Ligwina Hananto, Perencana Keuangan yang Menyenangkan dan Ceplas Ceplos
- Nov 17, 2015
- Dian Ismarani
Emang ada, ya, profesi perencana keuangan? Harus jago berhitung dan jago nahan napsu, dong? Napsu belanja, maksudnya. Supaya lebih paham, ulik profesi ini, yuk, langsung dari ahlinya yang tersohor—Ligwina Hananto.
Mungkin beberapa dari kamu sudah familiar dengan nama Ligwina Hananto. Pasalnya, founder sekaligus CEO QM Financial ini memang cukup eksis di media untuk bagi-bagi tips dan opini dalam hal perencanaan keuangan.
Maka beruntunglah Youthmanual, karena di tengah kesibukannya yang super padat, Mbak Wina menyempatkan diri ketemu sama tim Youthmanual pada suatu sore di kawasan Kemang, Jakarta. Awalnya sempet jiper, sih, sama Mbak Wina yang terkenal galak. Tapi, ternyata orangnya menyenangkan banget. Nggak gigit, kok!
Hai, Mbak Wina! Gimana, sih, awalnya Mbak Wina memutuskan untuk menjadi independent financial planner?
Waktu punya anak pertama, saya memutuskan untuk berhenti bekerja. Selama berhenti bekerja, saya mulai menata keuangan rumah tangga saya sendiri. Saya melihat keluarga saya sebagai keluarga golongan menengah yang sebetulnya berpenghasilan lumayan. Kami punya kondisi keuangan yang baik-baik saja, masih bisa liburan, tapi kok kayaknya ada yang salah dengan cara mengatur uang.
Pada saat itulah saya berpikir, harus ada satu cara yang lebih praktis untuk mengubah ilmu keuangan yang serba njelimet menjadi ilmu yang lebih mudah dipahami oleh orang awam yang ingin mengatur keuangannya. Intinya, menerjemahkan bahasa alien ke bahasa manusia, lah, karena biasanya, orang finance ngomongnya pake bahasa alien! Hahaha!
Merencanakan keuangan berarti memikirkan tujuan. Setelah punya tujuan, baru, deh, kita merancang langkah yang bisa diambil untuk mewujudkan tujuan tersebut.
Apakah menjadi seorang independent financial planner harus punya latar belakang pendidikan ekonomi?
Nggak selalu, kok.
Ada beberapa planner di kantor saya yang bukan Sarjana Ekonomi. Pendidikan S1 atau S2 sebetulnya juga nggak terlalu ngaruh. Kalau saya ketemu calon planner baru pun, yang saya lihat bukan apakah dia jago di bidang Ekonomi atau Finance, karena yang paling penting untuk jadi seorang financial planner adalah passion di bidang pendidikan.
Wah, kok malah pendidikan? Soalnya perencanaan keuangan itu sebenarnya dekat sekali dengan edukasi. Financial planner ‘kan harus sabar menjelaskan rencana keuangan ke orang awam, jadi agak susah kalau si planner nggak paham cara mengedukasi.
Financial planner juga nggak boleh maksa kliennya untuk melakukan langkah-langkah investasi tertentu. Kami murni hanya membuat grand design rencana keuangan yang akan dilakukan klien.
Hal apa yang paling Mbak Wina sukai dari pekerjaan seorang independent financial planner?
Salah satunya adalah jadi bisa melihat tahap-tahap kehidupan seseorang—dari yang masih single, terus nikah, terus merencanakan punya rumah, merencanakan pendidikan anak-anaknya, sampai semua rencana keuangannya siap.
Perubahan dan perbaikan seperti ini yang membuat saya ketagihan jadi financial planner. Rasanya senang bisa melihat klien mencapai tujuannya yang kita tetapkan bersama dari awal.
Tapi kami nggak ngukur untung rugi, lho. Sekali lagi, pastikan tujuannya apa. Kalau misalnya tujuan seorang klien adalah mencapai dana darurat atau dana pendidikan sebesar 20 juta, ya udah, cari cara supaya bisa mencapai 20 juta. Kalau tujuan si klien perlu dana pendidikan 100 juta, ya nggak usah cari cara untuk dapat 1 miliar. Buat saya, uang itu harus diperlakukan sebagai alat, bukan dijadikan tujuan. Hal ini mencegah timbulnya rasa serakah dan ini penting ditekankan ketika financial planner ngobrol sama klien.
Saya percaya orang yang serakah akan merusak segala macam sistem di hidupnya. Financial plan bukan dibuat untuk menciptakan banyak uang, lho. Kalau ada klien yang dari awal udah tanya, “Kalau saya berinvestasi 100 juta, kamu bisa bikin uang saya jadi 300 juta, nggak?” wah, saya nggak bisa handle.
Apa, sih, tantangan jadi financial planner?
I think about quitting every day. It’s that hard! Tetapi setiap saya mau menyerah, saya nggak tahu mau ngapain lagi kalau nggak jadi financial planner. Passion saya bukan financial planning-nya, sih, tapi justru mengedukasi seseorang untuk punya rencana hidup yang lebih baik. Saya senang sharing, dan ini adalah hal yang ingin saya lakukan seumur hidup.
Trus, banyak klien yang nggak punya rasa percaya diri untuk mencapai angka yang mereka tuju, dan saya harus sabar untuk meyakinkan mereka melewati masa naik-turunnya.
Tantangan lainnya adalah, financial planner bukanlah profesi yang sudah dihargai dengan sangat tinggi. Banyak sekali orang yang berharap jasa ini gratis, sehingga saya ragu apakah bisnis ini bisa jadi menguntungkan banget. Impactful, sih, pasti, tapi sulit untuk dikembangkan jadi bisnis besar. Makanya saya lagi nyari celah, gimana caranya nyari jalan lain agar bisnis ini lebih berkembang.
Nyontek dari Linkedin, Mbak Wina pernah ngajar di Binus Business School? Boleh cerita kesan-kesan Mbak Wina jadi dosen?
Saya senang saat masih ngajar, karena saya jadi bisa berinteraksi dengan para mahasiswa yang rasa ingin tahunya masih tinggi dan punya banyak ide segar. Saya juga jadi tahu karakter anak-anak muda yang terlalu serius atau justru terlalu santai.
Kalau mahasiswa saya lagi bosan atau capek kuliah, itu juga jadi tantangan tersendiri buat saya, gimana agar mereka bisa kembali semangat.
What is your first job?
Setelah lulus kuliah, saya langsung bekerja menjadi Customer Service di sebuah bank asing. Meskipun sering berantem, saya dekat sekali dengan bos pertama saya di situ. Dia lah yang dulu ngajarin bahwa kartu kredit itu harus dibayar lunas setiap jatuh masa tempo, hahaha!
Ini adalah salah satu bukti bahwa nggak semua orang bisa melakukan rencana keuangan yang baik secara alami. Harus diajarin orang lain dulu.
What would you do differently if you are back in your early 20s?
I’ll do probably exactly the same things, but maybe I’ll try to be kinder. Soalnya saya merasa saya adalah orang yang terabas ajaaaaa… Hahaha. Kadang itu jadi kualitas yang bagus, sih, soalnya saya jadi fearless dalam menghadapi rintangan. Tapi di sisi lain, saya merasa jadi kurang halus. Jadi kalau ada sikap yang harus saya perbaiki, mungkin saya akan jadi orang yang agak lebih baik dan ramah.
***
Gimana, gaes? Udah kebayang belum apa itu profesi financial planner? Ternyata menyenangkan, ya. Youthmanual juga setuju banget sama Mbak Wina, bahwa membantu seseorang mencapai perbaikan dalam hidup itu bikin kita ikut happy!
(Sumber foto: Laila Achmad)
Kategori
Profesi Terkait
Profesi Terkait Lainnya
gimana? udh wisuda?
Ciri-Ciri Proposal Skripsi yang Baik dan Berkualitas (dan Nggak Bakal Bikin Kamu Dibantai Dosen Penguji)ka mau tanya kalo dari smk keehatan apa bisa ngambil kedokteran hewan?
Mengenal Lebih Dekat Dengan Program Studi Kedokteran HewanKak, ada ga univ yang punya jurusan khusus baking and pastry aja?
5 Program Studi yang Cocok Buat Kamu yang Suka Makanansemangat terusss https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/
5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagussemoga selalu bermanfaat kontennya https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/
5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagus