Menulis Kisah Perjalanan bersama Windy Ariestanty (1)

Siapa di sini yang doyan travelling? Hampir semua pasti suka, ya. Apalagi kalau gratisan. Uuuu…

Kalau yang suka baca, ada nggak?

Kebetulan saya suka banget dua-duanya, sehingga beberapa waktu lalu, ketika menghadiri event Creative Mornings Jakarta bulan September, saya merasa beruntung karena pembicara di acara tersebut adalah Windy Ariestanty.

Apa? “Siapa tuh Windy Ariestanty?” kata kamu?! Huft, baiklah.

Windy Ariestanty adalah mantan editor-in-chief penerbit Gagas Media Group. Tau Raditya Dika? Nah, Windy Ariestanty pernah menjadi editor buku-buku Radit seperti Kambing Jantan, Babi Ngesot, Manusia Setengah Salmon dan Marmut Merah Jambu. Setelah berkiprah selama lebih dari 10 tahun sebagai editor-in-chief, di awal 2015 Windy memasuki bidang creative communication untuk industri penerbitan di bawah AgroMedia Group.

Windy juga seorang penulis yang suka jalan-jalan alias Penulis Perjalanan (Travel Writer)‍ . Ia sempat menerbitkan Life Traveler, sebuah buku kumpulan kisah-kisah perjalanannya. Dalam buku ini, Windy nggak hanya membahas berbagai destinasi yang pernah ia kunjungi, namun juga interaksinya dengan penduduk dan kebudayaan lokal. Buku narasi ini masuk dalam Anugrah Pembaca Indonesia pada tahun 2012, lho, sampai-sampai Windy seringkali diminta menjadi pembicara internasional.

Nggak hanya itu, Windy juga rutin membuka kelas menulis pop-up bernama Writing Table bersama dua orang temannya.

Pokoknya sibuk, lah!

Sehingga awalnya, saya pikir Windy adalah orang yang sulit dijangkau, seperti gebetan yang hanya bisa dikagumi dari kejauhan #eaaa. Ternyata, begitu ketemu, Windy ramah banget.

Seusai sesi CreativeMornings, Windy pun menyempatkan diri ngobrol sama saya seputar karir dan menulis kisah perjalanan.

Hai, Mbak Windy. Boleh tahu dulu kuliah di mana, dan sekarang bekerja sebagai apa?

Hai juga! Dulu saya kuliah di Universitas Brawijaya Malang, jurusan Administrasi Negara, Kebijakan Publik. Sekarang saya bekerja sebagai Komunikasi Kreatif di Agro Media Group.

Setelah hampir 12 tahun menjadi editor-in-chief untuk Gagas Media Group, Mbak Windy kemudian pindah ke komunikasi kreatif, apa yang membedakan keduanya, Mbak?

Ketika masih bekerja di bidang keredaksian, tentunya saya fokus kepada pengembangan penerbitan dan kepada sisi produk. Saya memperhatikan hal-hal seperti konten buku, penulisnya siapa, buku mau dibuat seperti apa, dan sebagainya.

Sekarang, di bidang komunikasi kreatif, saya lebih fokus kepada komunikasi korporat dan bagaimana cara membina hubungan, misalnya antara penulis dengan para penerbitnya.

Describe your typical working day!

Typical working day saya berbeda setiap hari. Kadang saya harus berada di depan laptop terus-menerus sampai nggak ketemu siapapun seharian. Kadang saya bisa ketemu orang setiap hari, dari satu meeting ke meeting berikutnya. Atau seperti sekarang [di acara CreativeMornings ini], menjadi pembicara.

Sisanya, sih, main aja! Hehehe.

Menurut Mbak Windy, bagaimana agar kita bisa bertahan berkarir sebagai penulis di Indonesia?

Kalau kamu ingin menjadi penulis, kamu harus terus-terusan menulis.

Menulis bukan selalu berarti mengetik naskah di komputer, lalu diterbitkan menjadi sebuah buku, ya. Jaman sudah berubah. Tuntutan untuk penulis juga semakin beragam. Hari gini, penulis adalah seorang creator yang harus bisa fleksibel mengubah karyanya menjadi bentuk-bentuk lain seperti blog, website, naskah film, dan lain sebagainya.

Contohnya, saya suka menulis dan sharing, namun saya juga bisa mengedit naskah. Maka akhirnya saya menjadi editor dan pengajar. Saya pun suka menerjemahkan, jadi saya juga bisa menjadi translator. Dasarnya, sih, sama semua, yaitu menulis. Hanya saja tulisan saya dituntut untuk bisa bertransformasi menjadi karya lain.

Kalau kita fleksibel dan bisa membuat karya tulisan dalam berbagai bentuk, karir kita sebagai penulis nggak akan putus.

Oya, media sosial juga sangat menunjang karir seorang penulis, lho, baik sebagai media latihan—seperti Twitter, dimana kita berlatih menulis efektif dalam 140 karakter—maupun sebagai media promosi.

Tadi Mbak Windy sempat menyinggung soal menjadi pengajar. Ngomong-ngomong soal itu, apakah Writing Table masih aktif?  

Writing Table adalah sebuah kelas menulis mini yang dibuat oleh saya, Hanny Kusumawati dan Nia Sadjarwo. Kelas Writing Table dibuka berdasarkan kebutuhan orang-orang. Apa yang ingin mereka dalami, itulah yang akan kami ajarkan atau share.

Sekarang ini, Writing Table masih jalan. Konsepnya masih pop up—dadakan dan bisa dimana saja. Misalnya, kalau saya dan Hani lagi ke Batam atau Bali, kami bisa saja sekalian mengadakan Writing Table di sana. Apalagi belakangan ini saya senang travelling sambil sharing, karena dari situ saya bisa mendapat temen baru. Dan itu adalah “nutrisi” buat seorang penulis.

Jadi penulis harus berteman seluas-luasnya ya, Mbak? Nggak hanya dengan penulis saja untuk mempertajam skill?

Oh, iya! Penulis harus bisa berteman seluas-luasnya. Setiap orang punya cerita yang bisa kita jadikan pelajaran untuk diri sendiri, bahkan dijadikan inspirasi tulisan.

Boleh share, Mbak, masukan untuk penulis muda/pemula?

Tiga poin masukan dari saya:

1. Ide, tuh, nggak harus bombastis, lho. Ide bisa didapat dari mana saja, baik dari pengalaman pribadi maupun pengalaman orang-orang sekitar.

2. Menulislah dengan cepat. Hasil tulisan cepat biasanya buruk, tetapi nggak apa-apa. Kemudian editlah tulisan burukmu dengan baik sehingga menjadi tulisan yang baik.

3. Jangan minder! Hari gini, anything is possible. Mereka yang bukan siapa-siapa bisa jadi tokoh besar. Raditya Dika juga dulu mengirimkan naskah bukunya ke penerbit saat ia masih berstatus mahasiswa. Naskahnya pun nggak langsung disetujui. Radit harus melewati proses yang sama dengan penulis lainnya, yaitu merevisi naskah berulang-ulang. Jadi jangan minder. Coba dulu!

***

Nope, we’re not done yet! Di bagian kedua nanti, kita mulai tanya-tanya Windy soal travelling. So, stick around!

POPULAR ARTICLE
LATEST COMMENT
Muhamad Rifki Taufik | 17 jam yang lalu

4 Langkah menulis naskah film yang sangat bagus untuk mengembangkan skill penulisan saya. Terima kasih untuk ilmu yang bermanfaat.

4 Langkah Menulis Naskah Film yang Baik Bagi Pemula
Al havis Fadilla rizal | 1 bulan yang lalu

Open pp/endorse @alfadrii.malik followers 6k minat dm aja bayar seikhlasnya geratis juga gpp

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 2 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 11,6 followers dm ya bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 2 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 1,6 followers dm ya, bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
AtomyFirst Chanel | 2 bulan yang lalu

Open PP @houseofshirly foll 427k @Idea_forhome foll 377k @myhomeidea_ foll 270k. Harga Paket lebih murah. DM kami yaa..

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Dibuat dan dikembangkan di Jakarta, Indonesia Hak Cipta Dilindungi 2015 - 2024 PT Manual Muda Indonesia ©
Rencanamu App

Platform Persiapan Kuliah & Karir No 1