Katanya, Punya Kebanyakan Akun Medsos Bisa Memicu Depresi!
- Mar 18, 2017
- Nadia Fernanda
Di zaman serba digital ini, media sosial sudah menjadi kanal favorit masyarakat untuk dapat selalu keep in touch dengan dunia luar yang terasa tanpa batas. Apalagi anak muda seperti kamu yang lebih tech savvy dibanding generasi-generasi di atas kamu, kalau belum nyobain platform medsos terbaru, rasanya nggak greget!
Sekarang, deh, coba hitung berapa banyak akun medsos yang aktif dan terpasang secara bersamaan di smartphone kamu. Kalau jawabannya lebih dari empat, hati-hati, sob—kamu memiliki peluang terkena depresi yang lebih tinggi!
Hah? Kok bisa gitu?
Menurut hasil penelitian tim asal University of Pittsburgh, orang-orang yang aktif dalam tujuh dari sebelas situs media sosial paling populer—Facebook, YouTube, Twitter, Google Plus, Instagram, Snapchat, Reddit, Tumblr, Pinterest, Vine, dan LinkedIn—memiliki tiga kali peningkatan risiko terhadap depresi dan kecemasan (anxiety) dibanding mereka yang hanya memiliki satu-dua media sosial atau nggak sama sekali, bahkan dengan total waktu penggunaan medsos yang sama.
Dari sini, para peneliti nggak menutup kemungkinan bahwa hubungan antara menggunakan banyak akun medsos di satu waktu dan gejala depresi memiliki hubungan sebab-akibat langsung. Duh!
Ketika menggunakan banyak platform sekaligus, asumsi awalnya adalah kamu mencari tahu platform mana yang terasa paling nyaman untuk kamu mengekspresikan diri serta membuat kamu merasa diterima oleh komunitas pengguna di dalamnya, atau sekadar menghibur diri di waktu luang. Bener, nggak?
Namun, hal inilah yang turut mendorong diri untuk “berusaha keras” mempertahankan eksistensi kamu di tiap-tiap platform, kemudian tekanan ini memicu gejala depresi. Misalnya, seorang selebgram dengan ribuan followers yang harus kuat dihujani hate comment, dan di saat yang bersamaan ia harus tetap tampil profesional di mata publik.
Multitasking + blunder = emosi negatif
Menggunakan berbagai platform medsos secara bergantian di waktu yang bersamaan alias multitasking akan berdampak pada kesehatan mental penggunanya. Menurut penelitian terdahulu yang dilakukan di Stanford University, multitasking terbukti sebagai metode penyelesaian tugas yang kurang produktif daripada menyelesaikannya satu demi satu, yang hanya akan menimbulkan lebih banyak kerugian daripada keuntungan.
Multitasking pun sangat terkait dengan hasil kesehatan kognitif dan mental yang buruk. Jika kamu terbiasa menerima beberapa aliran informasi elektronik seperti notifikasi, kamu cenderung tidak mampu memperhatikan, mengingat informasi, atau beralih dari satu tugas ke yang lain sebaik orang-orang yang menangani satu hal pada suatu waktu.
Trus, semua platform medsos punya satu “aturan tak tertulis, asumsi budaya, dan keistimewaan” masing-masing. Hal inilah yang bisa bikin kamu mumet sendiri ngikutin “aturan-aturan” tersebut untuk dapat mengurus dan mengelola profil dunia maya ketika intensitas penggunaan akun medsos tersebut semakin bertambah. Pastinya bakal mempengaruhi suasana hati, pemikiran, dan emosi kamu ke arah yang negatif, ‘kan?
Semakin banyak platform medsos yang kamu jelajahi, semakin banyak peluang blunder medsos yang bisa kamu ciptakan. Kalau “tertelan” mentah-mentah, blunder ini bisa menjadi isu viral yang berujung pada rasa malu yang berulang—semakin rame blunder kamu dibahas dan semakin banyak di-share, semakin sering kamu harus mengalami bad flashback (aih) yang berujung pada penyesalan. Stres mental seperti ini bisa mengganggu kesehatan kognitif kamu, gaes!
Tapi, nggak selamanya medsos membawa dampak buruk, kok!
Kalau kamu anak muda yang cerdas, kamu juga harus mengerti bahwa bahwa medsos nggak selalu berdampak negatif. Menjadi netizen aktif dalam berbagai platform medsos bukan berarti bisa selalu pamer, tapi juga bisa memberikan manfaat positif dalam cara memberikan sesama penggunanya rasa keterlibatan dalam masyarakat, membantu orang untuk merasa tidak sendirian, merasa didukung, dan memiliki harapan.
Maka dari itu, penting bagi kamu untuk memahami arah kaitan antara sosial media dan depresi. Jika penggunaan media sosial dapat menyebabkan atau malah memperparah depresi, kamu harus tahu betul apa alasan di baliknya dan berusaha menjauh dari platform tersebut. Semua tergantung dari kesadaran diri sendiri, lho. Jika kamu nggak berniat untuk memulai, maka kecil kemungkinan untuk bisa lepas dari risiko tersebut.
Di sisi lain, jika orang-orang yang depresi beralih ke media sosial untuk mencari dukungan emosional—dan ternyata terbukti bahwa hal itu memang membantu—maka kamu mungkin benar-benar ingin mendorong penggunaan medsos di kalangan penderita depresi, seperti membuat komunitas dukungan atau semacamnya.
Intinya, semua akan kembali lagi kepada kesadaran kamu dalam pentingnya menemukan keseimbangan yang sehat dalam berinteraksi di dunia maya. Trus, jangan lupa kalau apa yang biasanya selebram unggah ke lamannya hanyalah realita yang sudah melalui proses editing yang berlapis. Never believe what you see in the internet easily! Hihihi.
(sumber gambar: metro.co.uk, dablabillmeier.com, breakingnews.ie, talentculture.com)
gimana? udh wisuda?
Ciri-Ciri Proposal Skripsi yang Baik dan Berkualitas (dan Nggak Bakal Bikin Kamu Dibantai Dosen Penguji)ka mau tanya kalo dari smk keehatan apa bisa ngambil kedokteran hewan?
Mengenal Lebih Dekat Dengan Program Studi Kedokteran HewanKak, ada ga univ yang punya jurusan khusus baking and pastry aja?
5 Program Studi yang Cocok Buat Kamu yang Suka Makanansemangat terusss https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/
5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagussemoga selalu bermanfaat kontennya https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/
5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagus