3 Elemen yang Bikin Bumi Manusia Jadi Karya Sastra yang Hits
- Oct 13, 2015
- Dian Ismarani
“Apaaa?! Kamu belum pernah baca Bumi Manusia?!”
Begitu komen salah seorang sahabat saya, yang “ngamuk” ketika dia tau saya belum pernah baca buku Bumi Manusia yang fenomenal.
Di kalangan anak sastra dan book junkie, Tetralogi Buru karya Pramoedya Ananta Toer emang jadi semacam bacaan wajib. Tetralogi ini terdiri dari Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca. Saking hitsnya, Bumi Manusia bahkan sudah diterjemahkan ke 34 bahasa.
Didorong amukan sahabat, plus keinginan untuk merayakan bulan bahasa dan sastra pada Oktober ini, saya akhirnya menyempatkan diri membaca buku yang mengangkat setting Surabaya tahun 1898-1918 ini.
Meski alurnya agak lambat, Bumi Manusia punya plot cerita yang bikin saya nggak bisa berhenti baca. Seru abis! Bikin lupa makan, lupa mandi, sob! Untung nggak lupa nama pacar sendiri #eaaa
Buku ini bercerita tentang kisah seorang pemuda prinumi bernama Minke yang diajak teman sekelasnya, pemuda Belanda bernama Suurhof, untuk berkenalan dengan keluarga terpandang Mallema.
Niat awal Suurhof, sih, sebenernya pengen mempermalukan Minke di hadapan keluarga Belanda. Tapi tanpa disangka, kehadiran Minke di rumah keluarga Mallema justru menarik perhatian Nyai Ontosoroh, sang nyonya rumah, dan putrinya, Annelies. Bahkan pemikiran Minke yang berani dan berbeda dari kebanyakan cowok bikin Minke dan Annelies jadi akrab. Kedekatan mereka berlanjut menjadi kisah cinta dan mereka akhirnya menikah. Ihiy!
Di lain pihak, Minke juga kagum banget sama Nyai Ontosoroh yang mempunyai pandangan cerdas dan mempu mengurus perusahaan keluarga Mallema sendirian.
Tapi, Robert Mallema, anak laki-laki di keluarga tersebut, merasa cemburu dan ingin meyingkirkan Minke. Robert merencanakan penjemputan paksa supaya Minke pergi. Ia juga mengatur pembunuhan Minke. Duh!
Selain konflik tentang Minke, buku ini juga mengangkat konflik internal keluarga Mallema. Maurits, sepupu Robert, memperkarakan Nyai Ontosoroh dan Annelies ke pengadilan Belanda karena Maurits menganggap mereka menguasai harta keluarga.
Ujung-ujungnya? Nyai Ontosoroh nggak boleh menyandang nama Mallema lagi, trus hartanya diambil. Yang paling bikin sedih adalah ketika Annelies diseret pulang ke Belanda. Pernikahan Minke dan Annelies pun nggak pernah dianggap sah. Ending-nya? Baca sendiri, deh!
Sering dibuat pementasan teaternya juga, lho!
***
Kalau menurut saya, ada tiga elemen utama yang bikin buku ini keren banget.
1. Elemen Manusia
Jangan anggap remeh si manusia, yang kelihatannya begitu sederhana; biar penglihatanmu setajam mata elang, pikiranmu setajam pisau cukur, peradabanmu lebih peka dari para dewa, pendengaranmu dapat menangkap musik dan ratap-tangis kehidupan; pengetahuannmu tentang manusia takkan bakal bisa kemput.
Karakter-karakter yang ditampilkan Bumi Manusia memang top banget. Ada Minke, laki-laki Jawa yang berpendidikan tinggi. Bukannya memilih hidup tenang dan enak, ia malah berani mengambil resiko dan membahayakan hidupnya dengan nggak mengikuti adat.
Trus ada Nyai Ontosoroh, seorang perempuan pribumi yang dipandang sebelah mata dan dianggap hanya sebagai simpanan seorang tuan Belanda, meski sebenarnya Nyai punya pemikiran dan ketangguhan luar biasa. Padahal ia sendiri nggak pernah mengenyam pendidikan formal, lho. Semua dipelajari secara otodidak.
Ada juga karakter yang simpatik kayak Annelies Mellema. Ia cantik banget, lembut banget, dan cinta banget sama keluarganya. Duh, Neng Annelies, bikin gemez aja, deh.
2. Elemen Budaya dan Ilmu Pengetahuan
Dalam hidupku, baru seumur jagung, sudah dapat kurasai: ilmu pengetahuan telah memberikan padaku suatu restu yang tiada terhingga indahnya.
Cerita Bumi Manusia berlatar zaman penjajahan Belanda, di mana pribumi dipandang rendah dibandingkan bangsa-bangsa Eropa. Nggak cuma konflik politik dan perlawanan, pada masa ini juga banyak terjadi konflik budaya dan batin. Pokoknya galau banget, deh!
Misalnya, saat adegan Minke pulang ke ayahnya. Pada adegan tersebut, Pramoedya menggambarkan pertentangan besar diantara mereka berdua. Minke yang mengagungkan ilmu pengetahuan sangat menentang budaya Jawa, terutama prosesi sembah pengagungan. Menurutnya, hal tersebut merupakan penghinaan dan merendahkan diri. Sebaliknya, sang ayah sangat saklek dengan adat istiadat Jawa.
3. Elemen Penulisan dan Bahasa
“Kita kalah, Ma,” bisikku.
“Kita telah melawan, Nak, Nyo, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya.”’
Saya jatuh cinta setengah mati pada penulisan dan pemilihan kata-kata di buku Bumi Manusia ini. Bikin serasa masuk ke mesin waktu, dan tiba-tiba, wusss! Saya kembali ke era Indonesia pra-kemerdekaan.
Bahasa dalam buku ini memang agak kaku bagi kita yang nggak biasa mendengarnya, namun sebenarnya murni dan indah. Trus, dialognya enak banget dibaca. Beda banget, ya, sama gaya bahasa zaman sekarang yang bikin rada puyeng, kayak “Leh uga, ucu anet”. Ih, kzl, deh!
***
Kisah pengarang Tetralogi Buru sendiri, Pramoedya Ananta Toer, nggak kalah hebatnya. Pada zaman orde baru, Pramoedya dipenjara tanpa proses pengadilan akibat pemikirannya yang dianggap pro partai Komunis. Di tengah keterbatasan sebagai tahanan di Pulau Buru, Pramoedya mulai menceritakan jilid pertama Bumi Manusia kepada tahanan yang lain. Ia bercerita saat mereka berada di sawah dan di barak tahanan.
Barulah dua tahun kemudian Pramoedya mulai menulis. Itu pun atas jasa beberapa tahanan yang kompakan memperbaiki sebuah mesin ketik tua untuk beliay.
Pramoedya dibebaskan tahun 1979 setelah dipenjara selama 14 tahun. But wait! Beliau masih jadi tahanan rumah sampai tahun 1992. Duh, semangat Pak Pramoedya untuk berkarya meski dalam kondisi terpenjara bener-bener inspiratif, deh.
FYI, Bumi Manusia pernah dilarang peredarannya di tahun 1981, lho. Buku ini dinyatakan sebagai bacaan terlarang di Indonesia karena dituding membawa paham Marxisme-Leninisme dan Komunisme.
Walau sempat ditentang sana-sini, karya-karya Pramoedya mendapat banyak penghargaan. Dan kini, kabarnya, Bumi Manusia juga bakal difilmkan. Wah, penasaran!
(Sumber foto: Flickmagazine, Kompasiana, Selasar)
Kategori
gimana? udh wisuda?
Ciri-Ciri Proposal Skripsi yang Baik dan Berkualitas (dan Nggak Bakal Bikin Kamu Dibantai Dosen Penguji)ka mau tanya kalo dari smk keehatan apa bisa ngambil kedokteran hewan?
Mengenal Lebih Dekat Dengan Program Studi Kedokteran HewanKak, ada ga univ yang punya jurusan khusus baking and pastry aja?
5 Program Studi yang Cocok Buat Kamu yang Suka Makanansemangat terusss https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/
5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagussemoga selalu bermanfaat kontennya https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/
5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagus