Lubang Buaya, G30SPKI, Orde Baru, dan Konsep 2 +2 = 5
- Oct 01, 2015
- Laila Achmad
Pada suatu hari, saya mengunjungi sebuah pameran seni kontemporer. Pameran ini bertema Orde Baru, sehingga karya-karya yang ada disana adalah segala hal yang berhubungan dengan masa Orde Baru Indonesia, atau minimal pemerintahan.
Satu karya yang menarik perhatian saya adalah karya berjudul Lubang Buaya, karya Mella Jaarsma, seniman asal Belanda yang sekarang menetap di Indonesia.
Untuk karyanya ini, Mella memajang dua kulit buaya di dinding, dengan sebuah lubang menganga di bagian kepalanya. Lalu kita dipersilahkan memasukkan kepala kita ke dalam lubang tersebut, untuk mendengarkan audio lewat headphone.
Nah, audio di dalam kulit buaya ini berisi rekaman wawancara Mella dengan 30 orang Indonesia dari berbagai generasi dan latar belakang, yang ditanyain pertanyaan-pertanyaan seperti,
“Kamu tau nggak situs sejarah Lubang Buaya itu apa?”
“Dimana lokasinya?”
“Lubang Buaya ini lokasi kejadian apa?”
“G30SPKI itu sebenernya apa?”
“Apa penyebab huru-haranya?”
“Siapa tokoh-tokohnya?”
Jawaban yang dikumpulkan Mella juga lucu-lucu menggemaskan, karena hampir nggak ada satupun orang yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan yakin, percaya diri dan akurat.
Mungkin kamu juga nggak, ya? :D
Ternyata mayoritas rakyat Indonesia nggak ada ingat tentang insiden ini. Padahal Lubang Buaya dan G30SPKI adalah salah satu sejarah paling berdarah di negara kita, sekaligus menjadi awal dari Orde Baru, orde pemerintahan paling lama dan paling kuat (sejauh ini) di Indonesia.
Apa karena rakyat Indonesia emang udah lupa dengan insiden dramatis tersebut? Atau karena the truth about G30SPKI masih nggak jelas sampai sekarang?
Satu hal yang pasti, kejadian G30SPKI adalah awal dari sebuah rezim paling epic di negara kita, yaitu rezim Orde Baru.
***
Orde Baru, oh Orde Baru. Era yang digawangi oleh mantan Presiden Soeharto ini memang sejuta rasanya.
Di satu sisi, pembangunan Indonesia berjalan dengan amat pesat. Perekenomian dan hankam stabil. Rupiah kuat ($1 = Rp 2,500 selama puluhan taun, men! Gila, men!). Berbagai program pemerintah—seperti program KB dan wajib belajar 9 taun—juga cukup sukses.
Tapi di sisi lain, selama Orde Baru, Indonesia harus hidup dibawah propaganda, sensor, dan kontrol gila-gilaan oleh pemerintah. Segala informasi menjadi rancu, ini-itu nggak jelas kebenarannya. Soal insiden Lubang Buaya dan G30SPKI itu tadi, misalnya.
Nggak usah jauh-jauh balik ke G30SPKI di tahun 1965, deh. Kita ke 20-30 tahun setelahnya aja, di tahun 80an dan 90an. Pada tau nggak, dulu di Indonesia cuma ada satu saluran televisi, yaitu TVRI? Bahkan sempat ada periode dimana TVRI nggak boleh menayangkan iklan sama sekali!
Trus, dulu, semua saluran televisi Indonesia harus menayangkan program berita yang sama, yaitu Dunia Dalam Berita, pada waktu yang serempak. Coba tanya ke orangtua, om-tante, atau kakak kamu, Dunia Dalam Berita isinya apa, sih? Nggak ada, lho, berita korupsi, rakyat kelaparan, kejahatan, pengasingan seniman dan tokoh sastra, dan sebagainya. Palingan berita harga cabe dan jengkol, dengan visual para petani yang bekerja di sawah sambil tersenyum bahagia.
Kenapa begitu? Apakah supaya pemerintah bisa menutupi sisi gelap mereka, dan cuma menayangkan berita-berita baik tentang Indonesia, seakan-akan negara selalu stabil dan makmur?
Nggak heran kalau di era Orde Baru, banyak sekali media dan buku yang dibredel. Disegel. Dilarang terbit. Karena media dan buku tersebut dianggap “nyela” pemerintah atau berusaha menguak kebenaran tentang negara, meskipun caranya halus banget.
Orde Baru juga sukses menanamkan berbagai buah pikiran ke masyarakat, yang kebenarannya diragukan. Misalnya, komunisme itu bejat (emang iya? Yakin?), atau Soeharto diangkat Soekarno menjadi presiden lewat Supersemar (emang iya? Yakin?).
Orde Baru bahkan sukses menanamkan buah pikiran yang sepele. Misalnya, tanpa disadari, dulu rakyat selalu menyebut Presiden Soeharto dengan panggilan “Bapak”. Mulai dari “Bapak Pembangunan” sampai “Asal Bapak Senang”.
Apakah image ini sengaja ditanam oleh pemerintah, supaya Presiden Soeharto dianggap sebagai sosok “bapak” sementara rakyat Indonesia adalah “anak-anaknya” yang harus selalu “diatur” dan “diajarin”?
Saya, kok, merinding.
Dan kalau diingat-ingat, era Orde Baru dimulai dengan kekerasan (G30SPKI) dan diakhiri dengan kekerasan juga (Tragedi Mei 1998). That doesn’t feel comfortable, does it?
Namun yang paling, paling, paling disayangkan, Orde Baru juga mewariskan beberapa budaya busuk yang mendarah daging sampe sekarang. Contohnya, Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Jadi apakah sisi buruk Orde Baru sudah benar-benar meninggalkan Indonesia? Maybe not, ya.
***
Alasan saya menulis ini ada dua. Pertama, karena kemarin Indonesia memperingati G30SPKI, salah satu kejadian paling berdarah di Indonesia, sekaligus gerbang pembuka Orde Baru.
Kedua, karena saya baru nonton film pendek dari Iran ini, yang membuat metafora sangat keren tentang totalitarian dan propaganda.
Let’s educate ourselves beyond textbooks and question everything, shall we?
(sumber gambar: Laila A., Mella Jaarsma, Pustaka Sekolah, DoniPengalaman, Uniqpost)
Kategori
gimana? udh wisuda?
Ciri-Ciri Proposal Skripsi yang Baik dan Berkualitas (dan Nggak Bakal Bikin Kamu Dibantai Dosen Penguji)ka mau tanya kalo dari smk keehatan apa bisa ngambil kedokteran hewan?
Mengenal Lebih Dekat Dengan Program Studi Kedokteran HewanKak, ada ga univ yang punya jurusan khusus baking and pastry aja?
5 Program Studi yang Cocok Buat Kamu yang Suka Makanansemangat terusss https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/
5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagussemoga selalu bermanfaat kontennya https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/
5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagus