Bela Negara di Indonesia: Kabar Baik dan Kabar Buruknya

Beberapa minggu lalu, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mencetuskan program pelatihan Bela Negara untuk seluruh rakyat Indonesia, dimulai dari bulan Oktober 2015 ini.

Begitu headline tersebut keluar, banyak orang—utamanya anak-anak muda cowok lah, ya—langsung kebakaran jenggot. Langsung pada sungkem sama orangtua, nangis-nangisan sama pacar, serta meratapi nasib rambut polem mereka yang paripurna. Takut dibotakin, sob!

Nooo...

Pokoknya seakan-akan besok langsung masuk barak, trus dikirim ke medan perang.

Makanya, kalau ngikutin berita, jangan cuma baca headline-nya! Bela Negara tuh beda banget dengan Wajib Militer, lho. Berikut Youthmanual rangkumkan inti dari program pelatihan ini.

***

Teknisnya…

Teknisnya, program ini akan melibatkan 4,500 kader dari 45 kabupaten/kota. Untuk tahap pertama, 45 kabupaten diwajibkan mengirim 100 orang setiap kabupaten. Seratus orang tersebut bisa berasal dari beragam profesi.

Pelatihan tahap pertama akan berlangsung selama satu bulan—22 Oktober sampai 22 November 2015—di masing-masing 45 kabupaten atau kota.

Dalam 10 tahun, diharapkan akan ada 100 juta rakyat Indonesia yang ikut pelatihan kader Bela Negara ini.

Kabar Baiknya…

Kabar baiknya, program Bela Negara ini NGGAK sama dengan program Wajib Militer.  Kadernya NGGAK akan diajari cara bertempur secara fisik. Jadi jangan ngira akan ada program militer kayak di film-film, ya, seperti belajar nembak (bukan nembak cewek I-love-you,, zzz), belajar strategi perang, latihan melacak jejak, latihan merangkak di lumpur, push-up pake satu jari, dan lain sebagainya.

Nope, not happening...

Dalam program Bela Negara ini, pesertanya hanya akan latihan baris-berbaris, serta diberi lima materi dasar Bela Negara, yaitu:

Cinta Tanah Air,
Rela berkorban,
Sadar berbangsa dan bernegara,
Meyakini Pancasila sebagai ideologi negara, dan
Memiliki kemampuan awal dalam bela negara baik fisik maupun nonfisik

Jadi intinya, dalam program Bela Negara ini, kadernya akan lebih banyak DISKUSI. Eaaa! Latihan fisiknya palingan olahraga dan ya itu tadi, baris berbaris atau kegiatan outbound.

Well, ini bisa jadi kabar baik atau kabar buruk, sih. Bagi yang berambisi jadi tentara dan pengen belajar tembak-tembakan, pasti drop, shay! Sementara yang emang nggak mau belajar bertempur, bisa bernafas lega.

Nope, also not happening.

Kabar baik lainnya, kaderisasi dalam program ini adalah sukarela, nggak ada paksaan. Lagi-lagi beda dengan Wajib Militer, dimana semua pemuda bangsa harus ikut.

Tujuannya…

Kalau menurut Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, tujuan utama program Bela Negara adalah agar masyarakat bisa melawan dan mencegah rusaknya pertahanan negara lewat soft power. Bukan hard power, apalagi wajib militer.

Menurut Pak Ryamizard, berperang nggak selalu mengangkat senjata. Misalnya, saat perang melawan narkoba atau melawan pencurian aset negara. Soalnya, sekarang ini, bukan lagi eranya perang fisik, melainkan perang secara pemikiran.

"Jadi [pelatihan bela negara bertujuan] agar bangsa Indonesia tidak gampang dicuci otaknya terkait kejahatan soft power," ujar beliau, pada Kamis, 22 Oktober 2015 lalu di Badan Pendidikan dan Pelatihan Kemhan, Jakarta Pusat.

Yang penting, masyarakat disiapkan agar nantinya bisa membela negaranya di atas kepentingan asing.

Selain itu, menurut Pak Ryamizard, program Bela Negara bisa memberi efek membuat negara lain ketar-ketir. Nakut-nakutin dikit, gituuu…

“[Program Bela Negara] memberikan daya getar, agar negara lain tidak bisa main-main untuk mengganggu keutuhan dan kedaulatan negara kita,

Kalau kita beli alutsista, negara lain akan mencari celah untuk mengkonternya. Namun, bila Nela negara, intelijen mereka akan bingung untuk mencari celahnya. Bayangkan, mereka harus melawan 100 juta orang," kata beliau.

Memang, sih, salah satu kekuatan utama Indonesia adalah jumlah masyarakatnya. Beda dengan Singapura yang warga negaranya sedikit, jadi mereka perlu me-wajib-militer-kan warga negara yang seadanya itu.

Wajib Militer di Singapura

Bintang K-Pop, Rain, seusai melaksanakan tugas wamil-nya dan mau pulang... ke hatiku.

Kabar Buruknya…

Okay, I’ll make this simple.

Tujuan Bela Negara masih belum jelas!

Sebenarnya, buat apa, sih, bikin program Bela Negara? Selama ini, kita ‘kan udah dapat pelajaran Kewarganegaraan di sekolah. Apakah nggak cukup?

Program Bela Negara ini ‘kan pasti memerlukan biaya lagi. Nah, daripada buang anggaran negara, kenapa nggak menambah materi atau porsi pelajaran Kewarganegaraan aja di sekolah?

Apalagi menurut UU Nomor 3/2002 Pasal 9 Ayat 2, pendidikan Kewarganeraan sudah termasuk usaha Bela Negara.

Bunyi pasal tersebut adalah sebagai berikut:

Keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 diselenggarakan melalui pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara sukarela atau secara wajib, dan pengabdian sesuai dengan profesi.

Jadi 4,500 kader ini mau diapain? Dikasih pendidikan Kewarganegaraan? ‘Kan udah di sekolah? Mau dikasih pelatihan kemiliteran? Tapi katanya program ini bukan program pelatihan militer? Atau mau pada dijadikan TNI atau PNS? (“pengabdian sesuai dengan profesi”).

Tuh, ‘kan. Jadi bingung ah.

Trus, memang, di beberapa titik, program Bela Negara ini berjalan dengan lancar dan diikuti dengan antusias. Tetapi di titik lain, programnya malah gagal dilaksanakan, sampai para kadernya kecewa. Kok kayak nggak siap gitu? Padahal kadernya udah siap, ehem, “membela negara”, lho!

Selain itu, program-program brainwash seperti ini bakal efektif nggak, sih? Yakin para kadernya nggak bakal ngantuk saat diskusi?

Dan masa’ siiih baris-berbaris dan outbound masih diyakini sebagai pembentuk kedisiplinan yang efektif? Saya, kok, ngeliat kegiatan-kegiatan seperti itu sebagai kegiatan selingan aja, tapi efeknya bakal terlupakan.

Dan yang terpenting, menurut saya pribadi, rasa cinta kepada negara nggak bisa dipaksakan. Masyarakat pun udah terlalu skeptis untuk dijejali materi-materi brainwash.  

Walaupun kaderisasi ini nggak wajib, kebayang nggak, sih, perasaan warga Palangkaraya (yang berbulan-bulan mati perlahan karena asap) atau warga Papua (yang lahan penghasilannya lagi-lagi diserobot Freeport) kalau ditawari ikut Bela Negara ini?

“Kenapa saya harus Bela Negara, kalau negara nggak ngebela saya?” Nah, lho!

***

Jadi, setelah saya jabarkan kabar baik dan kabar buruk tentang Bela Negara ini, setuju nggak kamu dengan program Bela Negara? Kalau enggak, apa alternatif yang lebih baik, efektif, dan konkret?

(sumber gambar: Tribun News, Suara Pembaruan, RRI, Info Terkumpul, Today Online, Straits Times, SCMP, Tempo)

POPULAR ARTICLE
LATEST COMMENT
syakila putri | 20 hari yang lalu

terimakasih atas informasinya. kunjungi website kami untuk informasi lebih lanjut https://unair.ac.id/

Bedah Peluang, Daya Tampung, serta Biaya Kuliah Jurusan Kedokteran dan Kedokteran Gigi Terbaik di Perguruan Tinggi Negeri
Muhamad Rifki Taufik | 1 bulan yang lalu

4 Langkah menulis naskah film yang sangat bagus untuk mengembangkan skill penulisan saya. Terima kasih untuk ilmu yang bermanfaat.

4 Langkah Menulis Naskah Film yang Baik Bagi Pemula
Al havis Fadilla rizal | 2 bulan yang lalu

Open pp/endorse @alfadrii.malik followers 6k minat dm aja bayar seikhlasnya geratis juga gpp

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 3 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 11,6 followers dm ya bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 3 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 1,6 followers dm ya, bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Dibuat dan dikembangkan di Jakarta, Indonesia Hak Cipta Dilindungi 2015 - 2024 PT Manual Muda Indonesia ©
Rencanamu App

Platform Persiapan Kuliah & Karir No 1