Plus Minus dan Hal yang Harus Kamu Ketahui Saat Bekerja di Perusahaan Startup

Presented by:

Makin banyak saja startup, alias perusahaan berbasis teknologi, bermunculan dan mencuri perhatian. Apalagi sejak Gerakan Nasional 1000 startup yang digagas pemerintah dimulai tahun ini. Bakal makin rame aja deh, jagad per-startup-an nusantara.

Mungkin, ada sebagian dari kamu yang minat kerja di startup, tapi masih ragu. Untuk membantu kamu memantapkan pilihan, simak deh plus minus bekerja di startup berikut ini:

PLUS:

1. Ide perusahaan startup biasanya kekinian, unik, namun berfaedah.

Idenya segar, seru, bahkan nggak sedikit yang ajaib, namun tetap responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

Dian nurlizta (Lizta), Social Media Specialist di bukalapak.com mengiyakan hal tersebut, “Orang-orang di sini bersemangat dan terbuka banget sama ide baru. Malah kita dipancing untuk selalu punya ide baru.”

 2. Pekerjanya relatif nggak banyak dan semua dilibatkan.

Umumya, pekerja di startup nggak banyak, sehingga semua terlibat total. Berasa banget pengaruh pekerjaan kamu pada perkembangan perusahaan.

Trus, pandangan dan masukan kamu juga lebih mudah didengar. Pengalaman kayak begini bakal sulit kamu dapatkan di perusahaan besar yang sudah mapan.

3. Kebanyakan pegawainya anak muda dan berjiwa muda.

Nggak heran juga sih, kalau ide-ide yang muncul fresh dan kekinian.

4. Bebas dari aturan yang terlalu resmi dan kolot.

Umumnya, perusahaan startup lebih nyantai. Bagi perusahaan startup yang terpenting adalah semua berjalan dengan baik.

“Mereka biasanya mementingkan result,  jadi nggak masalah mau kerja di mana saja. Misalnya, aku bisa kerja dari ayunan, taman, kereta-keretaan, dan lainnya. Lagipula, memang disediakan interior yang cozy di kantor. Trus, kita bisa pakai baju apa saja di kantor. Karena yang dilihat adalah hasil kerjanya.”

5. Anak muda akan lebih “masuk” dengan kultur startup yang serba praktis, dinamis, dan mengandalkan teknologi.

Contohnya, ada startup yang kerja pindah-pindah di coworking space. Trus, komunikasi antarpekerja juga intens banget lewat chat, email, dan smartphone, sehingga kapanpun dan di mana pun mudah dihubungi. Kamu tentu akan lebih mudah beradaptasi dengan dengan hal semacam ini.

Bandingkan bila kamu berada di perusahaan konvensional. Di mana untuk bertemu atasan, kamu perlu menemui sekertaris. Trus apa-apa mesti pakai surat resmi . Bagi generasi milenial, apalagi Gen Z, akan lebih menantang untuk menyesuaikan diri ke dalam kultur kantor yg seperti demikian. Betul, ‘kan?

6. Di startup kamu diceburkan ke berbagai tugas dan tanggung jawab.

 Otomatis kamu jadi lebih banyak belajar. Learning by doing.

MINUS

1. Nggak punya mentor.

Kebanyakan rekan kerja kamu masih terbilang baru juga. Sementara yang lebih senior, biasanya sibuk dengan tugas masing-masing. Kamu pun “dilepas” sendiri tanpa mentor yang membimbing, mengawasi dan mengevaluasi secara rutin.

Trus, karena perusahaan relatif baru dan banyak memakai ide-ide baru, maka pekerja harus terus-terusan melakukan trial-error sendiri, alias mencoba berbakai metode untuk tahu mana yang berhasil dan mana yang gagal, tanpa bimbingan resmi mentor.

“Beberapa divisi/departemen sering meraba-raba sendiri soal pekerjaan mereka, dan belajar sendiri tentang tools yang dipakai. Karena sebagian nggak pernah dipelajari di bangku kuliah,” ungkap Lizta.

2. Kurang teratur

Lizta yang pernah kerja di perusahaan besar konvensional merasakan hal tersebut, “Sistem dan manajemen startup juga nggak seperti di-corporate yang sudah rapi.”

Perusahaan yang relatif baru. sistem kerja yang fleksibel, berbagai inovasi dan cara kerja yang relatif bebas dan bisa berubah-ubah membuat pekerjaan di startup terkesan kurang teratur.

Bisa aja 3 bulan pertama perusahaan menerapkan sistem A, trus selanjutnya mencoba dengan sistem B, dan seterusnya. Begitupula soal hal administratif dalam perusahaan.

3. Multitasking

Job desk yang overlapping, misalnya 2 orang dengan dua jabatan berbeda akhirnya menangani hal yang sama, atau malah 1 orang menangani 2 tanggung jawab yang beda, mungkin banget terjadi. Solusinya adalah saling back up dan komunikasi. Trus, nggak perhitungan soal pekerjaan.

Berbeda dengan perusahaan yang berdiri dan mapan sejak lama. Biasanya mereka sudah punya pakem yang baku mengenai job desk.

4. Benefit dan Fasilitas belum memadai

Lumrah banget kalau fasilitas belum memadai di startup. Habisnya, perusahaannya masih terbilang baru.

Kamu harus siap seandainya diminta menggunakan fasilitas kamu sendiri, seperti laptop dan kendaraan. Jumlah OB dan petugas untuk bantu-bantu juga minim, atau bahkan nggak ada sama sekali.

Kecualiii, kalau kamu kerja di startup yang udah sukses berat, semacam Facebook dan Airbnb, ya. Menurut buku Startupedia yang ditulis Anis Uzzaman, (FYI, do’I adalah orang Indonesia yang punya startup di Silicon Valley. Widih!), perusahaan startup justru sangat menghargai peran tim kerja.

Nggak percaya? Inilah yang dialami Lizta. “Soal fasilitas, kantorku sudah oke banget. Ada gym dan lainnya. Terus, gajinya juga cukup besar dan terjamin. Soalnya, CEOnya pernah bilang ‘Technology is all about people’. Jadi, orang-orangnya (pekerja) terlebih dahulu yang (harus) disejahterakan.”

5. Risiko lebih besar.

Biasanya, usaha startup juga belum pasti. Bisa sukses seperti bukalapak.com yang sudah masuk tahun ke-6, Go-Jek yang fenomenal, atau perusahaan-perusahaan startup dunia asal Silicon Valley. Tapi, nggak sedikit juga yang kolaps di tengah jalan.

Nggak hanya itu, banyak juga startup yang awalnya maju, tapi ternyata nggak bisa bertahan. Jadi risiko bekerja di startup tentu lebih besar dari perusahan yang telah mapan.

6. Banyak yang nggak tahu.

A: “Kamu kerja di mana?”

B: “XYZapps, Tante.”

A: “Perusahaan apaan itu?”

B: “Jadi kita bikin medsos yang isinya berbagai aplikasi games online yang temanya energi ramah lingkungan.”

A: Ada ya, pekerjaan kayak begitu?

B: Zzzzzz…

Bakalan banyak yang mengalami ilustrasi di atas. Perusahaannya nggak dikenal dan belum banyak yang mengerti produknya. Belum lagi, orang-orang yang meremehkan. Bikin deg-deg-ser pas diinterogasi sama calon mertua, hihihi!

(sumber gambar: livemint.com)

POPULAR ARTICLE
LATEST COMMENT
syakila putri | 13 hari yang lalu

terimakasih atas informasinya. kunjungi website kami untuk informasi lebih lanjut https://unair.ac.id/

Bedah Peluang, Daya Tampung, serta Biaya Kuliah Jurusan Kedokteran dan Kedokteran Gigi Terbaik di Perguruan Tinggi Negeri
Muhamad Rifki Taufik | 23 hari yang lalu

4 Langkah menulis naskah film yang sangat bagus untuk mengembangkan skill penulisan saya. Terima kasih untuk ilmu yang bermanfaat.

4 Langkah Menulis Naskah Film yang Baik Bagi Pemula
Al havis Fadilla rizal | 2 bulan yang lalu

Open pp/endorse @alfadrii.malik followers 6k minat dm aja bayar seikhlasnya geratis juga gpp

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 2 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 11,6 followers dm ya bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 2 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 1,6 followers dm ya, bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Dibuat dan dikembangkan di Jakarta, Indonesia Hak Cipta Dilindungi 2015 - 2024 PT Manual Muda Indonesia ©
Rencanamu App

Platform Persiapan Kuliah & Karir No 1