Sekolah Tatap Muka Mulai Januari 2021, Ini Pro dan Kontranya

Sekolah akan dibuka untuk belajar tatap muka mulai Januari 2021, dengan sederet ketentuan. Kebijakan ini pun diwarnai pro dan kontra. Apa saja pertimbangan untuk mulai membuka sekolah? Dan apa apa alasan yang kontra? Kedua sisi ini bisa membantu kamu untuk membuat keputusan, apakah akan mulai belajar tatap muka, atau memilih tetap pembelajaran jarak jauh di rumah? Sebab keputusan akhirnya ada di tanganmu melalui orangtua.

Pro Belajar Tatap Muka di Sekolah

Kami mengumpulkan argumen yang mendukung dibukanya sekolah pada semester mendatang. Sebagian poinnya disampaikan saat konferensi pers pengumuman belajar tatap muka Januari 2021 (20/11) oleh Nadiem Makarim beserta perwakilan Kementerian terkait lainnya. Sisi pro untuk sekolah tatap muka adalah karena dampak pembelajaran jarak jauh yang menimbulkan…

1. Kesenjangan tajam antarsekolah

Banyak daerah, sekolah, dan keluarga yang belum bisa mengoptimalkan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

Contoh kasus, koneksi internet dan perangkat yang terbatas dan materi belajar yang tidak memadai. Bahkan ada lho, pelajar yang harus belajar di pinggir jalan di desannya (ya, beneran duduk di jalanan) agar dapat menangkap koneksi internet.  Di sisi lain ada beberapa sekolah yang memiliki kemampuan tinggi dan fasilitas superlengkap, apalagi yang di kota besar. Alhasil, kesenjangan pembelajaran berasa banget.   

2. Risiko learning loss

Selama PJJ, kegiatan belajar jadi kurang maksimal. Bahkan ada yang nggak belajar, liburan, atau belajar a la kadarnya. Karena hal ini berlangsung dalam jangka waktu yang sangat panjang, maka dikhawatirkan akan menghambat perkembangan karakter serta kemampuan berpikir anak.

3. Angka putus sekolah tinggi

Persoalan ini sempat disinggung Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Nadiem menyoroti turunnya angka keikutsertaan di sekolah, terutama di tingkat PAUD. Karena belajar dari rumah, banyak keluarga yang memutuskan menunda memasukkan anak mereka ke sekolah.

4. Peran sekolah kurang terlihat

Ada orang tua yang menilai pihak sekolah kurang berperan dalam pendidikan anak di masa PJJ. Sebagian dari mereka bahkan merasa keberatan untuk membayar uang sekolah. Hal ini bisa menimbulkan konflik antara pihak ortu dan sekolah. 

5. Anak malah bekerja

Banyak yang mengartikan pembelajaran jarak jauh sama saja dengan nggak sekolah. Karena dianggap lagi “nggak sekolah”, anak pun terpaksa bekerja untuk membantu keluarga.

6. Kejenuhan yang memicu stres pada pelajar

Hampir setahun nggak bisa bertatap muka dan berinteraksi langsung dengan teman dan guru di sekolah membuat pelajar menjadi stress. Ditambah lagi, hampir semua aktivitas dilakukan di rumah. Bosannya!

7. Stres karena tugas yang banyak.

Poin lain yang membuat sebagian pelajar stres adalah banyaknya tugas selama Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Memberikan tugas dan proyek merupakan salah satu cara belajar. Namun di masa PJJ beban terasa berat, karena nggak ada kerja kelompok, atau praktik di sekolah. Seolah semua menumpuk menjadi tugas yang nggak ada habisnya. Nggak semua merasakannya, namun memang tak sedikit pelajar yang merasa overload dengan rangkaian tugas.

8. Mengalami kekerasan

Ada beberapa kasus kekerasan pada anak di masa PJJ. Mungkin bukan kekerasan fisik namun kekerasan verbal. Bisa saja ada orang tua atau kakak yang emosi dan membentak setelah pusing harus menjadi “guru” di rumah. Banyak juga konflik karena mama/papa merasa anaknya kurang serius belajar di masa pandemi ini. Familiar dengan keadaan ini?

Di sisi lain orang tua/kakak juga terpengaruh dengan kondisi PJJ, di mana mereka harus ikutan aktif mengajari atau mengawasimu. Padahal mereka juga punya pekerjaan atau tanggung jawab lain.

Nah, efek negatif yang dipaparkan di atas dipercaya akan memburuk jika pembelajaran jarak jauh tanpa tatap muka terus dilakukan.

Kontra Belajar Tatap Muka

Setelah membaca poin di atas, masuk sekolah alias belajar tatap muka sepertinya merupakan solusi terbaik bukan?

Eits, jangan dulu mengambil kesimpulan sebelum kamu menyimak argumen kontra berikut ini.

1. Kasus Covid-19 di Indonesia terus meningkat

Ya, tren kasus di Indonesia sejauh ini cenderung meningkat. Per 24 November konfirmasi positif  covid-19 bertambah sebanyak 4.192 orang, menjadi 506.302 kasus. Sementara yang meninggal dunia 16.111 jiwa. Kalau dilihat dari data ini, bisa dibilang bahwa pandemi belum mereda. Sekolah tatap muka bisa meningkatkan peluang seseorang tertular virus corona, ketimbang belajar jarak jauh dari rumah.

Mengutip laman berita BBC, menurut Dicky Budiman, epidemolog dari Griffith University Australia, keputusan mulai membuka sekolah untuk pembelajaran tatap muka pada Januari 2021 tidak lah tepat. Sebab tingkat penularan di Indonesia masih sekitar 10 persen. Tambahan lagi, menurut saran WHO, suatu negara baru bisa melakukan pelonggaran kegiatan jika  positivity rate alias tingkat penularan di bwah 5 persen.

2. Belum ada terobosan penanganan dan penemuan baru

Saat ini semua pihak, terutama tenaga kesehatan, relawan, serta para ilmuan bekerja keras untuk mengatasi pandemi. Namun hingga kini, memang belum ada terobosan besar, seperti vaksin atau tanda virusnya akan melemah.

Sebaliknya, jika kasus Covid-19 membludak, risikonya tinggi sekali. Rumah sakit akan penuh dan tenaga medis pun makin terkuras, bahkan dikhawatirkan akan kurang. Dengan kondisi demikian, perlu dipertimbangkan mengenai keputusan untuk sekolah tatap muka. 

Pihak IDI sendiri menolak kebijkan masuk sekolah tatap muka Januari 2021. IDI menyarankan agar pemerintah menunggu vaksin terlebih dahulu. IDI memperkirakan sekolah baru bisa dibuka untuk belajar tatap muka pada pertengahan 2021 mendatang.

3. Sudut pandang pemerintah daerah bisa berbeda

Keputusan dibuka (belajar tatap muka) atau tidaknya sekolah akan diserahkan pada Pemda atau Kantor Wilayah. Jadi bukan lagi ditentukan oleh satuan tugas penanganan Covid-19.  Nah, pertimbangan tiap pemerintah daerah bisa berbeda-beda, dan bisa jadi pertimbangan kesehatan harus dikompromikan. .

4. Kemungkinan pelanggaran protokol kesehatan dan pengawasan yang minim

Ada serangkaian aturan dan protokol kesehatan yang harus diterapkan saat sekolah tatap muka. Namun, peluang pelanggarannya sangat besar. Apalagi, fungsi pengawasan  belum tentu bisa dilakukan seratus persen.

Masih banyak celah yang tidak terhindarkan, seperti interaksi saat pergantian guru atau ketika keluar kelas, ada warga sekolah yang nggak pakai masker dengan benar, hingga ada siswa yang harus naik kendaraan umum padat penumpang.

5. Banyak acara di bulan Desember

Pada bulan Desember, ratusan wilayah RI melaksanakan pilkada (pemilihan kepala daerah) disusul dengan libur akhir tahun. Dengan adanya orang berkumpul, ke luar dari rumah dan liburan, potensi penularan pun meningkat. Alhasil, Januari bukan waktu yang tepat untuk memulai membuka sekolah.

***

Gimana menurut kamu?

(Sumber gambar: pexels.com)

POPULAR ARTICLE
LATEST COMMENT
Allysa Kamalia Putri | 2 bulan yang lalu

ka mau tanya kalo dari smk keehatan apa bisa ngambil kedokteran hewan?

Mengenal Lebih Dekat Dengan Program Studi Kedokteran Hewan
Nina Syawalina | 2 bulan yang lalu

Kak, ada ga univ yang punya jurusan khusus baking and pastry aja?

5 Program Studi yang Cocok Buat Kamu yang Suka Makanan
AVERILIO RAHARJA | 3 bulan yang lalu

semangat terusss https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/

5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagus
Averilio Raharja | 3 bulan yang lalu

semoga selalu bermanfaat kontennya https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/

5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagus
Dibuat dan dikembangkan di Jakarta, Indonesia Hak Cipta Dilindungi 2015 - 2024 PT Manual Muda Indonesia ©
Rencanamu App

Platform Persiapan Kuliah & Karir No 1