Sisi Minus Sekolah di SMA Unggulan

Bisa sekolah di SMA unggulan merupakan cita-cita banyak orang. Selain soal prestise, SMA unggulan dianggap sebagai kunci kesuksesan masa depan. Bahkan, ketika pemerintah menerapkan sistem zonasi dengan tujuan memeratakan sekolah, alias supaya nggak ada lagi “kasta” SMA unggulan dan SMA nonunggulan, banyak yang protes.  

Tentunya, ada banyak keuntungan yang bisa didapatkan dari sekolah unggulan. Harapannya, SMA unggulan dapat menghasilkan siswa yang unggul, memiliki lingkungan yang kondusif, menjalankan metode belajar mengajar yang inovatif, dilengkapi fasilitas yang mumpuni, dan lain sebagainya.

Nah, tiap sekolah memiliki sistem dan kebijakan masing-masing. Dan kenyataannya, SMA-SMA unggulan bisa saja memiliki kekurangan. Selain itu, sisi minus sekolah di SMA unggulan juga dapat berasal dari diri siswanya. Inilah hal yang perlu kamu antisipasi saat bersekolah di SMA unggulan.

1. Kegiatan belajar mengajar yang biasa saja. Kelebihannya, adalah siswa yang tersaring.

Tentu saja, nggak bisa pukul rata semua SMA unggulan. Namun, Youthmanual sempat ngobrol dengan siswa dan wali murid sekolah unggulan, dan mereka merasa bahwa sekolahnya bisa unggul karena menyaring siswa dengan prestasi akademik yang baik dan relatif rajin. Dan bukan karena sistem yang ada di dalam sekolah.

Yup, lantaran “bibit” alias siswa yang diterima sudah di atas rata-rata, maka tidak mengherankan jika pencapaian nilai sekolah tinggi dan banyak lulusannya yang diterima di perguruan tinggi bergengsi. Sementara kegiatan belajar dan mengajarnya nggak ada yang istimewa.

Itu artinya, kamu nggak bisa hanya ingin masuk SMA unggulan. Tapi mesti cari tahu juga seperti apa kegiatan belajar mengajar di situ, bagaimana pendekatan para pengajar, apa saja inovasi yang dilakukan sekolah, dan lain sebagainya. Nama sebagai SMA unggulan bukan jaminan bahwa situasi belajar di sekolah tersebut sudah ideal.

2. Terlalu fokus pada pencapaian angka.

Ujian dan sistem nilai merupakan salah satu parameter untuk mengukur kemampuan siswa di bidang akademis. Namun ada sekolah-sekolah yang terlalu “mendewakan” skor, sehingga lupa bahwa yang terpenting adalah pemahaman siswa serta perilaku dan mental.

Yang dikhawatirkan, jika terlalu fokus pada angka dan abai pada pendidikan karakter, maka bisa saja siswa menghalalkan segala cara untuk mendapatkan angka yang tinggi. Atau mungkin saja nilai didapatkan dengan cara yang benar, namun karena terlalu fokus pada prestasi akademis, siswa jadi cenderung kaku berkomunikasi, empati kurang terasah, hingga minim kreativitas.

Maka dari itu, boleh saja SMA unggulan memperhatikan pencapaian akademik siswanya, namun jangan sampai melupakan hal-hal lain yang tak kalah penting, seperti pendidikan karakter dan 21st century skills.

3. Pencapaian nonakademis kurang dihargai.

Lagi-lagi, hal ini nggak terjadi di semua SMA unggulan, ya. Namun memang ada sebagian sekolah unggulan yang serupa seperti poin sebelumnya, yaitu terlalu fokus pada pencapaian akademis. Alhasil, siswa yang kurang menonjol dari segi akademis tersisihkan. Padahal, kemampuan dan kelebihan setiap orang berbeda-beda.

Bisa saja, nilai Matematika, Fisika, atau Ekonominya biasa saja, tapi si siswa punya kemampuan memimpin dan berorganisasi yang andal. Atau mungkin saja ia memiliki bakat seni yang potensial bila diasah.

Nah, pihak sekolah perlu juga memperhatikan hal ini, sehingga para siswa bisa diarahkan untuk mencapai potensi terbaik mereka, tanpa melupakan kewajiban akademis.

4. Minim inovasi.

Ini juga nih, yang perlu diantisipasi ketika akan memilih SMA. Bisa jadi ada sekolah yang karena menjadi sekolah unggulan selama bertahun-tahun bahkan puluhan tahun, jadi enggan melakukan inovasi. Mungkin mereka menganggap bahwa sistem dan kondisi seperti inilah yang menjadikan sekolah mereka unggul.

Kami setuju sih, bahwa tradisi yang baik perlu dipertahankan. Namun sekolah juga harus terus berinovasi dan peka dengan perubahan yang ada. Jangan puas berada zona nyaman sebagai SMA unggulan, sehingga merasa nggak perlu lagi mengembangkan sekolah.

Contoh kecilnya saja, sekolah nggak update dengan prodi baru dan perkembangan industri, sehingga informasi tersebut nggak sampai ke siswa. Setidaknya, pengajar BK perlu tahu tentang jurusan baru dan mensosialisasikannya pada siswa.

5. Fasilitas nggak tepat guna.

Seringkali juga kita fokus ke fasilitas apa aja yang dimiliki sekolah. Padahal yang lebih penting adalah bagaimana pemanfaatan fasilitas tesebut.

Percuma aja kalau punya sederet laboratorium atau perpustakaan yang canggih, kalau nggak bisa mendukung kebutuhan siswanya.       

6. Peluang masuk PTN memang lebih besar, tapi…..

Kalau ini lebih kepada salah kaprah mengenai SMA unggulan. SMA unggulan dengan akreditasi A berpeluang menyertakan  50 persen siswa terbaik mereka dalam SNMPTN. Ini berarti:

a. Walau masuk sekolah unggulan, belum tentu kamu bisa ikut SNMPTN, karena hanya 50 persen yang bisa disertakan. Nah, bersaing menjadi 50 persen di sekolah unggulan tentu tidak mudah, bukan?

b. Saat sudah jadi peserta, kamu akan diseleksi dengan sekolah unggulan lain.

Dengan kata lain, masuk sekolah unggulan bukan jaminan kamu bakal masuk SNMPTN atau PTN. Bisa jadi, alumni SMA unggulan tersebut memang banyak yang masuk PTN/kampus bergengsi. Namun, semua kembali lagi kepada usaha si siswa.

7. Merasa superior.

Nah, kalau ini adalah sisi minus masuk sekolah unggulan yang berasal dari diri si siswa. Jadi, ia sudah merasa pintar saat berhasil menembus SMA unggulan. Bahaya orang yang merasa sudah pintar adalah ia jadi nggak semangat lagi untuk terus belajar serta mengembangkan diri. Selain  itu, ia juga jadi meremehkan orang lain, terutama yang sekolah di SMA nonunggulan.

Padahal, masuk SMA merupakan langkah awal menuju masa depanmu. Selamat jika kamu berhasil masuk sekolah yang dicita-citakan.

Namun perjuangan masih panjang, gaes. Masih banyaaaaak sekali hal yang perlu kamu pelajari dan masih banyak pula hal yang bisa dikembangkan dari dirimu. Jadi jagan merasa superior lantaran masuk SMA unggulan, ya. 

8. Jurusan apa aja yang penting SMA unggulan.

Ini juga nih, yang sering kejadian. Bukan berdasarkan minat dan bakat, tapi memilih jurusan IPA, IPS, Bahasa (atau Kejuruan) berdasarkan “asal diterima di SMA tujuan”. Ujung-ujungnya terpaksa menjalani pelajaran di jurusan yang nggak diminati. Mau kuliah pun jadi lebih ribet menentukan prodi. Ciyan!

***

Sah-sah saja bersekolah di SMA unggulan. Namun status unggulan bukan lah segalanya. Hal di atas perlu kamu perhatikan dan antisipasi demi kelancaran dan keberhasilan pendidikanmu.

(sumber gambar: refinery29.com)

POPULAR ARTICLE
LATEST COMMENT
syakila putri | 27 hari yang lalu

terimakasih atas informasinya. kunjungi website kami untuk informasi lebih lanjut https://unair.ac.id/

Bedah Peluang, Daya Tampung, serta Biaya Kuliah Jurusan Kedokteran dan Kedokteran Gigi Terbaik di Perguruan Tinggi Negeri
Muhamad Rifki Taufik | 1 bulan yang lalu

4 Langkah menulis naskah film yang sangat bagus untuk mengembangkan skill penulisan saya. Terima kasih untuk ilmu yang bermanfaat.

4 Langkah Menulis Naskah Film yang Baik Bagi Pemula
Al havis Fadilla rizal | 2 bulan yang lalu

Open pp/endorse @alfadrii.malik followers 6k minat dm aja bayar seikhlasnya geratis juga gpp

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 3 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 11,6 followers dm ya bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 3 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 1,6 followers dm ya, bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Dibuat dan dikembangkan di Jakarta, Indonesia Hak Cipta Dilindungi 2015 - 2024 PT Manual Muda Indonesia ©
Rencanamu App

Platform Persiapan Kuliah & Karir No 1