Cara Tiga Guru Indonesia Memanfaatkan Teknologi Untuk Kegiatan Belajar Mengajar
- May 03, 2016
- Laila Achmad
Salah satu kendala dalam sistem belajar mengajar di abad 21 ini adalah adanya gap wawasan teknologi antara murid dan guru. Murid-murid di Indonesia, walaupun di pelosok daerah sekalipun, biasanya lebih melek teknologi dibandingkan guru-guru mereka. Namanya juga generasi muda vs generasi tua, ya. Pasti generasi muda yang lebih melek teknologi.
Istilah kerennya, kebanyakan siswa di Indonesia adalah digital natives, sementara kebanyakan guru terlahir sebagai digital immigrants. Istilah kasarnya, kebanyakan guru-guru (dan sarana pengajaran) di Indonesia masih gaptek!
Malah, data menunjukkan persentase penggunaan teknologi dalam dunia pendidikan Indonesia masih sekitar 20%.
Gimana, dong, agar para guru bisa mengimbangi kebutuhan teknologi murid-murid mereka?
Kebetulan, perusahaan komputer Microsoft baru-baru ini menyelenggarakan program Microsoft Innovative Expert Educators (MIEE). Program ini memilih beberapa pengajar dari seluruh dunia untuk menjadi duta MIEE, dan membagi pengetahuan mereka tentang pemanfaatan teknologi dalam proses belajar mengajar ke sesama pengajar.
Para pengajar terpilih tersebut juga tergabung dalam Microsoft Educator Community, sebuah wadah bagi para guru untuk membangun kurikulum, mengembangkan kapasitas mereka, serta menyediakan sumber daya yang mampu meningkatkan metode belajar mengajar berbasis digital.
Diskusi sistem pembelajaran abad 21 dalam acara "Guru Inovatif, Guru Inspiratif" di Kantor Microsoft Indonesia pada Senin, 2 Mei 2016.
“Microsoft mendukung pendidikan berbasis teknologi dengan menyediakan program-program edukasi bagi pelajar maupun guru. Kami percaya teknologi dapat memperluas kekuatan pendidikan dan mengembangkan potensi murid, guru, dan sekolah,” ungkap Benny Kusuma, Education Lead, Microsoft Indonesia.
Pak Benny cerita lebih lanjut, “Sejak 2012, lebih dari 60 guru di Indonesia telah tergabung dalam MIEE. Ke depannya, Microsoft berharap program ini dapat menjangkau lebih banyak tenaga pengajar agar kualitas tenaga pengajar di Indonesia dapat semakin baik dan berdampak pada pendidikan Indonesia yang lebih berkualitas.”
Dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional kemarin, Microsoft Indonesia menghadirikan tiga guru inovatif dari wilayah suburban, yaitu Eko Purwanto, guru SDN Wonokerto Magelang, serta Betty Sekarasih Hadi Yani dan Endah Susanti, guru SMAN 2 Playen Gunung Kidul.
Yuk, kenalan lebih lanjut dengan mereka!
Eko Purwanto, Guru SDN Wonokerto, Magelang
Sebagai guru muda, Eko Purwanto nggak banyak mendapatkan pelatihan dari sekolah atau dinas pendidikan. Nggak mau pasrah, Pak Eko pun berusaha sendiri untuk meningkatkan kualitas dirinya sebagai seorang guru.
Pak Eko lalu menemukan situs Microsoft yang memberikannya pelatihan online, serta mengenalkannya kepada forum diskusi, untuk bertukar pikiran dengan anggota komunitas pendidik internasional. Berawal dari sini, Pak Eko punya ide untuk mengadakan kelas virtual gratis dengan konferensi video Skype, untuk para murid dan guru dari berbagai sekolah di Indonesia.
Salah satu materi yang ia jelaskan adalah Candi Borobudur, berhubung Pak Eko memang tinggal nggak jauh dari peninggalan budaya ini.
“[Lewat Skype], Guru dan murid dapat melihat Candi Borobudur secara virtual. Saya pun bisa menjelaskan sejarah, stupa, dan relief Candi Borobudur dengan lebih jelas. Mereka begitu antusias dengan metode ini. Pertanyaan yang diajukan lebih banyak daripada kelas tatap muka. Proses belajar mengajar pun menjadi lebih interaktif,” ungkap Eko. Seru, ya!
Betty Sekarasih Hadi Yani dan Endah Susanti, Guru SMAN 2 Playen Gunung Kidul
Ibu Betty Sekarsih Hadiyani
Ibu Endah Susanti
Proses administrasi dan pelaporan adalah salah satu aspek penting dalam proses belajar mengajar. Namun, nggak semua sekolah memiliki perangkat yang memadai, sehingga kadang guru agak kesusahan dalam membuat raport anak muridnya.
Mengatasi permasalahan tersebut, Microsoft Innovation Center UGM berkolaborasi dengan guru-guru di SMAN 2 Playen Gunung Kidul dan menciptakan program e-rapport, sebuah sistem raport online untuk memasukkan nilai siswa. E-rapport membantu para guru bekerja lebih efisien, karena bisa diakses di mana saja dan kapan saja.
Ibu Betty bilang, “Dengan e-rapport, kami cuma perlu 5–10 menit untuk memasukkan nilai siswa di mata pelajaran tertentu, lewat gadget masing-masing. Hasilnya lebih efisien. Sebelumnya, kami harus memasukkan nilai siswa secara manual dan bergantian dengan guru lain”
Jadi, walaupun bukan berasal dari daerah perkotaan, ketiga guru ini berhasil menembus permasalahan infrastruktur dalam kegiatan belajar-mengajar. Mereka patut menjadi contoh, bagaimana guru Indonesia dapat memanfaatkan teknologi dalam membuat sistem belajar mengajar yang lebih interaktif. Lagian, memang lebih seru belajar aktif dengan bantuan teknologi ‘kan?
Kategori
gimana? udh wisuda?
Ciri-Ciri Proposal Skripsi yang Baik dan Berkualitas (dan Nggak Bakal Bikin Kamu Dibantai Dosen Penguji)ka mau tanya kalo dari smk keehatan apa bisa ngambil kedokteran hewan?
Mengenal Lebih Dekat Dengan Program Studi Kedokteran HewanKak, ada ga univ yang punya jurusan khusus baking and pastry aja?
5 Program Studi yang Cocok Buat Kamu yang Suka Makanansemangat terusss https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/
5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagussemoga selalu bermanfaat kontennya https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/
5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagus