Ngobrol dengan Pewaris Usaha Keluarga – Subhan Aksa, Faisal Kalla & Danniel “Martabak65a”
- Feb 26, 2016
- Fatimah Ibtisam
Oleh Fatimah Ibtisam dan Dian Ismarani
Pernah kebayang nggak, seandainya kamu jadi “putra mahkota” pewaris usaha keluarga? Misalnya, jadi anaknya Donald Trump yang harus mewarisi salah satu perusahaan real estate-nya. Kira-kira kamu bakal happy atau malah terbebani?
Hal tersebut dialami oleh Subhan Aksa, Faisal Suhaeli Kalla, dan Danniel Jusuf Sutikno, yang beberapa waktu lalu berbagi pengalaman mereka sebagai penerus bisnis keluarga.
But first, kenalan dulu dong, ah!
Selain sebagai pengusaha, Subhan adalah seorang pereli profesional serta alumni University of Hertfordshire, Inggris, jurusan Administrasi Bisnis. Ia mengidolakan sang ayah, Aksa Mahmud, pengusaha top yang masuk dalam daftar 50 orang terkaya di Indonesia versi majalah Forbes.
Kemudian ada Faisal atau Ical, salah satu generasi muda keluarga pebisnis Kalla. Ical adalah lulusan double degree jurusan Manajemen Internasional serta Bisnis Internasional dari Universitas Indonesia dan University of Queensland, Australia.
Ada juga alumni DKV Trisakti, Danniel, anak dari pendiri Martabak65a, gerai martabak yang mempopulerkan inovasi martabak rasa Toblerone dan Nutella.
Youthmanual excited banget ketika dapat kesempatan ngobrol bareng para eksekutif dan entrepreneur muda ini. Yah, kali-kali aja ditawarin proyek, hahaha!
***
Bisa cerita tentang pekerjaan kalian di perusahaan keluarga?
Subhan (S): Posisi gue sekarang adalah CEO Group Automotive Bosowa, yang memiliki usaha dealer dan rental otomotif serta taksi di kawasan Timur Indonesia. Sebagai CEO, tugas gue adalah mengawasi kegiatan operasional. Gue mulai gabung dengan Bosowa setelah lulus kuliah, tahun 2007.
Danniel (D): Posisi saya adalah owner Martabak65a generasi kedua. Job desc-nya adalah me-manage pegawai, bikin sistem kerja, serta bertanggung jawab atas desain grafis dan marketing promosi. Saya mulai membantu ayah di Martabak65a sejak tahun 2010. Sempat double job bekerja sebagai kepala produksi di sebuah percetakan, sampai tahun 2014.
Faisal (F): Sejak pertengahan 2015 lalu, saya menjadi Project Director perusahaan baru Kalla Group, yaitu Bumi Mineral Sulawesi, yang core business-nya adalah pengolahan mineral. Karena ini perusahaan baru, saya bertanggung jawab terhadap semua prosesnya dari awal, seperti urusan financial dan teknis, membuat pabrik, hingga mengolah dan menjual produk.
Sebelumnya, saya bekerja di Toyota, di bawah Kalla Group juga. Di situ lah tempat saya digembleng. Saya mulai kerja dari program Management Trainee, kemudian sempat jadi sales mobil serta divisi servis.
Sejak kapan, sih, kalian dipersiapkan untuk meneruskan bisnis keluarga?
S: Sejak kecil, gue memang sudah dibiasakan ke kantor dan bengkel tempat usaha bokap. Dengan sendirinya, gue jadi mengerti bahwa [Bosowa] adalah usaha keluarga yang akan diteruskan oleh kami, anak-anaknya. Sejak kuliah, gue juga udah magang di Bosowa dan memang diarahkan untuk segera lulus agar bisa membantu bisnis keluarga.
Tapi, gara-gara dari kecil gue biasa ke bengkel dan melihat dunia otomotif, gue juga jadi jatuh cinta sama balap! Bahkan orang tua nggak bisa menghalangi keinginan gue buat jadi pembalap, hahaha.
Subhan Aksa, CEO sekaligus pembalap!
D: Saya justru nggak disiapkan untuk meneruskan bisnis keluarga. Saya sendiri lah yang ingin mengembangkan bisnis keluarga dengan ilmu DKV yang saya dapat dari kuliah.
F: Secara nggak langsung, saya mulai dipersiapkan sejak kelas 2 SMA. Waktu itu saya mulai diajak ke pabrik, ke luar kota, dan diperlihatkan bagaimana sebuah perusahaan berjalan. Setelahnya, saya mulai dikenalin ke orang-orang dan diajari cara menjalankan perusahaan.
Siapa sih, mentor yang membimbing kalian ketika mulai bekerja?
S: Pas pertama kali kerja, gue langsung diceburin ke proyek pembangunan pabrik semen di Batam. Padahal gue sama sekali nggak paham tentang pabrik dan nggak punya background teknik. Gue merasa seperti orang bego, hahaha!
Di proyek itu, mentor gue adalah project officer-nya yang bernama Pak Gunawan, dan gue menjadi asisten beliau. Selain Pak Gunawan, gue belajar dari para profesional di kantor. Kakak-kakak gue, Erwin dan Sadikin Aksa juga menjadi mentor gue, terutama soal negosiasi dalam bisnis.
D: Saya mendapat arahan dari ayah saya tentang semua yang harus dilakukan sebagai pemilik. Saya juga banyak belajar dari pegawai senior, bahkan ada yang sudah bekerja selama 28 tahun. Mereka yang ngajarin saya cara membuat martabak.
Danniel nggak hanya jago menjalankan bisnis, tapi juga jago bikin martabak.
F: Mentor saya adalah Papa, para om, dan para profesional yang sudah bekerja di Kalla Group selama puluhan tahun.
Apa, sih, pelajaran berharga dari mentor kalian?
S: Salah seorang mentor pernah bilang, nggak masalah kalau kita nggak menghadiri pernikahan karyawan, karena saat itu mereka lagi senang. Tapi saat karyawan sedang berduka, gue wajib hadir, karena pasti mereka butuh support saat sedang bersedih.
D: Pelajaran berharga dari ayah adalah supaya rajin memantau usaha, jangan pernah menyerah, dan jangan pernah menyepelekan idemu sendiri sebelum dibuktikan.
F: Untuk menjalankan bisnis, saya harus tahu proses bisnis. Saya juga belajar kalau timing is everything. Jadi meskipun saya adalah keluarga pemilik perusahaan, saya nggak bisa asal “nyeruduk” senior yang sudah ada di dalam. Kalau misalnya saya ingin mengusulkan hal baru, saya nggak bisa langsung bilang dan memaksakan kehendak. Harus mempelajari dulu permasalahan yang dihadapi.
Apakah pekerjaan kalian sesuai dengan latar belakang pendidikan?
S: Ilmu kuliah Bisnis masih terpakai, sih, meskipun nggak sepenuhnya.
D: Awalnya, Mama sempat heran kenapa saya mau membantu usaha keluarga, bukan meneruskan kerja di bidang desain grafis. Tapi saya jelaskan kalau saya memang ingin menerapkan ilmu yang saya dapat di bangku kuliah ke bisnis keluarga.
Setelah masuk ke perusahaan keluarga, hal pertama yang saya lakukan adalah rebranding dan mengganti semua desain awal Martabak65a, dan hal ini ternyata keputusan yang tepat sekali! Soalnya, pada tahun 2013, kami jadi populer [dengan terobosan martabak Nutella dan Toblerone], dan kepopulerannya berlanjut sampai sekarang. Nah, tanpa brand yang jelas, momen kemarin itu bisa “diambil” para pesaing.
F: Sesuai, kok! Saya ‘kan dulu kuliah jurusan Bisnis.
Faisal Suhaeli Kalla, Project Director muda angkatan 2009.
Apakah meneruskan usaha keluarga sejalan dengan passion kalian?
S: Bisa dibilang begitu. Passion ini datangnya dari Papa, yang membangun perusahaan keluarga ini. Prinsipnya, gue mencoba untuk nggak negative thinking dengan suatu pekerjaan yang akan gue hadapi. Gue berusaha mencintai semua yang gue kerjakan beserta setiap prosesnya. Do what you love, love what you do.
Trus, karena posisi sebagai penerus usaha keluarga ini “given”, maka gue harus bersyukur dengan cara mendedikasikan diri gue ke pekerjaan ini 100 persen.
D: Nggak sepenuhnya, sih. Tapi bisnis keluarga ini akan saya jadikan sebagai batu loncatan untuk memulai bisnis startup saya sendiri.
F: Dari dulu, saya memang kepengen kerja di industri dan perdagangan. Jadi begitu mendapat proyek ini, saya semangat banget!
Kenapa memutuskan untuk meneruskan usaha keluarga?
S: Setelah melihat bagaimana peralihan perusahaan ini dari generasi pertama (Papa), kepada generasi ke dua (kakak-kakak), gue pun termotivasi untuk meneruskan usaha keluarga. Gue ingin berkontribusi. Lagipula, dari kecil gue memang sudah diarahkan untuk meneruskan bisnis keluarga. Jadi buat apa dilawan?
D: Saya melihat prospek yang cukup besar di usaha ini, dengan adanya pelanggan yang sudah berlangganan puluhan tahun. Saya pun ingin menjangkau pelanggan baru dan mempraktekkan ilmu DKV saya. Memang, memiliki brand ciptaan sendiri yang dikenal banyak orang adalah cita-cita semua anak DKV.
Suasana di Martabak65a. Saya pernah mampir ke sana dan melihat Danniel yang melayani para pelanggan langsung.
F: Sebenernya ini bukan keputusan, sih, tapi lebih kepada kewajiban dan bakti saya terhadap keluarga. Kalau perusahaan keluarga nggak diteruskan oleh keluarga sendiri, tapi dipegang oleh profesional semua, perusahaannya pasti nggak bertahan lama. Bagi saya, sentuhan keluarga di dalam perusahaan pasti beda dengan orang lain.
Seandainya nggak bekerja di situ, kalian ingin menjadi apa?
S: Wah, nggak kepikiran! Mungkin justru ingin kuliah lagi.
D: Saya ingin kerja di bagian kreatif, karena saya senang sekali berkecimpung di pembuatan logo dan konsep kreatif.
F: Saya pasti buka usaha sendiri, karena memang pengen terjun ke dunia bisnis.
Apa aja, sih, tantangan bekerja di usaha keluarga? Gimana kamu menghadapinya?
S: Karena posisi ini “diberikan” atau “given”, jadi masih banyak yang menganggap gue remeh. Trus, karena banyak karyawan senior yang kenal gue sejak gue kecil, mungkin mereka juga masih menganggap gue sebagai anak kecil.
Yang jelas, gue tetap menghormati karyawan senior yang sudah bekerja dari dulu. Salah satu caranya adalah dengan memanggil mereka dengan sebutan “Pak” [meskipun jabatannya sebagai pegawai]. Sebaliknya, gue juga berusaha keras untuk mendapat respect dari para pegawai. Tantangan lainnya adalah untuk bersikap professional, walaupun kerja dengan saudara sendiri.
D: Tantangannya adalah berkomunikasi dengan orangtua. Cara menghadapinya adalah dengan membuktikan dulu hasil kerja saya dan menunjukkan bahwa saya benar-benar ingin bisnis keluarga ini terus berkembang.
Butuh waktu beberapa tahun untuk mengamati dan mempelajari bisnis martabak, sebelum akhirnya saya menemukan hal-hal yang harus saya ubah. Dan sebelum saya menyampaikannya ke orang tua, saya survei dan mengumpulkan data-data dulu, sehingga saat menjelaskan keputusan yang mau saya ambil, saya punya bahan pendukungnya.
F: Tantangannya adalah mengakomodir ide-ide yang ada. Namanya juga perusahaan keluarga, jadi nggak bisa nyuekin pemikiran dan saran dari keluarga. Di perusahaan biasa, setiap mau mengambil keputusan, mungkin CEO tinggal ketok palu, ya. Nah, kalau di perusahaan keluarga, kita harus mendekati berbagai pihak [keluarga] yang terlibat dulu, sehingga pengambilan keputusannya jadi agak lama.
Cara menghadapinya, ya, dinikmati aja. Kita memang harus banyak menyesuaikan diri di perusahaan keluarga.
Adakah tantangan untuk membuktikan diri kalau kamu pantas bekerja di situ atau untuk bisa sebaik pendahulu kamu?
S: Ada! Makanya, sebagai penerus usaha keluarga, gue harus belajar dan bekerja ekstra keras. Orang tua juga punya high hopes terhadap kami. Mereka ingin melihat kami melakukan yang terbaik.
D: Ada, yaitu membuktikan komitmen saya, karena ayah saya sudah menekuni usaha ini sejak tahun 1970.
F: Pertama kali masuk ke perusahaan keluarga, bawaannya pengen membuktikan diri terus, hahaha! Kalau ngelihat ada yang salah sedikit, rasanya pengen menindak. Tapi seiring dengan waktu, saya belajar untuk mengorbankan hal-hal kecil untuk mencapai hal yang lebih besar. Apalagi saya membawa nama keluarga, sehingga ekspektasi orang kepada saya jadi lebih tinggi. Saya nggak bisa sembarang ambil keputusan yang bisa membahayakan perusahaan.
Apakah gaya kamu bekerja berbeda dengan pendahulu kamu? Trus, adakah perubahan apa yang ingin dilakukan?
S: Ada miripnya, tapi ada juga bedanya. [Papa dan kakak] cenderung lebih mature. Perubahan yang ingin gue lakukan adalah membawa perusahaan ini menjadi lebih baik dengan kultur kekeluargaan yang kuat, karyawan yang loyal, namun tetap semangat dalam bekerja dan terus meraih pencapaian. Salah satu contoh perusahaan yang menurut gue bagus dalam menerapkan itu semua adalah Astra.
D: Kedepannya, saya ingin menjadikan usaha ini menjadi sebuah PT.
F: Buah nggak bakal jatuh jauh dari pohonnya, hehehe. Tapi, lubang-lubang yang ada di kepemimpinan sebelum saya harusnya bisa saya isi dengan lebih baik lagi. Apalagi dengan perkembangan teknologi yang sangat cepat, kita juga harus bergerak dengan cepat. Market pun semakin beragam. Saya sendiri mulai merekrut anak-anak muda—di bawah 30 tahun—yang bekerja dengan dinamis dan semangat tinggi.
Faisal (kiri atas) bersama keluarganya. Harus bisa menempatkan diri di rumah dan saat bekerja di perusahaan keluarga.
Apa goal kamu sebagai penerus usaha keluarga?
S: Bokap suka bilang, bahwa tanpa bisa berbahasa Inggris dan tanpa pendidikan tinggi, beliau bisa membuat pabrik. Maka beliau berharap [anak-anaknya] harus bisa mencapai prestasi dua atau tiga kali lipat lebih besar daripada itu. Nah, itulah goal yang ingin gue capai.
D: Target saya adalah menjadikan Martabak65a menjadi martabak paling terkemuka di Indonesia dan mungkin bisa diekspor kel uar negeri.
F: Impian saya, perusahaan keluarga Kalla Group bisa terus bertahan dari generasi ke generasi. Sementara harapan saya untuk Bumi Mineral Sulawesi—perusahaan yang saya pegang—adalah menjadi pilot project yang besar di bidang ferro nickel, dalam hal produk dan produksinya sendiri.
***
Ternyata menjadi penerus usaha keluarga bukan berarti bisa ongkang-ongkang kaki berhubung nggak perlu melamar kerja, trus bisa jadi bos secara instan. Ada tanggung jawab serta tantangan luar biasa yang harus dihadapi. Good luck buat Subhan, Danniel, dan Faisal!
(sumber gambar: www.hitshowtowatch.com, dokumentasi pribadi)
Kategori
gimana? udh wisuda?
Ciri-Ciri Proposal Skripsi yang Baik dan Berkualitas (dan Nggak Bakal Bikin Kamu Dibantai Dosen Penguji)ka mau tanya kalo dari smk keehatan apa bisa ngambil kedokteran hewan?
Mengenal Lebih Dekat Dengan Program Studi Kedokteran HewanKak, ada ga univ yang punya jurusan khusus baking and pastry aja?
5 Program Studi yang Cocok Buat Kamu yang Suka Makanansemangat terusss https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/
5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagussemoga selalu bermanfaat kontennya https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/
5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagus