Apa, Sih, yang Membedakan Kritik yang Membangun dengan Kritik yang Menjatuhkan?
- Jan 07, 2017
- Nadia Fernanda
Apa pun yang kamu lakukan dalam kehidupan sehari-hari, pasti nggak pernah lepas dari kritikan. Begitu juga dengan kamu yang pasti pernah mengkritisi sesuatu, baik dengan sengaja atau tanpa kamu sadari.
Memberikan kritik memang bukan perkara sulit, namun menerimanya tentu bisa menjadi hal yang sangat berat dan nerve-wrecking. Namun, tentu saja hal ini tergantung pada perspektif si penerima kritik dalam “menelan” kritikan tersebut, karena pada hakikatnya kritik hanya terbagi menjadi dua jenis, yaitu kritik yang membangun dan kritik yang menjatuhkan.
Apalagi, zaman sekarang, banyak banget anak muda yang nggak bisa menerima kritik dengan lapang dada. Saking sulitnya membedakan, kritikan yang baik dan membangun pun nggak jarang dianggap sebagai suatu “serangan” untuk membuat mereka terpuruk. Duh!
Maka dari itu, biar dikit-dikit nggak senggol-bacok cuma gara-gara salah paham dengan kritikan, ada baiknya kamu sebagai penerima dan pemberi kritik untuk memahami perbedaan kritik yang membangun dengan kritik yang menjatuhkan terlebih dahulu.
1. Kritik yang membangun sangat mendetail dan spesifik, sedangkan kritik yang menjatuhkan sangat umum dan absurd.
Secara kasat mata, kritikan yang membangun memang terdengar menyakitkan, karena benar-benar menunjukkan segala kekurangan dan kesalahan yang kamu buat dengan sangat terperinci. Malu-maluin banget, lah.
Tapi, hal itu dilakukan dengan maksud yang baik, kok, sob. Soalnya, dengan mengetahui kesalahan dan kekurangan kamu dari sudut pandang lain, kamu bisa lebih mawas diri dan dapat mengevaluasi diri untuk berkembang dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. Bayangin, deh, kalau nggak ada yang memperingatkan kamu soal kekurangan dan kesalahan yang kamu buat. Kalau keterusan, malunya makin numpuk!
Sedangkan kritikan yang menjatuhkan terdengar lebih umum dan setengah hati, sehingga kamu yang menerimanya pun tidak dapat memahami maksud apa yang ingin disampaikan oleh si pengkritik.
Misalnya, ada yang mengkritik kalau penampilan kamu nggak enak dipandang. Tentunya kamu akan berpikir berkali-kali: apakah yang salah dari penampilan kamu? Apakah pakaian yang kamu kenakan nggak kece? Atau ada kotoran yang menempel di wajah kamu? Kamu nggak tahu apa yang salah dengan diri kamu sehingga kamu pantas diberikan kritik seperti itu. Jadi, alih-alih menunjukkan kekurangan dan kesalahan kamu secara spesifik agar kamu dapat memperbaikinya, kritikan seperti itu lebih terasa seperti seakan membuat kamu merasa rendah.
2. Kritik yang membangun terkesan objektif, sedangkan kritik yang menjatuhkan terkesan subjektif.
Pernahkah kamu memiliki atau melakukan sesuatu hal yang mencolok, namun kritikan yang kamu terima malah tertuju pada diri kamu, bukan pada hal yang kamu miliki atau lakukan?
Kalau jawabannya ya—congratulations, kamu baru saja menerima kritik yang menjatuhkan!
Gini, deh. Kamu pasti memiliki atau melakukan sesuatu karena alasan tertentu, entah karena kamu ingin mendapatka pujian atau memang karena kamu memang suka dengan hal tersebut. Dengan kata lain, perhatian seharusnya tertuju pada apa yang kamu miliki atau lakukan, BUKAN kamu yang memiliki atau melakukannya.
Masih bingung? Coba perhatikan dua kritik di bawah ini.
“Saya nggak suka dengan lukisan anda. Coba saja anda menggunakan warna yang lebih cerah, pasti hasilnya bisa menjadi lebih baik.”
“Saya nggak suka dengan lukisan anda. Coba saja anda memiliki selera seni yang lebih bagus, pasti hasilnya bisa menjadi lebih baik.”
Di kritikan pertama, pengkritik bersifat objektif karena menampilkan kesalahan dari apa yang dilakukan oleh si terkritik, sehingga ia bisa memahami opini orang mengenai apa yang dia lakukan. Sedangkan kritik yang kedua malah menampilkan kesalahan intrinsik yang belum tentu relevan dengan apa yang dilakukan oleh si terkritik, sehingga hanya akan menjatuhkan mentalnya saja tanpa berkontribusi apa pun untuk memperbaikinya.
3. Kritik yang membangun memberikan solusi, sedangkan kritik yang menjatuhkan hanya membuat kamu merasa nggak berguna.
Ini, nih, perbedaan yang paling terasa di antara kritik yang membangun dengan kritik yang menjatuhkan. Soalnya, kritik yang membangun pastinya diiringi oleh wejangan yang bisa kamu pertimbangkan untuk membuat diri kamu menjadi pribadi yang lebih baik.
Memang yang namanya kritik itu terdengar nggak menyenangkan, apalagi kalau sudah terkesan membandingkan dan menggunakan kata-kata kiasan yang “menyindir”. Tapi, hal itu dapat membantu kamu dalam merefleksikan diri atas kekurangan dan kesalahan yang kamu perbuat. Maka dari itu, jika kamu menemukan saran atau solusi yang nyata di ujung kritikan yang kamu terima, sudah pasti kritik itu adalah kritik yang membangun.
Dengan memberikan solusi di setiap kritikan, tandanya si pengkritik memberi perhatian kepada kamu untuk dapat berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Kamu yang menerima kritik seperti ini tentunya harus bersyukur, gaes!
Di sisi lain, jika yang kamu terima adalah highlight mengenai kekeliruan dan kejelekan yang nggak ada habisnya—dan kamu merasa sama sekali tidak merugikan orang lain dengan tindakan yang kamu lakukan, sudah pasti kritik itu bertujuan untuk membuat kamu merasa tidak nyaman dan menurunkan self-esteem kamu. Nggak sehat banget, ih. Lebih baik diangap angin lalu aja, ya. Hihihi.
Stay positive!
(sumber gambar: squarespace.com, comicsforbeginners.com, vecteezy.com, 9gag.com)
gimana? udh wisuda?
Ciri-Ciri Proposal Skripsi yang Baik dan Berkualitas (dan Nggak Bakal Bikin Kamu Dibantai Dosen Penguji)ka mau tanya kalo dari smk keehatan apa bisa ngambil kedokteran hewan?
Mengenal Lebih Dekat Dengan Program Studi Kedokteran HewanKak, ada ga univ yang punya jurusan khusus baking and pastry aja?
5 Program Studi yang Cocok Buat Kamu yang Suka Makanansemangat terusss https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/
5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagussemoga selalu bermanfaat kontennya https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/
5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagus