Curhatan Kabut Asap dari Kalimantan
- Oct 08, 2015
- Youthmanual
Oleh Putri Prameshwari
Selain ngecek HP, apa sih, yang enak dilakukan pas bangun tidur? Buat saya, wajib buka jendela rumah dan kamar, lalu hirup udara pagi. Segarnyaaah! Ya, kecuali kamu tinggal di sebelah tempat pembuangan sampah (kok, ciyan anet?).
Saya tinggal di Balikpapan, Kalimantan Timur. Gaes, kalau kalian pikir Indonesia isinya cuma Pulau Jawa dan Pantai Kuta aja, coba deh, sekali-kali main ke Kalimantan. Banyak hutan di tengah kota dan lautnya pun oke banget buat spot diving.
Anyway, salah satu hal yang paling saya suka dari Balikpapan adalah kualitas udaranya yang sangat bersih. Yang namanya polusi itu hampir nggak ada, deh.
Sayangnya, Balikpapan ikutan terkena dampak kabut asap. Hilang sudah udara segar di pagi hari. Digantikan dengan bau asap yang bikin tenggorokan serasa tebel. Apalagi kulit muka. Kapas langsung jadi cokelat tiap kali bersihin muka, kaaak! *Hiks!
Udara Balikpapan-ku dulu tak begini
Memang sih, asap di sini nggak separah di Palangkaraya, Jambi, atau Riau. Biasanya, asap muncul setelah Subuh sampai jam 11 pagi, lalu perlahan menipis. Jarak pandang juga masih cukup lah, buat manggil tukang bubur ayam di ujung jalan. Tapi, keadaan ini aja udah sangat mengganggu buat saya yang seumur-umur baru mengalami terkena asap.
Saya nggak bisa membayangkan gimana warga Jambi, Riau atau Palangkaraya bisa bertahan dengan udara di sana.
Kabut asap menyelimuti Jambi.
Tau nggak, menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) seperti dikutip Kompas.com, kebakaran hutan tahun ini terjadi serempak di di Sumatera dan Kalimantan. Sementara itu, kemarau panjang plus langkanya hujan memperparah keadaan. Usaha pemadaman pun makin sulit dilakukan.
Sementara CNN Indonesia menerangkan kalau Indeks Pencemaran Udara di Riau tahun ini mencapai 984 psi, jauuuuh melebihi ambang batas aman yang cuma 350 psi. Kualitas udara yang sangat buruk tersebut bikin banyak warga menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).
Pencemaran udara di Riau, 3 kali lipat di atas batas aman.
Trus, menurut BNPB, sudah sekitar 300 ribu penduduk menderita penyakit terkait kabut asap seperti ISPA, sakit mata, iritasi kulit dan sebagainya. Huft!
Setiap buka jendela rumah pagi-pagi--dan biasanya langsung saya tutup lagi lima menit kemudian, nggak tahan!--saya coba bayangin kalau kondisinya seperti di Palangkaraya yang hanya memiliki jarak pandang 100-400 meter. Ini sukses bikin saya bergidik ngeri. Cuma sebentar aja sih, ngerinya. Sisanya kzl!
Kenapa kok, Balikpapan bisa kena asap juga, padahal sehari-hari kota ini bersih sekali? Kenapa, kok, udara bersih jadi sebuah privilege yang susah sekali didapat? Kesel sama siapapun yang TEGA bakar lahan sampai bisa kebakaran serempak di dua pulau. Kalo mau aksi serempak mbok ya, flash mob aja sana. Juga kesel mikirin apa yang bisa saya lakukan buat mengatasi asapnya. Ya, masa’ saya ikutan nyiramin air di hutan.
Jadi apa dong, yang bisa kita lakukan?
Menurut saya, setiap manusia pasti bisa melakukan sesuatu untuk menjadikan dunia lebih baik. Termasuk dalam kasus kabut asap ini. Jangan cuma diam aja! Walaupun nggak bercita-cita jadi pemadam kebakaran yang bisa bantú menghalau api, we can still do something, seperti:
Ikutan petisi
Dengan ikut berpartisipasi melalui petisi, kita sudah berkontribusi mendorong perubahan, lho. Beberapa petisi terkait kabut asap ini sudah banyak kok, beredar di medsos. Cek aja di google atau buka change.org.
Beli masker yang banyak.
Dalam wujud yang lebih nyata, kita bisa ajak teman-teman ngumpulin masker N95 buat disumbangin ke daerah darurat asap. Masker jenis ini lebih efektif menyaring racun yang terbawa asap, dibanding masker biasa.
FYI, aktivis muda dari Singapura–yes, negara ini ikutan kebagian asap-- membagikan masker kepada warga Palangkaraya. Mereka juga mengajari gimana cara memakai masker yang benar.
Aksi membagikan masker oleh aktivis asal Singapura.
Kebutuhan sehari-hari
Selain masker, para penduduk yang "terkepung" asap pasti memerlukan bantuan untuk kebutuhan hidup sehari-hari, seperti sabun, pasta gigi, susu, makanan bayi dan sebagainya. Mau keluar rumah saja sulit, apalagi kalau harus ke pasar untuk belanja.
Sansevieria
San what? Sansevieria atau tanaman lidah mertua dikenal akan manfaat canggihnya yang bisa menyerap sampai 107 jenis polutan di udara. Kita bisa mengumpulkan tanaman ini dan dikirim ke tempat-tempat yang terkena kabut asap.
Menyumbang uang
Masih terlalu malas buat bergerak? Ya udah, ke ATM gih sana, terus transfer sebagian uang bulananmu ke organisasi yang bisa menyalurkan bantuan.
Percaya atau nggak, a little really goes a long way. Satu gerakan kecil yang kita lakukan pasti akan membantu meringankan beban para warga di sana.
***
Dampak kabut asap ini sangat dahsyat, lho. Merugikan bangsa dan negara! BNPB menyebutkan kerugian Indonesia akibat kabut asap tahun ini mencapai lebih dari Rp 20 triliun! Tapi itu baru soal harta.
Di Riau, satu anak meninggal dunia setelah mengalami gagal pernafasan akibat paru-parunya dipenuhi lendir. Bukannya mau nakutin, tapi berapa banyak lagi warga, terutama anak-anak, yang harus menderita karena penyakit yang ditimbulkan asap?
Terlepas dari siapa pelaku pembakaran hutan dan siapa yang harusnya bertanggung jawab, saya yakin semua orang bisa berkontribusi untuk mengakhiri bencana ini. We can must do something!
(sumber gambar: Dok. Putri Prameswari, Kompas, Antara/Rony Muharmman)
Kategori
gimana? udh wisuda?
Ciri-Ciri Proposal Skripsi yang Baik dan Berkualitas (dan Nggak Bakal Bikin Kamu Dibantai Dosen Penguji)ka mau tanya kalo dari smk keehatan apa bisa ngambil kedokteran hewan?
Mengenal Lebih Dekat Dengan Program Studi Kedokteran HewanKak, ada ga univ yang punya jurusan khusus baking and pastry aja?
5 Program Studi yang Cocok Buat Kamu yang Suka Makanansemangat terusss https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/
5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagussemoga selalu bermanfaat kontennya https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/
5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagus