6 Siswi Pelaku Kasus Video Bullying SMAN 3 Jakarta Dikeluarkan. Apa Komentar Anies Baswedan, Ahok, Tika Bisono, dan Kepala Sekolah?
- May 11, 2016
- Fatimah Ibtisam
Beberapa hari lalu, muncul video bullying yang diduga dilakukan oleh enam siswi SMAN 3, Jakarta, kelas 12 terhadap belasan adik kelas mereka. Menurut berita, gara-garanya karena salah satu senior kelas 12 tersebut ketemu sama empat anak kelas 10 yang mau nonton acara DJ malam-malam. Pas di sekolah, 17 anak kelas 10 “dijejer” para senior kelas 12, tentunya termasuk empat adik kelas yang “dugem” tersebut.
Dalam tayangan video Snapchat berdurasi total 37 detik tersebut, terlihat anak-anak kelas 10 disuruh nunduk dan dimaki-maki dengan kata-kata kasar. Salah satu senior bahkan iseng menuang minuman ringan dan membuang abu rokok ke kepala seorang junior. Ada juga junior yang disuruh memakai bra di luar seragamnya dan merokok kretek.
Reaksi netizen ketika videonya tersebar? Jangan tanya! Gerah abis!
Selain para netizen, para tokoh masyarakat juga tentunya gemes banget. Berikut komentar mereka tentang kasus bullying di SMA tersebut.
Anies Baswedan: “Pelaku bully adalah korban juga.”
“Dalam [bullying], ada dua korban—korban sasaran kekerasan, dan ada korban pelaku kekerasan. Jadi jangan [menganggap] korban, tuh, hanya yang menjadi target… Karena itu, pembinaannya harus [untuk kedua pihak],” kata Pak Anies Baswedan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan via detik.com.
Yup, menurut Pak Anies, pelaku bully juga “korban” yang harus dibina. Iya juga, sih. Apalagi biasanya pelaku bully juga pernah mengalami hal yang sama—alias di-bully seniornya—sehingga dia menganggap tradisi gencet-gencetan ini wajar, bahkan perlu dilakukan.
Kata Pak Anies lagi, “Jangan sampai hukuman membuat [para pelaku bully] makin terjebak dalam lingkar kekerasan. Ini bahaya sekali. Sering sekali kita menghukum demi kepuasan, tapi yang kena sanksi malah jadi makin terjebak dalam lingkar kekerasan."
Menurut Pak Menteri, pelaku bully perlu dikenakan sanksi, tapi sifat sanksinya harus “membina”. Jadi mereka jangan asal dihukum. Kira-kira sanksi apa, ya, yang paling pas untuk pelaku bully? Apakah menahan ijazah SMA atau bahkan nggak meluluskan mereka adalah langkah yang tepat?
Ahok: “Ancam dikeluarkan dari sekolah”
“Orang tua murid ‘kan, sudah tanda tangan bahwa kalau sampai [anaknya menjadi pelaku] bully atau berantem massal, anaknya akan mendapat 100 poin pelanggaran. Artinya, si anak akan dikembalikan ke orang tua, [alias] dikeluarkan dari sekolah,” kata Basuki Tjahja Purnama (Ahok), Gubernur DKI Jakarta, via tempo.co
“Kalau Anda mau [menyekolahkan anak Anda] di sekolah negeri yang disubsidi dari uang rakyat, tapi anaknya mau berantem, ya ke luar aja. Sekolah negeri [lebih baik] diisi oleh murid-murid yang lebih membutuhkan sekolah."
Kayaknya Pak Ahok udah capek, nih, dengan berbagai kasus bullying dan kekerasan pelajar, terutama di sekolah negeri, sehingga beliau mengisyaratkan tindakan tegas.
Trus, menurut beliau, sekolah negeri—yang notabene mendapat subsidi dari uang rakyat—lebih baik diisi sama siswa yang benar-benar ingin sekolah dan nggak mau cari masalah aja, deh.
Dan akhirnya… Keenam siswi tersebut dinyatakan nggak lulus dan dikeluarkan dari sekolah.
“[Mereka tidak lulus]Bukan karena pelajaran, tapi karena karakternya. Tidak lulus dan dikeluarkan dari SMA 3," ujar Ahok, via okezone.com.
Tika Bisono: “Pem-bully biasanya anak bermasalah.”
Menurut psikolog Tika Bisono di detik.com, “[Pelaku bullying] biasanya anak bermasalah yang mencari wadah untuk melampiaskan masalah mereka. Biasanya target pelampiasannya adalah orang-orang yang lemah dan nggak bisa ngelawan.
Sebetulnya si pem-bully butuh bantuan psikologis. [Saran saya], sekolah tetap men-skors mereka, [tapi] sanksi [lain] harus tetap jalan."
Benar nggak, sih, pelaku bullying adalah remaja yang psikologinya bermasalah? Bisa jadi, sih. Namun ada juga, kok, siswa yang pintar dan fine-fine aja, tapi terlibat gencet-gencetan karena ikut-ikutan atau iseng.
Harusnya iseng dan “energi berlebih” mereka ini bisa disalurkan ke hal lain, ya. Iseng ngepelin lantai satu sekolah atau iseng nraktir anak-anak satu sekolah kek, gitu!
Kepala Sekolah SMAN 3: “Niatnya sih bagus…”
“Jadi, empat siswa kelas 10 ini mau nonton DJ di kawasan SCBD, ditemani sama salah satu orangtua. Ternyata mereka ketemu kakak kelas. Niat [kakak kelasnya], sih, bagus, mau memberikan pengarahan kepada adik-adik kelasnya untuk tidak keluar sampai larut malam, tapi caranya salah," begitu kata Ratna Budiarti, Kepala Sekolah SMAN 3 Jakarta di merdeka.com.
Setelah pihak sekolah melakukan investigasi dan dialog dengan pelaku dan korban kasus bullying ini, KATANYA, sih, para murid kelas 12 sebenarnya kepengen “mengarahkan” adik-adik kelas mereka supaya nggak keluar malam. Aaah, masih siiih? Caranya kok ngono, Kak? Kalau mau mengarahkan, kenapa adik-adik kelasnya nggak diajak konsultasi ke guru BP, atau sekalian dikirim ke organisasi kerohanian siswa? Biar dikeramasin, eh, diceramahin yang bener!
Lagian, katanya cara terbaik untuk mengarahkan adalah dengan memberi contoh. Mungkin adik-adik kelas ini pengen nonton DJ karena mencontoh kakak-kakak kelasnya yang nonton juga, yekaaan?
Tapi yang niatnya ingin “menegur” jadi kebablasan dan semua pun jadi runyam. Si senior yang harusnya udah lulus dan lagi sibuk-sibuknya mempersiapkan kuliah, akhirnya dinyatakan nggak lulus SMA karena perilakunya, plus dikeluarkan dari sekolah. Mau ikut ujian ulang pun sulit.
“Jadi kalau mereka mau mengulang [ujian kelulusan] di sekolah lain, di [sekolah] swasta. Karena berdasarkan surat dari Dinas Pendidikan DKI Jakarta, siswa yang terlibat bullying, kekerasan, tawuran, tidak bisa diterima di [sekolah] negeri di DKI Jakarta," jelas Ibu Ratna lagi, via kompas.com.
Jadi berabe!
***
“Duh, kelakuan anak SMA jaman sekarang!” Mungkin begitu reaksi kamu-kamu yang udah lulus SMA… tahun lalu. Hihihi… Maksudnya, pasti nggak cuma orang dewasa yang geleng-geleng baca kasus ini, tetapi juga anak-anak kuliahan.
Mungkin mereka lupa, bahwa gencet-gencetan sudah ada sejak dulu. Bedanya, dulu berita gencet-gencetan nggak gampang tersebar, karena merekam dan mengunggah video nggak semudah sekarang.
Mungkin para mahasiswa juga lupa bahwa kegiatan Ospek kampus pun serupa dengan bullying, karena biasanya kegiatan Ospek mengandung makian, hinaan, dan aktivitas yang menjurus pada kekerasan dan pelecehan. Dalihnya, sih, supaya Maba pada kompak, tahan mental, atau supaya acara Ospeknya lebih berkesan (?). Padahal “maha”siswa adalah pelajar paling tinggi, sehingga seharusnya paling berilmu bin berbudaya, lho.
Jadi, sebelum nge-judge perilaku bullying tadi, kayaknya kita harus tanya ke diri masing-masing, deh—apakah kita benar-benar udah nggak mendorong dan melakukan bullying?
Trus, buat para senior nih, jangan lupa bahwa zaman sekarang, barang bukti gencet-gencetan atau kekerasan terhadap adik kelas gampang banget didapatkan. Kamera bertebaran di mana-mana sis-bro! Selain di-judge Tuhan, perbuatan kalian juga bisa di-judge medsos.
Lagian, di zaman yang sudah penuh dengan persaingan global gini, masih sempat aja ngurusin status “senior-junior”? Ingat, di saat kamu sibuk gencet-gencetan, banyak anak muda lain yang sibuk jadi volunteer, les bahasa ini-itu, mulai bikin startup, bahkan keliling dunia!
Rugi ah, sob.
(sumber gambar: nobullyzoneid.blogspot.com, beritasatu.com, @angrilukman, qofm11.blogspot.com)
Kategori
gimana? udh wisuda?
Ciri-Ciri Proposal Skripsi yang Baik dan Berkualitas (dan Nggak Bakal Bikin Kamu Dibantai Dosen Penguji)ka mau tanya kalo dari smk keehatan apa bisa ngambil kedokteran hewan?
Mengenal Lebih Dekat Dengan Program Studi Kedokteran HewanKak, ada ga univ yang punya jurusan khusus baking and pastry aja?
5 Program Studi yang Cocok Buat Kamu yang Suka Makanansemangat terusss https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/
5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagussemoga selalu bermanfaat kontennya https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/
5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagus