Kenapa Kisah Liliyana “Butet” Natsir Patut Dijadikan Film
- Aug 24, 2016
- Laila Achmad
Masih ingat dengan iklan Olimpiade 2016 yang dibuat oleh P&G? (kamu bisa lihat iklannya di sini)
Masih ingat nggak, dengan tokoh atlet Tionghoa? Sejak kecil, dia tampak berjuang mati-matian demi karier olahraganya. Mulai dari latihan keras dari subuh sampai malam, dibentak-bentak pelatih, sampai menelpon ibunya dari asrama atlet sambil menangis, karena dia sudah lelah dan (mungkin) kangen rumah.
Dramatis banget, ya. “Namanya juga iklan,” mungkin begitu pikir kamu.
Tetapi skenario tersebut sama sekali nggak dramatis. Skenario tersebut betul-betul dialami oleh banyak atlet kelas Olimpiade, termasuk atlet bulutangkis kebanggaan Indonesia, Liliyana Natsir.
Kemarin, koran nasional Kompas menampilkan sepenggal cerita tentang Liliyana, dari sudut pandang kedua orangtuanya. Walaupun nggak panjang, bagi saya, ceritanya menyentuh hati banget! Malah saya rasa, kisah Liliyana cocok dibuat film biopic, seperti film 3 Srikandi.
***
Lilyana Natsir—yang oleh keluarganya dipanggil dengan nama Yana—mengenal dan berlatih bulu tangkis dari ayahnya, sejak usia tujuh tahun.
Ibu Yana, Olly Olivia Maramis (58) bercerita bahwa ayah Yana, Benno Natsir (59), membentuk karaktek Yana dengan sedemikian keras, agar Yana nggak menjadi anak cengeng.
Sebagai contoh, setiap selesai berlatih di klub, Yana harus menjalani latihan tambahan dari ayahnya di rumah. Nggak ada lapangan pun nggak masalah. Net dibentangkan di ruang tamu rumah, lalu Yana disuruh memukul-mukul kok selama satu jam! Om Benno bahkan nggak jarang marah, kalau Yana salah memukul.
Tapi nggak ada usaha yang sia-sia. Latihan keras Yana memberikan hasil, ketika dia menjuarai tunggal putri turnamen kelompok umur Piala Bhayangkara di Manado, saat usianya 10 tahun. Nggak hanya sampai di situ, kemenangan demi kemenangan pun terus diraih Yana dalam berbagai turnamen di Kawanua.
Karena potensinya yang luar biasa, Yana (dan keluarganya) mantap memilih bulu tangkis sebagai jalan hidup, bahkan sampai mengorbankan pendidikan formal Yana. Maka setelah tamat dari SD Kristen Eben Haezer Manado, Yana berhenti sekolah, lalu pindah ke Jakarta, agar bisa berlatih bulutangkis dengan serius.
Wah, kalau berhenti jadi atlet, Yana bakal jadi apa, ya?
Seorang paman Yana, Honce Maramis, bercerita kepada Kompas, “Yana seperti berjudi dengan masa depannya. Kalau dia gagal, orangtuanya sudah menyiapkan pekerjaan menjaga toko, meneruskan usaha jual oli ayahnya. Yana terampil mengganti oli hingga membuka ban mobil ataupun sepeda motor.”
Masa sulit kembali dialami Yana, saat dia jatuh bangun selama tiga tahun pertama merintis karier di Jakarta. Sementara itu, penghasilan Om Benno pas-pasan saja dari berdagang pelumas. Akhirnya, orangtua Yana harus kembali ke Manado, “Yana menangis tersedu-sedu ketika harus berpisah dengan saya. Air mata Yana membasahi sepiring nasinya. Waktu itu Yana masih 13 tahun…” kenang Tante Olly.
Kebayang nggak, sob, umur 13 tahun harus pisah jauh dari orangtua, sambil terus berlatih keras sendiriani di ibukota?
Di Jakarta inilah Yana mendapat nama panggilan Butet. Nama panggilan ini diberikan oleh seorang temannya yang sama-sama berlatih di klub Bimantara Tangkas. Butet sendiri adalah sebutan Batak yang berarti anak bungsu kesayangan.
Kesannya imut, ya. Padahal latar belakangnya sedih, lho. Yana mulai dijuluki Butet, karena kebiasaannya yang selalu menangis saat menelepon ibunya.
:(
Suatu hari, ketika berlaga di Medan, teman Yana meneriakkan nama Butet dari tribun, untuk menyemangati Yana. Teriakan itu pun diikuti penonton. Karena kemudian Yana memenangkan pertandingan, Butet pun menjadi nama keberuntungan Yana.
***
Bagi Tante Olly, Yana adalah anak luar biasa yang sangat membanggakan keluarga. Padahal delapan tahun lalu, Tante Olly dan Om Benno menyimpan trauma ketika Yana gagal dalam final Olimpiade Beijing 2008. Ketika itu, Yana yang berduet dengan Nova Widianto kalah dari Lee Young-dae/Lee Hyo-jung, pasangan dari Korea Selatan.
Om Honce Maramis menuturkan, pada final tahun 2008 itu, di rumah Yana telah disiapkan pesta keluarga. Makanan dan minuman telah tersaji. Televisi layar lebar ditempatkan di ruang tamu, agar seluruh anggota keluarga dapat menyaksikan kemenangan Yana.
“Torang bauni (menonton) bersama. Ternyata Yana kalah. Trauma ini membuat kakak saya melarang anggota keluarga datang ke rumahnya menonton bersama di televisi,” cerita Om Honce kepada Kompas.
Namun, delapan tahun kemudian, Kamis, 18 Agustus dini hari WITA, Yana dan Tontowi berhasil meraih medali emas di Olimpiade 2016. “Saya dan Benno berpelukan menangis saat Yana dan Owi menang [di Olimpiade 2016]. Kami hanya berdiam menyaksikan kemenangan Yana dari televisi,” katanya.
Di kompleks rumah Yana, perayaan kemenangan ini berlangsung hingga subuh oleh tetangga-tetangganya warga Teling. Puluhan bendera merah putih dikibas-kibaskan di rumah keluarga Liliyana Natsir. Kebayang nggak, betapa megah dan mengharukannya suasana itu?
Harapan kedua orangtua Yana sekarang ini adalah agar anaknya bisa pulang ke Manado sebentar untuk diarak keliling kota, seperti yang dilakukan Kemenpora di Jakarta kemarin.
“Saya minta Yana pulang dulu, karena warga Manado juga siap mengarak Yana keliling kota. Masyarakat Manado bangga dengan Yana. Ini juga bagian dari kebanggaan kami sebagai warga Manado,” kata Benny Alo Tenda, tokoh pemuda di Manado.
Seluruh warga Indonesia bangga, kok. Semoga keinginan ini terwujud, ya!
(sumber gambar: batampos.co.id, aktual.com, viaberita.com, badmintonindonesia.org, manadopostonline.com)
gimana? udh wisuda?
Ciri-Ciri Proposal Skripsi yang Baik dan Berkualitas (dan Nggak Bakal Bikin Kamu Dibantai Dosen Penguji)ka mau tanya kalo dari smk keehatan apa bisa ngambil kedokteran hewan?
Mengenal Lebih Dekat Dengan Program Studi Kedokteran HewanKak, ada ga univ yang punya jurusan khusus baking and pastry aja?
5 Program Studi yang Cocok Buat Kamu yang Suka Makanansemangat terusss https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/
5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagussemoga selalu bermanfaat kontennya https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/
5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagus