Beasiswa di Rantau: Ismi Farah Syarifah – Bangkok, Thailand

Hei, hei!

Mungkin kamu termasuk pelajar yang bercita-cita mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi. Atau mungkin selama ini kamu penasaran, kuliah di luar negeri tuh seperti apa, ya? Apa, sih, suka dukanya?

Nah, bulan ini, Youthmanual ngobrol dengan berbagai mahasiswa Indonesia yang berhasil mendapatkan beasiswa untuk meneruskan studi ke luar negeri. Siapa tahu kisah mereka bisa jadi inspirasi bagi kamu yang ingin mengikuti jejak mereka. Simak, yuk!

Nama: Ismi Farah Syarifah

Lulusan: Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati, Bandung, jurusan Biologi Sains, angkatan 2009

Sedang kuliah di: Chulabhorn Graduate Institute, Bangkok, Thailand, program Environmental Toxicology, angkatan 2014

Penyelenggara program beasiswa: Chulabhorn Graduate Institute and ASEAN Foundation Joint Post-Graduate Scholarship Program

Cerita, dong, gimana awal kamu bisa dapat beasiswa S2 di Bangkok!

Dari dulu, aku memang tertarik banget dengan bidang toksikologi. Plus, sejak masih kuliah S1, aku memang pengen lanjut sekolah ke jenjang pascasarjana. Suatu hari, pas lagi browsing tentang beasiswa pascasarjana toksikologi lingkungan, info tentang beasiswa yang aku dapat sekarang ini terpampang di halaman pertama. Jadi setelah wisuda Sarjana tahun 2013, aku langsung apply beasiswa tersebut. And now, here I am. Thanks, internet!

Apa masalah paling krusial yang kamu hadapi ketika sampai di negara tujuan, yang sebelumnya nggak terpikirkan?

Pertama, masalah makanan! Aku nggak nyangka bahwa ternyata susah mendapatkan makanan halal di Bangkok, terutama di sekitar residence tempat tinggalku. Tetapi berkat saran-saran senior, urusan makanan sekarang udah nggak terlalu masalah, kok.

Kedua, masalah materi kuliah. Pada tahun pertama kuliah, aku harus mempelajari hampir semua materi kuliah dari awal, sementara teman-teman lain sudah punya background ilmu toksikologi yang kuat. Mengejar ketertinggalan ini bikin capek mental dan fisik banget, lho.

Tapi dengan kerja keras, usaha untuk adaptasi, juga background pendidikan Biologi aku yang cukup menolong, di tahun kedua aku udah lumayan bisa ngejar.

Ketiga, masalah bahasa. Sebenarnya bahasa pengantar kuliah kami adalah bahasa Inggris, tetapi mungkin karena mahasiswa lokalnya susah ngomong bahasa Inggris terus-terusan, kadang kami berdiskusi dalam bahasa Thai, dan aku harus sabar menunggu salah satu teman menerjemahkan hasil diskusi kami ke bahasa Inggris, hehehe. Kadang jengkel, sih, tapi ini bukan masalah besar. Aku juga sedikit-sedikit belajar bahasa Thai, kok.

Susah nggak beradaptasi dengan sistem pendidikan di negara baru?

Awalnya, iya, it was hard. Bukan hanya karena sistem perkuliahan yang berbeda, tetapi juga karena standar program pascasarjana kampusku bisa dibilang lebih tinggi dibandingkan dengan kebanyakan universitas lain di Thailand. Jadi kami harus belajar lebih keras, deh.

Untungnya, sekarang aku udah beradaptasi dengan cukup baik.

Hal-hal apa aja yang menurut kamu harus ditiru oleh sistem pendidikan di Indonesia?

Aku kagum banget sama para profesor disini! They are so kind, wise, care and very close to us. Kedekatan murid dan guru begini jadi bikin mahasiswa nyaman berkonsultasi dengan mereka.

Selain itu, di universitas Thailand, jurnal mudah diakses. Menurutku, kemudahan mengakses jurnal ilmiah sangatlah penting, dan kemudahan ini sebaiknya diberikan oleh setiap universitas di Indonesia.

Last but not least, budaya membaca di Thailand kuat, dan hal ini perlu diikuti oleh Indonesia. Membaca harus dijadikan budaya dan kebiasaan, bukan hanya kewajiban dari sekolah.

Apa sukanya menetap dan jadi mahasiswa di negara kamu sekarang?

Aku suka belajar disini karena universitasku menawarkan fasilitas riset berkualitas tinggi dan dosen-dosen kelas dunia. Materi kuliah yang aku dapat oke-oke banget, baik yang disampaikan oleh dosen luar maupun dosen Thai. Berkesempatan belajar dari orang-orang yang paling expert di bidangnya itu sebuah kebanggaan, lho, buatku.

Aku juga jadi punya banyak kesempatan untuk jalan-jalan dan memperbanyak pengetahuan tentang budaya asing. Bukan cuma budaya Thailand, lho, tetapi juga budaya teman-teman sesama mahasiswa internasional yang belajar disini.

Apa, sih, perbedaan-perbedaan budaya—terutama di lingkungan kampus—yang paling kerasa?

Budaya antri disini jempolan! Aku jarang banget liat orang berebut antrian.

Budaya membaca dan diskusi disini juga oke banget. Di hampir setiap pertemuan kelas, kami diharuskan membaca jurnal ilmiah terbaru, dan hasil bacaan kami akan didiskusikan 30 menit sebelum kelas selesai. Kebiasaan ini jadi “memaksa” para mahasiswa untuk rajin baca.

Selebihnya, budaya Thailand nggak jauh berbeda dengan Indonesia, sih.

Seringkali, mahasiswa Indonesia mencari beasiswa jurusan apapun dari negara manapun, tanpa mempertimbangkan passion atau background pendidikannya. Yang penting bagi mereka adalah bisa kuliah di luar negeri. Gimana menurut kamu?

Untuk studi jangka panjang seperti kuliah S2 atau S3, menurut aku passion, atau setidaknya background pendidikan S1, adalah faktor penting, karena kita akan mempelajari sebuah subjek spesifik selama bertahun-tahun. Kalau kita kuliah ke luar negeri hanya karena ingin tinggal di luar negeri tanpa suka sama apa yang kita pelajari, namanya buang-buang waktu.

Tetapi untuk studi jangka pendek, seperti student exchange atau internship selama beberapa bulan di luar negeri, menurutku nggak masalah kalau kita ngambil bidang studi yang nggak sesuai passion atau latar belakang.

Apa yang akhirnya kamu temukan tentang diri sendiri ketika belajar di negara lain?

I discovered how good I am. Sebelum kuliah di Thailand, aku selalu berpikir, “Kayaknya aku nggak bisa, deh,” sebelum mencoba hal-hal baru. Setelah belajar disini, aku sadar bahwa dengan mendorong diri lebih jauh, aku bisa melakukan banyak hal yang sebelumnya nggak aku sangka bisa aku lakukan.

Harus diakui, selama 21 tahun, aku hidup dalam zona nyaman dan nggak pernah berusaha untuk keluar dari zona tersebut. Pokoknya, kalau harus bergerak ke zona yang menurutku terlalu susah atau bikin nggak nyaman, aku akan menarik diri. Mungkin karena itulah aku selalu merasa ada yang salah dengan hidupku, karena aku nggak pernah benar-benar tahu apa yang aku mau. Sampai sekarang aku pun belum sepenuhnya tahu, tapi sedikit demi sedikit aku mulai bisa melihat “jalur”nya.

Bisa dibilang, aku menemukan sisi lain dari diriku sendiri.

Hidup di comfort zone memang enak, that’s why it’s called “comfort zone”. Tetapi kalau kita coba mendorong diri keluar dari zona nyaman, kita bakal belajar banyak hal baru yang nggak akan pernah kita temukan dalam comfort zone.

Kasih tips, dong, untuk teman-teman yang ingin dapat beasiswa kayak kamu!

Pertama, harus punya niat kuat. Kalau punya niat kuat, kamu akan mendorong diri sendiri sekuat mungkin untuk mendapatkan apa yang kamu mau. Lalu, cari informasi sebanyak-banyaknya tentang beasiswa bidang yang kamu minati. Kalau perlu, kirim aplikasi kamu ke sebanyak-banyaknya universitas atau sponsor yang menawarkan beasiswa bidang tersebut.

Dalam prosesnya, mungkin kamu akan menghadapi orang-orang yang pesimis, nggak yakin kamu bisa mendapatkan apa yang kamu mau. Mereka nggak usah didengerin, ya. It’s YOUR dream, not theirs. It’s up to you to make it happen.

Trus berdoa, berusaha, dan yakin you can do it!

POPULAR ARTICLE
LATEST COMMENT
syakila putri | 16 hari yang lalu

terimakasih atas informasinya. kunjungi website kami untuk informasi lebih lanjut https://unair.ac.id/

Bedah Peluang, Daya Tampung, serta Biaya Kuliah Jurusan Kedokteran dan Kedokteran Gigi Terbaik di Perguruan Tinggi Negeri
Muhamad Rifki Taufik | 27 hari yang lalu

4 Langkah menulis naskah film yang sangat bagus untuk mengembangkan skill penulisan saya. Terima kasih untuk ilmu yang bermanfaat.

4 Langkah Menulis Naskah Film yang Baik Bagi Pemula
Al havis Fadilla rizal | 2 bulan yang lalu

Open pp/endorse @alfadrii.malik followers 6k minat dm aja bayar seikhlasnya geratis juga gpp

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 3 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 11,6 followers dm ya bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 3 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 1,6 followers dm ya, bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Dibuat dan dikembangkan di Jakarta, Indonesia Hak Cipta Dilindungi 2015 - 2024 PT Manual Muda Indonesia ©
Rencanamu App

Platform Persiapan Kuliah & Karir No 1