Bagaimana Minat Baca Dapat Mempengaruhi Kemampuan Menulis Seseorang?

Oleh Jessica Jelita Murni

Gaes, tahu nggak sih kalau ternyata kebiasaan membaca berhubungan erat dengan kemampuan menulis?

Secara awam, orang yang memiliki kreativitas tinggi biasanya dikenal sebagai orang yang jenius atau memiliki kecerdasan di atas rata-rata.  Kamu udah nggak asing lagi dengan pernyataan “orang jenius adalah kutu buku”, 'kan? Jika benar, penulis dan sastrawan dapat dikategorikan sebagai orang yang kreatif atau jenius tersebut karena sebagian besar dari mereka memiliki minat baca yang tinggi.

Dari situ, terbentuklah satu hipotesa yang berbunyi: untuk bisa menjadi penulis yang baik, maka harus gemar membaca berbagai tulisan dan bersikap positif terhadap proses menulis. Reader makes best writer.

minat baca dan kemampuan menulis

Boleh diumpamakan bahwa orang yang menulis tanpa membaca serupa dengan orang buta yang sedang berjalan. Maksudnya, kalau kamu ingin menulis sesuatu, kamu harus berproses terlebih dahulu dengan tekun, salah satunya adalah dengan melakukan kegiatan membaca. Hal ini karena dalam menulis dibutuhkan kekayaan ide, inspirasi, gagasan, serta pengetahuan yang luas yang sebagian besarnya dapat kamu peroleh dengan banyak membaca. Tentu saja, itu dapat membantumu menghindari kebuntuan dalam menulis atau dikenal dengan istilah writer’s block karena kehabisan ide.

Apapun genre tulisan yang kamu hasilkan—asalkan nggak berisi hal yang nirfaedah—pasti dapat memberikan pengetahuan baru dan pembelajaran hidup baik untuk dirimu sendiri maupun orang lain yang membacanya.

Misalnya nih, kamu suka banget membaca karya sastra bergenre fiksi. Menurut Jakob Sumardjo dalam bukunya yang berjudul Apresiasi Kesusastraan, karya sastra merupakan isi jiwa sastrawan yang menciptakannya. Maka dari itu, sebuah karya sastra nggak hanya dapat memperkaya pengalaman para pembacanya tanpa perlu mengalaminya sendiri, namun juga meningkatkan nilai-nilai empati.

Ada lagi, nih, perumpamaan lain: orang yang yang membaca tanpa menulis bagai orang pincang yang sedang berjalan. Dalam konteks ini, maksudnya adalah segala ilmu dan pegetahuan yang telah kamu baca nggak akan ada gunanya kalau kamu tidak membagikannya kepada orang lain, contohnya melalui tulisan.

Jika membaca adalah proses menimba wawasan melalui jendela yang terbuka, maka menulis adalah cara menyajikan wawasan yang telah ditimba itu kepada masyarakat luas, sehingga ilmu mereka pun juga bertambah. Bukankah sebaik-baiknya seseorang adalah yang bermanfaat bagi orang lain?

Saya pernah membaca hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Stephen D. Krashen. Dalam bukunya yang berjudul Writing: Research, Theory, and Application pun beliau mengangkat hubungan antara kegiatan membaca dan menulis. Dari penelitian tersebut, Krashen menemukan bahwa para respondennya yang merupakan para penulis adalah mereka yang gemar banget membaca sejak usia dini. Nggak hanya gemar membaca, tetapi mereka pun juga mengakui bahwa sejak masih sekolah, mereka telah mengikuti berbagai kegiatan menulis di luar sekolah, menulis surat-surat, bahkan mengikuti kursus menulis saat masih di bangku sekolah.

minat baca terhadap kemampuan menulis

Awalnya, saya juga masih ngerasa skeptis, kok. Berbekal keraguan (dan kekepoan), saya pun melakukan penelitian kecil-kecilan terhadap beberapa orang teman SMA saya mengenai korelasi minat baca karya sastra terhadap kemampuan menulis. Hasilnya, mereka mengakui bahwa dengan banyak membaca, perbendaharaan kata yang mereka miliki semakin banyak!

Orang yang kaya akan perbendaharaan kata akan tahu bahwa ada banyak kata lain yang hampir mirip dan dapat mengantikan suatu kata tanpa mengubah makna. Misalnya, kata “melihat” bisa diganti dengan : melirik, mengerling, menatap, mengintip, melotot, memantau, menonton. Hal tersebut penting banget untuk dimiliki agar tulisanmu nggak terasa membosankan karena menggunakan kata yang itu-itu saja—juga agar kamu nggak kebingungan ketika menemukan kata-kata yang asing terdengar di telinga.

Jika kamu sering membaca, kamu pun juga menjadi peka terhadap pengaplikasian susunan karangan logis dan urut serta penggunaan bahasa baku. Alhasil, ketika kamu menulis, kesalahan-kesalahan yang akan kamu buat dalam susunan kalimat, pengaplikasian diksi atau pemilihan kata, dan penggunaan bahasa baku pun menjadi lebih minim, yang bikin pesan yang kamu sampaikan dalam tulisanmu mudah dicerna oleh pembaca. Untuk apa kamu menulis kalau tulisanmu bahkan nggak bisa dipahami oleh para pembacanya?

Membangun kebiasaan membaca dan mengasah kemampuan menulis itu ibarat belajar mengendarai sepeda. Meskipun kamu harus terjatuh berulang-ulang kali, apabila kamu masih memiliki motivasi yang kuat untuk mahir bersepeda, maka setiap kejatuhanmu nggak akan menjadi hambatan bagimu untuk kembali berdiri dan mengayuh sepeda itu sampai berhasil.

Jadi, sudahkah kamu membaca dan menulis hari ini?

(sumber gambar: medium.com, pinimg.com, nyt.com)

POPULAR ARTICLE
LATEST COMMENT
Allysa Kamalia Putri | 2 bulan yang lalu

ka mau tanya kalo dari smk keehatan apa bisa ngambil kedokteran hewan?

Mengenal Lebih Dekat Dengan Program Studi Kedokteran Hewan
Nina Syawalina | 3 bulan yang lalu

Kak, ada ga univ yang punya jurusan khusus baking and pastry aja?

5 Program Studi yang Cocok Buat Kamu yang Suka Makanan
AVERILIO RAHARJA | 4 bulan yang lalu

semangat terusss https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/

5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagus
Averilio Raharja | 4 bulan yang lalu

semoga selalu bermanfaat kontennya https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/

5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagus
Dibuat dan dikembangkan di Jakarta, Indonesia Hak Cipta Dilindungi 2015 - 2024 PT Manual Muda Indonesia ©
Rencanamu App

Platform Persiapan Kuliah & Karir No 1