi 2015 - 2024 PT Manual Muda Indonesia ©
Rencanamu App

Platform Persiapan Kuliah & Karir No 1