Kenapa Generasi Milenial Nggak Suka Dengan Percakapan Telepon?

oleh Nadia Fernanda

Zaman sekarang, hampir nggak ada anak muda generasi milenial yang bisa lepas dari “teman hidup” mereka, yaitu smartphone. Mulai dari nge-set alarm, ngecek kalender, mendengarkan musik, memesan ojek, ngegosip, sampai menggunakan bermacam-macam aplikasi yang tersedia, pasti dilakukan dengan smartphone.

Tapi tahu nggak, dari sekian banyak hal yang bisa dilakukan dengan smartphone, hal apa yang paling jarang dilakukan oleh generasi milenial dengan smartphone mereka?

Yap, menelepon!

Meskipun digenggam seharian, smartphone para milenial jarang sekali berada di dekat telinga mereka. Kalau ada telepon masuk pun, biasanya diabaikan. Hmmm, kalau mengingat fungsi utama telepon mobile yang untuk menelepon dan menerima telepon anytime, anywhere, rasanya ironis, ya?

Menurut sebuah artikel yang dimuat di Wall Street Journal, generasi milenial menganggap telepon masuk sebagai sesuatu yang mengganggu banget, lho! Menurut mereka, panggilan masuk tanpa pemberitahuan sebelumnya—seperti e-mail atau pesan singkat—sangat menyebalkan karena mereka merasa, si penelepon bersikap sok penting dan seakan-akan memprioritaskan kebutuhannya di atas kebutuhan orang lain.

malas menelepon

Sebagai generasi yang tumbuh besar di era pesan tertulis—SMS, e-mail, beragam tipe instant messaging—generasi milenial nggak familiar dengan sistem telepon-menelepon. Skill percakapan mereka jadi nggak terasah. Karena itulah para milenial merasa ‘asing’ dan ‘terintimidasi’ dengan percakapan telepon. Lebay? Nggak, kok. Coba ingat-ingat lagi ketika kamu disuruh orang tua untuk ngobrol sama nenek/kakek/om/tante di telepon. Pasti kamu langsung mengeluarkan kitab 1001 jurus mengelak, atau buru-buru ngibrit untuk menghindar. Iya, kan?

Selain itu, dalam percakapan telepon, nggak ada opsi untuk memperbaiki percakapan, sehingga generasi milenial merasa tertekan. Kalau salah nge-tweet, bisa dihapus. Kalau salah kirim chat, kamu bisa kirim pesan permintaan maaf susulan yang sudah ditulis sedemikian rupa. Lah, kalau salah ngomong di telepon, gimana memperbaikinya? Malah setelah itu, dijamin omongan kamu bakal belepotan!

Generasi milenial juga terkenal dengan kebiasaan multitasking-nya. Padahal ketika ngobrol di telepon, kamu harus mencurahkan 100% perhatian ke lawan bicara, dan hal ini menghalangi kamu untuk ber-multitasking. Kalau menggunakan instant messaging, kamu bisa terus ngobrol sama temen kamu sambil masak mie instan dan main Candy Crush Saga. Ketika percakapannya mulai nggak jelas, kamu cukup kirim emoji yang nggak kalah nggak jelas atau tinggal di-ignore, terus lanjut main Candy Crush Saga sambil makan mie instan. Kalau hal ini dilakukan saat kamu ngobrol lewat telepon, siap-siap dibetein teman karena mereka dianggurin demi mie instan!

tidak mau menelepon

Trus, karena sudah terbiasa dengan laju kecepatan informasi yang padat seperti media sosial, generasi milenial nggak menganggap pertukaran informasi secara lisan menarik sama sekali, bahkan membosankan. Coba perhatikan. Ada berapa banyak milenial yang masih suka mendengarkan radio berita? Nyaris nggak ada! Sekalinya dengerin radio, pasti di frekuensi-frekuensi yang memutar lagu Top 40. Dengerin siaran Elshinta juga kalau mau denger berita lalu lintas, untuk cari tahu update kemacetan. Zzz.

***

Kesimpulannya, ada banyak faktor yang membuat generasi milenial sangat menghindari percakapan telepon, tetapi faktor-faktor tersebut nggak jauh-jauh dari dampak perkembangan teknologi. Meski demikian, asal tahu aja, percakapan telepon masih jadi esensi kesuksesan hidup, lho, terutama kalau kamu bercita-cita mendapatkan top positions seperti CEO, founder perusahaan, atau sekedar ketua organisasi. Gimana mau jadi pemimpin kalau kemampuan interpersonalnya aja keok? Punya social skills untuk ngobrol di telepon aja nggak!

Solusinya gimana, dong?

Solusinya, jangan menganggap percakapan telepon sebagai hal yang bikin kamu stres. Meskipun jarang ngobrol di telepon, kamu ‘kan masih sering ngobrol bertatap muka dengan orang lain. Nah, saat menelepon, walaupun kamu nggak bisa melihat ekspresi lawan bicara, kamu masih bisa “membaca” ekspresi dia lewat suaranya.

Trus, untuk meminimalisir kepanikan saat ngobrol di telepon, pikirkan dulu kemungkinan-kemungkinan pembicaraan atau hal-hal apa yang akan kamu katakan sebelum mengangkat telepon.

Salah ngomong? Say sorry, forget about it, then move on. Salah ngomong bukan masalah besar, kok. Percaya, deh, sob, semua orang juga pernah mengalami hal itu!

(sumber gambar: businessinsider.com, someecards.com, themostcake.co.uk)

POPULAR ARTICLE
LATEST COMMENT
syakila putri | 12 hari yang lalu

terimakasih atas informasinya. kunjungi website kami untuk informasi lebih lanjut https://unair.ac.id/

Bedah Peluang, Daya Tampung, serta Biaya Kuliah Jurusan Kedokteran dan Kedokteran Gigi Terbaik di Perguruan Tinggi Negeri
Muhamad Rifki Taufik | 22 hari yang lalu

4 Langkah menulis naskah film yang sangat bagus untuk mengembangkan skill penulisan saya. Terima kasih untuk ilmu yang bermanfaat.

4 Langkah Menulis Naskah Film yang Baik Bagi Pemula
Al havis Fadilla rizal | 2 bulan yang lalu

Open pp/endorse @alfadrii.malik followers 6k minat dm aja bayar seikhlasnya geratis juga gpp

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 2 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 11,6 followers dm ya bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 2 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 1,6 followers dm ya, bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Dibuat dan dikembangkan di Jakarta, Indonesia Hak Cipta Dilindungi 2015 - 2024 PT Manual Muda Indonesia ©
Rencanamu App

Platform Persiapan Kuliah & Karir No 1