Muhammad Abdul Karim, Sociopreneur Muda yang Menemukan Passionnya Lewat Jualan Donat
- Mar 31, 2016
- Dian Ismarani
Sekarang ini, cabang-cabang entrepreneurship semakin berkembang, salah satunya adalah sociopreneurship, alias kewirausahaan yang berbasis kegiatan kemanusiaan.
Kebetulan, beberapa waktu lalu Youthmanual kenalan dengan seorang sociopreneur muda Tasikmalaya yang semangat banget memajukan daerah di luar kota. Semangatnya hebat, deh, gaes!
Namanya Muhammad Abdul Karim, yang akrab disapa Karim. Social entrepreneur ini adalah alumnus program Pertukaran Pemuda Indonesia-Kanada 2012/2013, juga alumnus Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bakti Tunas Husada Tasikmalaya, jurusan Farmasi. Kini Karim aktif sebagai Direktur Eksekutif organisasi Sahabat Pulau dan founder sekaligus CEO wadah pemuda Tasikmalaya, bernama HUB Tasikmalaya.
Bersama Sahabat Pulau, Karim aktif di kancah internasional lewat program-program pengembangan anak muda di dunia. Mereka udah melanglang buana, lho, dari Nepal sampai markas besar PBB di New York.
Yuk, kenalan lebih dekat sama cowok kece ini!
Halo Karim! Aktivitas kamu sekarang apa aja, nih?
Halo juga! Sekarang ini saya lagi aktif sebagai Direktur Eksekutif Sahabat Pulau, sebuah organisasi yang bergerak di bidang volunteering dan community development.
Saya juga aktif sebagai pengusaha metal works dan perabotan muliaabaditasik.com
Kapan dan bagaimana, sih, kamu sadar bahwa passion kamu adalah sociopreneurship?
Dulu, sekitar tahun 2009, saat masih kuliah di Tasikmalaya, saya merasa harus belajar berbisnis, walaupun belum tahu mau berbisnis apa.
Tiba-tiba saya kepikiran jualan donat dan nasi kuning, gara-gara saya kenal sama seorang ibu-ibu yang biasa membuat donat rumahan dan bisa diajak kerjasama.
Alhasil, setiap hari, sebelum mulai kuliah, saya dan dua orang teman berkeliling dari kampus ke kampus untuk menawarkan atau menitipkan donat dan nasi kuning kami untuk dijual di kantin mereka.
Hasil dari penjualannya lumayan. Setiap hari, donat dan nasi kuningnya sering habis terjual, tapi kadang-kadang nggak. Kalau jualan kami lagi nggak habis terjual, biasanya kami membawa donat-donat yang nggak terjual tersebut ke panti asuhan, untuk diberikan kepada anak-anak di sana.
Setelah beberapa lama menjalani usaha tersebut, saya melihat dua hal yang membuat saya ingin mempelajari sociopreneurship.
Pertama, saya melihat si ibu pembuat donat—dan rekan-rekan yang membantunya—jadi seperti punya semangat dan pengharapan baru, karena mereka jadi bisa punya usaha sampingan untuk meningkatkan pendapatan keluarga mereka.
Kedua, setiap kali kami mendonasikan donat-donat yang nggak terjual ke anak-anak panti asuhan, mereka suka bilang, “Kak, besok bawa donatnya lagi, ya! Kita suka, lho.” Sanjungan dari anak-anak itu nggak cuma bikin saya bahagia, tapi juga jadi semacam do’a. Soalnya, setiap mereka ngomong begitu, besoknya memang ada aja kue donat yang nggak terjual, sehingga mereka bisa mendapatkan donat gratis lagi dari saya, hahaha.
Hehehe, lucu aja, sih, tapi dua hal itu lah yang membuat saya ingin terus terlibat dalam sociopreneurship.
Mengajar anak-anak dengan disabilitas
Trus, pada tahun 2012-2013, saya berkesempatan mewakili Indonesia dalam program pertukaran pemuda Indonesia Canada Youth Exchange Program, yang berfokus di bidang community development.
Salah satu program yang kami lakukan waktu itu adalah mengembangkan bisnis Ibu-ibu di wilayah Garut-Jawa Barat. Kami membantu ibu-ibu tersebut mengolah kentang menjadi keripik kentang dengan sistem yang lebih baik, lalu dikemas dengan packaging yang menarik. Kami juga mengajarkan mereka sistem keuangan. Harapan utamanya supaya nilai produk dan pendapatan kelompok Ibu-ibu tersebut bisa meningkat.
Program itu juga salah satu pendorong terbesar saya untuk terjun ke bidang sociopreneurship.
Prospek karir sociopreneur di Indonesia menurut kamu gimana?
Prospeknya besar sekali, lho! Tapi tergantung kepada jenis bisnis yang ditekuni, dan objek sosial penerima manfaatnya, sih.
Misalnya, gini. Saya merasa peluang menjadi sociopreneur yang mengembangkan daerah pedesaan lebih besar dibandingkan peluang menjadi sociopreneur di kota-kota besar. Soalnya, di pedesaan, masih banyak banget Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang belum terkelola secara maksimal.
Oleh karena itu, saya mengajak para inovator muda untuk aktif mengembangkan pengelolaan SDA dan SDM di daerah. Nggak hanya supaya nilai ekonomi SDA dan SDM di sana jadi tinggi, tapi juga supaya masyarakat objek sosial di sana bisa berkembang, mandiri, dan terjaga orisinalitasnya.
Seperti yang kebanyakan orang tahu, perkembangan pengetahuan, alih teknologi, serta inovasi di daerah itu masih lambat, sehingga perlu banget didorong oleh para inovator muda.
Apa hal yang paling kamu sukai dari menjadi seorang sociopreneur?
Lucunya, hal yang paling saya sukai dalam berbisnis adalah ketika mengalami momen genting atau hectic. Bahasa Sundanya, paciweuh! Contohnya misalnya saat omzet turun, saat pusing mengatur program, dan sebagainya.
Sebaliknya, apa tantangan menjadi seorang sociopreneur?
Tantangannya terasa saat harus membuat keputusan. Soalnya bidang sociopreneur ‘kan menggabungkan ilmu bisnis dan sosial, sehingga seorang sociopreneur harus berfikir lebih komprehensif dari kedua sisi tersebut.
Cerita, dong, tentang Sahabat Pulau dan Tasik Hub Project! Mulai dari konsepnya, misinya, proses operasinya, sampai kegagalan dan kesuksesannya.
Sahabat Pulau adalah organisasi berbasis aksi kepemudaan yang bertujuan menyelesaikan masalah pendidikan pemuda dan anak-anak di seluruh Indonesia.
Sahabat Pulau juga melakukan pemberdayaan berbasis socio-entrepreneurship untuk wanita pesisir dan pemberdayaan yang berkelanjutan.
Sekarang ini, aktivitas Sahabat Pulau telah tersebar di 28 titik di berbagai wilayah di Indonesia, dan telah mengembangkan komiditi di tiga desa. Boleh cek situsnya, ya, di sahabatpulau.org.
Sementara untuk HUB Tasikmalaya, idenya datang karena saya sendiri ‘kan anak muda Tasik, dan saya ingin melakukan sesuatu untuk daerah saya.
Maka suatu hari, terfikir lah untuk membuat sebuah wadah, agar anak-anak muda Tasik bisa saling berbagi ide dan membuat inovasi yang bisa dikontribusikan kepada kota Tasikmalaya.
Inginnya, sih, HUB bisa menjadi pusat informasi dalam bidang pengembangan pendidikan, sosial dan ekonomi.
Trus, berkat berkolaborasi, HUB bisa ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan kegiatan diskusi atau event. Misanya, pada tahun 2015, dengan bekerja sama bareng Sahabat Pulau dan Intel Indonesia, HUB pernah menyelenggarakan Digital Literacy Class untuk anak-anak muda yang memiliki startup di Tasikmalaya.
Trus, di tahun yang sama, kami mengadakan perayaan International Youth Day, berkolaborasi dengan komunitas-komunitas di Tasikmalaya, seperti komunitas lingkungan, Kelas Inspirasi Tasik, komunitas kuliner, komunitas fotografi, komunitas cosplay, dan sebagainya.
Kami membuat perayaan ini karena kami ingin menunjukkan bahwa sebenarnya banyak anak-anak muda daerah yang sadar akan isu-isu internasional.
Pengalaman apa yang paling berkesan selama mengurus Sahabat Pulau dan Tasik Hub Project?
Saya pernah, nih, berkunjung ke sebuah pulau selama dua hari, untuk mengajar dan memantau aktivitas perpustakaan. Setelah dua hari, saya pergi ke dermaga kapal untuk pulang. Tiba-tiba saya dipanggil oleh seorang ibu paruh baya, yang ternyata adalah orang tua salah satu anak yang telah belajar sama saya selama dua hari di perpustakaan.
Beliau memberi saya bertandan-tandan pisang hasil kebunnya untuk dibawa ke kota. Beliau bilang, “Dek Karim, Ibu tahu kamu perlu ongkos untuk bisa kesini, dan ongkosnya nggak sedikit. Bawa oleh-oleh ini untuk dijual kalau memungkinkan. Mudah-mudahan nanti kamu bisa ke sini lagi, ya, buat ngajarin anak Ibu, biar dia bisa jadi guru kayak kamu nanti.”
Perbincangan sederhana di dermaga itu lah salah satu alasan saya terus bertahan di Sahabat Pulau dan HUB.
Waktu kuliah, bagaimana, sih, profil dan aktivitas kamu secara garis besar?
Saya sempat jadi presiden mahasiswa dan didaulat menjadi mahasiswa berprestasi, sehingga mendapatkan beasiswa kuliah dari Kementerian Pendidikan Nasional.
Saya juga sering cari-cari info kegiatan, mulai dari lomba akademis sampai konferensi-konferensi tingkat nasional dan dunia dalam berbagai bidang.
Intinya, selama kuliah, saya berusaha aktif berorganisasi, tapi tentunya sambil menjaga nilai akademik juga, ya.
First job kamu dulu apa? Ceritain, dong!
My first job adalah menjadi Project Supervisor.
Dulu, nggak lama setelah lulus kuliah, saya ditawari Kemenpora dan Canada World Youth untuk ikut seleksi menjadi calon Project Supervisor sebuah program community development, yang melibatkan 18 mahasiswa asing dari Kanada.
Rencananya, mereka bakal live-in di Indonesia selama tiga bulan untuk melaksanakan program inisiasi dan pemberdayaan bagi masyarakat. Awalnya saya nolak, karena saya tahu tugas tersebut nggak mudah, sementara ilmu serta pengalaman saya belum cukup banyak.
Saya mikirnya, “Pasti ribet, nih, bro!” Hahaha. Namun setelah mikir selama dua minggu, saya memutuskan, kenapa nggak coba aja? Soalnya sebenarnya program ini adalah bidang yang saya suka juga, sih. Community development ‘kan membantu masyarakat.
Akhirnya, dengan modal nekad, saya menerima pekerjaan tersebut. Saya pun mensupervisi program itu, mulai dari tahap persiapan sampai penutupan, selama total lima bulan.
I could say, it was an amazing experience for me untuk mengurus 18 orang dan masyarakat satu desa, serta harus berkoordinasi dengan Karang Taruna, RT, RW, Lurah, Camat, Bupati, Imigrasi, Kementerian sampai kantor Kedutaan Besar untuk keperluan program ini! Fiuh!
Padahal awalnya saya nggak yakin bisa menjalani itu semua. Untungnya saya nekad, karena lewat program tersebut, saya jadi bisa learning by doing tentang bagaimana mengelola sebuah program community development.
Saya bahkan melanjutkan pekerjaan ini ke tingkat yang lebih tinggi. Setelah program tersebut selesai, saya lanjut menjadi Sector Project Officer yang memfasilitasi 60 orang peserta program pertukaran Pemuda Indonesia dan Canada, yang tersebar di tiga pulau.
Pengalaman ini membuat saya mantap untuk terjun di bidang sociopreneur.
Apa skill yang kamu pelajari di luar bangku sekolah, tapi bermanfaat untuk profesi kamu sekarang?
Public speaking kali, ya. Buat saya, kemampuan public speaking—berdiskusi, menyampaikan ide, presentasi, bersosialisasi dengan manner yang baik—adalah skill yang sangat menunjang aktivitas saya sekarang ini.
Saya, sih, menyarankan banget siapa pun—termasuk mahasiswa—belajar public speaking. Kalau bisa, silahkan ambil kursusnya. Kalau nggak bisa, banyak-banyak nonton Youtube aja kayak saya, hehehe. Misalnya, channel TEDx.
Boleh cerita tentang satu contoh kegagalan kamu dalam karier ataupun studi? Apa yang bikin kamu kembali bersemangat?
Pada tahun 2009, saya sempat down banget karena nggak lolos SNMPTN di jurusan yang sudah saya harap-harapkan selama dua tahun.
Saya sempat kepikiran nggak usah kuliah aja, dan melanjutkan bisnis bengkel otomotif yang saya rintis. Namun saat itu, ibu saya bilang, “Menuntut ilmu itu bisa dimana aja. Yang penting, pada akhirnya, kehadiran kamu sebagai manusia bisa bermanfaat untuk sesama, nusa bangsa, dan agama.”
Seperti habis minum energy drink, saya pun memaksakan diri untuk kuliah meskipun tanpa semangat dan dengan perasaan yang nggak karu-karuan karena masih kecewa. Kurang lebih, selama satu semester pertama kuliah, saya masih “terganggu” karena pikiran, “Kok Tuhan nggak adil, yah? Nggak mewujudkan impian saya. Padahal saya sudah berusaha dan berdoa keras, kok.”
Tapi ternyata Tuhan memang akhirnya menjawab do’a saya ketika SMA dulu, Bertahun-tahun kemudian, saya diundang oleh United Nations dan bisa bertemu SekJen PBB Mr. Ban Ki Moon. Alhamdulillah…
Kenapa nggak berkarier di bidang Farmasi sesuai pendidikan kamu?
Sebenarnya, sih, ujung-ujungnya saya saya akan berkarier di bidang Farmasi, kok. Tapi sekarang ini, saya masih memprioritaskan kerja saya di bidang community development.
Mudah-mudahan tahun depan saya bisa melanjutkan studi di bidang profesi Apoteker, karena rencananya tahun ini saya mau kuliah Master di bidang Social Works dulu.
***
Seperti yang disebut dalam banyak survei, Generasi Milenial memanglah generasi yang peduli banget dengan isu-isu sosial, sehingga nggak heran kalau semakin banyak anak muda sekarang yang tertarik dengan sociopreneurship. Mungkin kamu mau mengikuti jejak Karim?
(sumber foto: dokumentasi pribadi)
Kategori
gimana? udh wisuda?
Ciri-Ciri Proposal Skripsi yang Baik dan Berkualitas (dan Nggak Bakal Bikin Kamu Dibantai Dosen Penguji)ka mau tanya kalo dari smk keehatan apa bisa ngambil kedokteran hewan?
Mengenal Lebih Dekat Dengan Program Studi Kedokteran HewanKak, ada ga univ yang punya jurusan khusus baking and pastry aja?
5 Program Studi yang Cocok Buat Kamu yang Suka Makanansemangat terusss https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/
5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagussemoga selalu bermanfaat kontennya https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/
5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagus