Mungkin kamu sama seperti saya, setiap hari miris melihat berita para pengungsi dari Suriah yang makin kesini makin banyak yang luntang-lantung. Karena banyak yang nekat menorobs perbatasan negara lain, banyak yang meninggal, dan hampir semua terpisah dari orang-orang tersayang mereka. Tapi tau nggak, kenapa jutaan orang Suriah harus eksodus begitu? Ada apa di negara mereka? Kenapa bisa terjadi perang sipil di Suriah?

Ngaku aja, mungkin kadang kamu malas mengikuti berita secara lengkap, apalagi berita politik dan dunia. Akibatnya, kamu jadi hanya tahu isu-isu dunia secara sepotong-sepotong. And that can be a dangerous and ignorant thing.

Sudah waktunya kita memahami isu-isu dunia secara lebih menyeluruh. Kita mulai dari Suriah.

***

Sebelum masuk ke akar penyebabnya, let’s look at the facts of the great Syrian refuge of 2015.

Perang sipil di Suriah sudah berlangsung sejak kurang lebih 2011. Lebih dari 250,000 orang meninggal, setengah diantaranya adalah warga sipil, seperti aku, kamu, dan keluarga kita.

Sejak 2011, hampir 12 juta orang—setengah populasi Suriah—terpaksa terusir dari rumahnya, akibat serangan bom dan senjata kimia dimana-mana.

April 2013 - Seorang bocah Suriah dengan senjata AK-47 di kawasan Sheikh Maqsud, kota Aleppo, yang mayoritas populasinya adalah kaum Kurdi.

Mei 2013 - Para pemberontak Suriah yang sedang bentrok dengan tentara rezim di kota Aleppo

7,6 juta orang luntang-lantung di dalam negara Suriah, sementara 4 juta lainnya kabur ke negara-negara tetangga—Yordania, Irak, Lebanon, dan Turki.

April 2013 - Reruntuhan di Doir al-Zor

Maret 2013 - Seorang anak Suriah terluka akibat bom dari pesawat perang di kota Hanano, Alappo

Mei 2013 - Makam pejuang kaum Islam Syi'ah di Damaskus

Ribuan orang kabur dari Suriah setiap hari. Tahun 2012 = 100,000 pengungsi. April 2013 = 800,000 pengungsi. Agustus 2013 = 1,6 juta pengungsi. 2015 = 4 juta pengungsi. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, inilah jumlah pengungsi terbesar yang pernah ada.

Sebuah penampungan di Suriah

Banyak pengungsi yang nekat menyebrang Laut Mediterania untuk mencapai dataran Eropa, seperti Yunani. Banyak yang meninggal di tengah perjalanan. Bagi yang berhasil, kondisi di penampungan negara baru pun belum tentu lebih baik. Banyak juga negara yang nggak mau menampung pengungsi, bahkan punya sikap anti-pengungsi. Tau soal kamerawati ngeselin ini 'kan?

Kapal pengungsi yang terbalik di tengah laut

Syrians gamble with their lives, karena kabur dari negara Suriah sama aja bahayanya dengan bertahan disana. Mereka harus mengendap-endap malam-malam, dengan resiko ditembak sniper atau ditangkap oleh tentara yang menginginkan mereka ikut perang aja di Suriah.

Nekat menerobos kawat berduri di perbatasan Serbia dengan Lebanon

Warga yang awalnya masih bertahan di Suriah biasanya memutuskan kabur kalau keluarga terdekatnya sudah ada yang meninggal karena perang. Enough is enough!

Di negara tetangga, nggak semua pengungsi bisa tinggal di penampungan. Banyak yang nggak bisa ketampung, sehingga harus hidup di kandang ayam atau gudang rumah siapapun yang mau menerima mereka.

Omar, seorang terapis fisik sedang bermain dengan bocah pengungsi Suriah di sebuah penampungan di Lebanon

Migrasi besar-besaran ini otomatis menimbulkan pro-kontra dan isu-isu baru di negara-negara yang menampung mereka. Bayangin aja, saking banyaknya jumlah pengungsi yang harus ditampung, sampai tercipta kota-kota baru khusus untuk para pengungsi. Tentu saja, ada masyarakat yang bisa menerima kondisi ini, ada yang enggak.

***

Jadi apa akar permasalahan dari ini semua? Klik disini, kamu pasti nggak nyangka!

(sumber gambar: The Atlantic, Aljazeera America, NY Post, Debating Europe)