Di Balik Glamornya Profesi Reporter Hiburan

Oleh Mariska Tracy

Dari Juli 2010 sampai Juli 2015 kemarin, saya sempat jadi reporter hiburan sebuah majalah remaja perempuan yang superhits di Indonesia. Setiap ada kenalan yang tahu saya adalah reporter hiburan, rata-rata pasti pada iri karena mereka menganggap pekerjaan saya adalah seru dan fun banget.

Apalagi job desc saya adalah meliput soal seleb, konser musik, film, buku, dan hiburan glamor lainnya, sehingga ada banyak banget fasilitas dan kesenangan yang bisa saya nikmati selama bekerja. Eh, tapi jangan salah! Di balik semua itu, ada beberapa fakta pahit yang harus kalian ketahui tentang profesi reporter hiburan.  

Harus Gigih dan Pantang Menyerah

Sebagai reporter hiburan, pastinya saya harus sering ketemu dan wawancara artis. Alhasil, saya sering mendapatkan komen seperti, “Enak, ya, ketemu artis terus!” atau “Enak, ya, bisa temenan akrab sama artis!”

Ceritanya akrab sama seleb musisi Endah & Rhesa. Cieeee!

‘Pala lo enak! Tahu nggak, sih, kalau jadwal seleb itu padat dan susah banget ditebak? Beda tipis, deh, sama jadwal presiden. Nggak heran kalau mereka pakai jasa manajer untuk mengatur waktu mereka, termasuk waktu untuk wawancara. Nah, nggak semua manajer itu koperatif. Ada yang baik banget kayak Kak Seto, ada juga yang songongnya kayak OKB alias Orang Kaya Baru.

Untuk menghadapi manajer yang songong, diperlukan kesabaran yang ekstra tinggi. Sebagai reporter teladan, kita harus punya karakter gigih dan pantang menyerah, termasuk dalam mengejar ketemuan sama artis. Kalau belum dikabari sama si manajer, kita harus terus kejar kabarnya sampai dapat! Nggak mau kalah sama orang bank yang gigih nawarin kartu kredit ke calon nasabah!

Kalau sudah begini, biasanya saya sampai nggak bisa tidur karena stres dikejar deadline dari editor supergalak. Kalau pun bisa tidur, hal ini pasti kebawa mimpi buruk, sampai saya jadi kebangun (tapi abis itu tetep aja ketiduran, sih #eaaa).

Youthmanual - reporter

Akhirnya saya berhasil mewawancara Nicholas Sean, anak Pak Ahok. Horeeee, happynya bukan maen! *langsung syukuran*

But in the end, meskipun kita harus gigih, etika tetap lebih penting. Kalau saya emang nggak dicuekkin terus-terusan sama manajer sang artis, saya nggak mau maksa, karena reporter yang berkelas tetap harus memerhatikan kesopanan. Ibaratnya kalau chat cuma di-read sama gebetan, mending mundur aja daripada malu.

Menunggu adalah Makanan Sehari-Hari

Nah, kalau pada akhirnya kita sukses mendapatkan jadwal ketemuan sama seleb yang kita incer, belum tentu masalah selesai! Kayak yang tadi saya bilang, jadwal seleb itu kadang susah ditebak, sehingga kita harus sabar menunggu mereka. Padahal menunggu adalah hal yang paling saya benci, lho.

Saat mau wawancara, ada aja hal-hal yang bikin si seleb telat. Mulai dari bangun kesiangan, harus syuting mendadak, ada urusan keluarga, dan lain-lain. Di saat itulah, kita harus menunggu. Menunggunya juga nggak sebentar, lho. Bisa berjam-jam! Sampai-sampai waktu untuk menunggu si seleb tersebut bisa kita gunakan untuk beribadah, makan siang bareng keluarga, krimbat di salon, bahkan keliling dunia (tapi pakai Monopoli).

Youthmanual Reporter

(Ceritanya) Ketemu Harry Styles, tapi saya yang di dalem gedung, lagi nyelesaiin deadline artikel sembari nangis di pojokan.

Kalau nunggu seleb datang ke kantor saya, masih mending, deh, karena seenggaknya saya masih bisa melakukan pekerjaan lain di kantor, meskipun saya tetap aja harus mikirin nasib fotografer yang juga menunggu. Apalagi nggak semua fotografer bisa sabar menunggu. Kadang ada yang harus dibujuk dan diberi pengertian. Aih, padahal saya juga butuh dibelai-belai supaya sabar!

Yang paling bikin bete adalah kalau saya harus menunggu seleb yang sibuk syuting sinetron stripping, jadi saya harus mengejar seleb tersebut sampai ke lokasi syutingnya yang kadang luar biasa jauh, sampai di luar kota. Tempat jin buang anak banget, deh.

Tawakal is a Must!

Nggak semua seleb punya karakter yang menyenangkan, malah kadang jauh dengan yang mereka tampilkan di teve. Ada beberapa seleb yang karakter aslinya memang na’udzubillahi min dzalik. Mereka bahkan menganggap reporter itu manusia-manusia hina yang derajatnya dibawah mereka. Ada juga yang aslinya baik, tapi karena lagi bad mood, mukanya jadi asem terus pas ketemu kita.

Kalau sudah begitu, yang bisa kita lakukan adalah tetap tawakkal alias sabar dan pasrah. Jangan sampai terpancing emosi dan ngajak si seleb berantem. Kalau kita ber-tawakkal, seleb yang kita temui bakal lebih respek sama kita dan kerjasama kita dengan mereka ke depannya akan tetap lancar. Pasti tahu dong pepatah ‘Jangan membalas kejahatan dengan kejahatan?’.

Saya pernah, lho, mewawancara seorang seleb cowok yang songongnya selangit, suka merendahkan pertanyaan, suka bertanya balik, dan nggak ramah sama sekali. Tapi saya bisa menghadapi dia dengan sabar dan tawakkal. Saya pasang aja tampang lempeng, seolah-olah saya nggak kesal sama dia sama sekali. Lama-lama wawancara kami jadi lumayan lancar dan berakhir bahagia kayak sinetron Turki. Semua orang pun kagum sama cara saya menghadapi seleb itu.

youthmanual di balik glamornya media

Wawancara paling berat, soalnya saya nggak ngerti bahasa si doggy, hihihi... Untungnya ada Kak Kevin Aprilio yang baik hati.

Gratis, sih! Tapi…

Bagi sebagian orang, nonton konser merupakan sebuah kemewahan karena harga tiketnya biasanya mahal. Kadang kita perlu nabung hingga beberapa windu dulu sebelum tiketnya bisa kebeli. Hal inilah yang bikin orang-orang iri sama reporter hiburan, karena para reporter hiburan bisa mendapatkan banyak privilege, termasuk nonton konser gratis.

Enak sih, bisa nonton konser tanpa keluar duit sepeser pun. Tapi, jujur, nggak senikmat nonton konser pakai duit sendiri, lho. Soalnya, pas nonton konser, kita harus fokus sama semua detail yang ada di konser, seperti kostum yang dipakai sama band-nya, lagu-lagu yang mereka bawakan, suara dan aksi panggungnya, interaksi mereka dengan penonton, bahkan kejadian-kejadian lucu yang nggak terduga. ‘Kan ini lagi liputan, kak! Jadi, boro-boro bisa menikmati konser sambil merem-melek, loncat-loncat, atau nangis-nangis. Justru pas mereka lagi tampil, kita harus sibuk nyatet!

Selain sibuk mencatat, seorang reporter hiburan juga harus melakukan live report di media sosial tentang konser tersebut. Padahal seringkali, sinyal provider di tempat konser tersebut jelek. Kebayang nggak, sih, stres-nya live report dengan sinyal jelek kayak kutu kupret?

youthmanual reporter

Reporter "menikmati" konser Ariana Grande sambil live tweet/live post Instagram, foto liputan, rekam video, plus nyatet segala detail buat bahan artikel. Enjoy aja, sob!

Saya sendiri sejujurnya adalah anak rumahan yang lebih suka mendengarkan musik di CD daripada di konser, sehingga meliput konser adalah kegiatan yang menyiksa buat saya. Bukan cuma menyiksa di tugas, tapi juga menyiksa ketika masuk antrean di tengah keramaian para penonton abege yang bau badan, hihihi…

Kalau Salah Nulis Pasti Dihujat

Semua orang pasti pernah bikin kesalahan, termasuk salah nulis. Reporter juga kadang bikin kesalahan ketika menulis artikel di majalah atau website. Kalau salah nulis di website, sih, masih bisa diubah dengan cepat dan gampang. Nah, yang nggak bisa diubah sama sekali adalah kalau kita salah nulis di majalah yang sudah dicetak dan diedarkan di seluruh Indonesia.

Begitu ada pembaca yang ngeh kita salah nulis, biasanya kita langsung dikritik. Kalau cara mengritiknya halus lewat surat pembaca doang, sih, masih mending. Tapi ada juga, lho, oknum-oknum yang menghujat habis-habisan kesalahan kita di media sosial, hingga seluruh jagat raya tahu. Seolah-olah kesalahan kita fatal banget dan tak termaafkan!

Hal ini sering terjadi saat saya salah nulis tentang bintang K-Pop. Fans-fans fanatik K-Pop beringas-beringas, Kak, apalagi mereka bisa lebih tahu segala macam info mengenai idola mereka daripada reporter.

Youthmanual-reporter

Fans Kpop emang paling setia sama idolanya. Bikin reporter dag-dig-dug kalau sampai salah tulis!

Jadi, ketika kita bikin salah, walaupun hanya seupil, mereka pasti bakal protes garis keras! Kalau sudah begitu, biasanya saya langsung mengurung diri di bawah pancuran shower kamar mandi. Soalnya habis dihujat di media sosial, sayanya tetap aja nggak terkenal. Hiks!

(sumber gambar: Jezebel, Celebgram, Jakwave, Berita Satu, Mariska Tracy)

POPULAR ARTICLE
LATEST COMMENT
syakila putri | 19 hari yang lalu

terimakasih atas informasinya. kunjungi website kami untuk informasi lebih lanjut https://unair.ac.id/

Bedah Peluang, Daya Tampung, serta Biaya Kuliah Jurusan Kedokteran dan Kedokteran Gigi Terbaik di Perguruan Tinggi Negeri
Muhamad Rifki Taufik | 30 hari yang lalu

4 Langkah menulis naskah film yang sangat bagus untuk mengembangkan skill penulisan saya. Terima kasih untuk ilmu yang bermanfaat.

4 Langkah Menulis Naskah Film yang Baik Bagi Pemula
Al havis Fadilla rizal | 2 bulan yang lalu

Open pp/endorse @alfadrii.malik followers 6k minat dm aja bayar seikhlasnya geratis juga gpp

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 3 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 11,6 followers dm ya bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 3 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 1,6 followers dm ya, bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Dibuat dan dikembangkan di Jakarta, Indonesia Hak Cipta Dilindungi 2015 - 2024 PT Manual Muda Indonesia ©
Rencanamu App

Platform Persiapan Kuliah & Karir No 1