Jevin dan Rinni ‘Soundwave’ Buka-Bukaan Soal Pengalaman Jelek Mereka di Masa Lalu

Seseorang nggak akan sukses, kalau dia nggak pernah gagal atau mengalami cobaan. Belajar naik sepeda aja belum “sah” kalau belum jatuh dan lecet-lecet!

Gimana dengan Jevin Julian dan Rinni Wulandari dari Soundwave? Apakah kesuksesan mereka juga didapat dari “lecet-lecet”? Pastinya.

Simak cerita mereka, ketika Youthmanual bertanya ke masing-masing Jevin dan Rinni, apa, sih, cobaan terbesar dalam hidup kamu sejauh ini, dan gimana cara kamu bangkit lagi?

Jevin, yang seorang alumni SMA 98, Jakarta Timur, bercerita,

“Waktu SMA, nggak tau kenapa, gue pernah dimusuhin oleh dua angkatan—angkatan gue dan angkatan di bawah gue—dari mulai gue kelas 2 SMA, sampai gue lulus!

Di periode itu, gue sama sekali nggak punya temen di sekolah.

Memang, sih, setelah dipikir-pikir, dulu gue adalah orang yang sangat egois dan cuek. Pokoknya mau menang sendiri, lah. Waktu SMP, gue punya sahabat namanya Zola. Kami deket banget, bahkan selalu duduk sebangku, dari kelas 1 sampai 3 SMP.

Pas kelas 1 SMA, gue sedikit bermasalah sama Zola. Masalahnya sebenarnya sepele, Zola ngebohongin gue sedikit. Tapi gue marahnya bukan main, sampai gue ngajakin dia ribut, dan gue pukul! Pokoknya parah, deh.

Nah, pas kelas 2 SMA, kayaknya gue kena karma. Gue tiba-tiba dimusuhin sama seluruh sekolah, sampai gue lulus.

Periode itu menyedihkan banget, lho. Gue dimusuhin, nggak punya teman, dan pas lagi sedih-sedihnya, tiba-tiba gue diputusin pacar, pula! Waaah, gilaaa…

Pokoknya gue stress gila-gilaan, sampai akhirnya gue ketemu teman SMP gue yang lain lagi, namanya Tomi.

Pas SMA, Tomi bersekolah di Taruna Nusantara, Magelang. Suatu hari, dia datang ke Jakarta dan ngajak gue nongkrong bareng.

Pas ketemuan, dia nanya, ‘Jev, gue denger lo lagi dimusuhin?’

Gue bilang, ‘Iya, nih. Tapi elo, kok, malah ngajak gue pergi? Ngajak gue main? Gue kan lagi dimusuhin, Tom!’ Dan padahal Tomi juga berteman dengan orang-orang yang musuhin gue.

Tapi trus Tomi menjawab dengan perkataan yang akan selalu gue ingat:

‘Jev, mereka memang musuhin elo, tapi gue ‘kan nggak punya masalah apapun sama elo. Jadi kenapa gue harus ikut-ikutan musuhin elo?’

Gue langsung mikir, wah, hebat banget pemikiran Tomi ini!"

Whoa, this Tomi guy sounds awesome! Karena anak SMA ‘kan biasanya suka ikut-ikutan teman atau geng-nya dalam hal memusuhi seseorang. Antara terlalu solider, atau takut ikut dimusuhi juga!

“Iya! Kayak waktu dulu gue berantem sama Zola, semua teman gue hasut untuk musuhin Zola juga.

Anyway, gue jadi mulai mikir, sekaligus banyak belajar banyak dari Tomi. Menurut gue, secara keseluruhan, dia orang yang hebat banget, lah.

Trus Tomi bilang lagi, ‘Jev, gue rasa elo harus ke rumah Zola. Elo harus minta maaf sama dia.’

Akhirnya gue datang ke rumah Zola untuk minta maaf atas permasalahan lama kami, dan dia maafin gue. Trus tau nggak? Dari gue kelas 2 SMA sampai lulus, saat gue nggak punya teman di sekilah sendiri, Zola selalu nemenin gue.

Wah, itu adalah titik balik gue banget, tuh! Gue jadi mikir, orang-orang yang mau nemenin gue disaat gue lagi terpuruk—seperti Tomi dan Zola—adalah orang-orang yang sangat hebat.

Gue jadi belajar banyak dari mereka. Gue belajar tentang sifat mereka, belajar gimana cara mereka menyikapi masalah, gimana cara mereka bisa tabah, sabar, dan menghormati orang lain.

Udah, deh. Dari situ, gue bangkit lagi. Gue nggak peduli orang-orang di sekolah mau ngatain gue apa kek, yang penting gue fokus sekolah sampai lulus, trus gue fokus menjalankan hal yang gue suka.

Jadi, dua orang yang sangat berpengaruh dalam hidup gue dan bisa bikin gue bangkit adalah Tomi dan Zola.

Gue bersyukur, lho, pernah mengalami masalah itu. Kalau nggak, mungkin gue sekarang nggak bisa berpikir optimis, dan mungkin kelakuan gue masih jelek.

Sekarang gue lebih bisa menghargai orang, “membaca” orang, dan berusaha berkomunikasi dengan baik, tanpa bikin orang lain sakit."

***

Sementara Rinni, yang sudah lebih dulu terjun ke industri musik profesional, pastinya punya pengalaman hidup yang lebih dinamis. Menjadi pekerja kreatif dan sekaligus public figure memang sama sekali nggak gampang, sob.

Rinni pun bercerita ke Youthmanual, tentang “periode berat” dalam hidupnya…

“Namanya berkarier di dunia hiburan, pasti ‘kan pernah mengalami naik dan turun. Up and down itu biasa.

Nah, di tahun 2009-2010, aku juga pernah berada di titik rendah. Saat itu aku merasa, kok, kayaknya segala macam karyaku mental terus di industri musik Indonesia?

Dan di titik rendah ini, banyak banget orang-orang yang ngasih saran, Rin, elo harus gini, elo harus gitu. Pokoknya aku nerima banyak input dari orang-orang sekitar, padahal input-input dari mereka nggak sesuai dengan kepribadian dna kondisi aja, sehingga masukan-masukan dari mereka nggak berpengaruh apa-apa.

Aku sampai pernah mikir, ‘Gue pengen keluar aja, deh, dari industri musik. Gue pengen terusin kuliah, trus kerja kantoran aja jadi Humas. Nggak mau nyanyi lagi!’ Soalnya pusing! Habisnya, saat berkarya, uneg-uneg dan ideku ditolak [produser dan studio] melulu. Tapi pas udah ngikutin kemauan pihak-pihak luar, karyanya juga kurang laku di pasaran.

Jadi aku harus gimana?

Tapi akhirnya aku mikir. Kalau aku putus asa, percuma, dong, pengorbanan dan kerja kerasku, sampai bisa di titik ini?

Akhirnya aku berusaha bangkit lagi. Bagiku yang penting aku usaha aja, deh. Aku juga bertekad untuk suatu hari bikin manajemen dan tim sendiri, sehingga aku bisa berkarya dengan sebebas dan sekreatif mungkin, sesuai dengan jati diri aku, tanpa takut gagal atau nggak.  

Titik rendah lain dalam hidupku adalah di tahun 2014

Waktu itu love life aku lagi naik turun. Pacaran putus nyambung, sampai akhirnya aku memutuskan untuk fokus di karier dulu, dan nggak mau mikirin pacar-pacaran.

Eh, sebulan setelah putus, bokap meninggal. Nggak lama setelah album kedua keluar.

Untungnya, saat itu kerjaan aku padat banget, sehingga aku nggak sempat sedih berlarut-larut. Aku juga jadi memecut diri untuk bisa bagi waktu, dan nggak terpuruk dengan kesedihan meninggalnya bokap.

Jadi, di titik rendah tahun 2014 itu, aku kehilangan bokap dan love life-ku kacau balau. Tapi titik terangnya adalah, aku mendapat rezeki kerjaan yang padat banget sehingga aku bisa kembali fokus kerja untuk keluarga.

Mungkin aku memang harus mengalami tragedi-tragedi tersebut, supaya aku bisa ada di titik ini. Misalnya, kalau aku dulu nggak putus sama pacarku yang dulu, mungkin karier aku nggak akan ada di titik ini."

***

Selain kompak dalam bermusik, ternyata Jevin dan Rinni juga kompak dalam prinsip soal masa lalu—sejelek apapun masa lalu, jangan pernah disesali, karena pengalaman buruk akan memberi kita pelajaran dan tempaan yang berharga. No regrets!

(sumber gambar: zetizen.com, far15.wordpress.com, Instagram @rinni_w, @jevinjulian)

POPULAR ARTICLE
LATEST COMMENT
syakila putri | 12 hari yang lalu

terimakasih atas informasinya. kunjungi website kami untuk informasi lebih lanjut https://unair.ac.id/

Bedah Peluang, Daya Tampung, serta Biaya Kuliah Jurusan Kedokteran dan Kedokteran Gigi Terbaik di Perguruan Tinggi Negeri
Muhamad Rifki Taufik | 22 hari yang lalu

4 Langkah menulis naskah film yang sangat bagus untuk mengembangkan skill penulisan saya. Terima kasih untuk ilmu yang bermanfaat.

4 Langkah Menulis Naskah Film yang Baik Bagi Pemula
Al havis Fadilla rizal | 2 bulan yang lalu

Open pp/endorse @alfadrii.malik followers 6k minat dm aja bayar seikhlasnya geratis juga gpp

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 2 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 11,6 followers dm ya bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 2 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 1,6 followers dm ya, bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Dibuat dan dikembangkan di Jakarta, Indonesia Hak Cipta Dilindungi 2015 - 2024 PT Manual Muda Indonesia ©
Rencanamu App

Platform Persiapan Kuliah & Karir No 1