Yuk, Kenalan Sama Empat Dosen Kece Ini!
- Dec 18, 2015
- Fatimah Ibtisam
Pernah dengar tentang Pietro Boselli, nggak? Cowok bergelar PhD ini sempat menjadi dosen Matematika di sebuah fakultas Teknik di Inggris. Ia juga seorang… model beken! Gantengnya, sih, jangan ditanya. Bikin heboh! (Coba dilihat foto Pak Dosen di atas)
Tapi jangan salah. Indonesia juga punya banyak dosen kece, lho. Mereka masih muda, smart, berbakat, berprestasi dan inspiring. Good looking pula! *uhuk* Dijamin, bikin mahasiswa pada rajin masuk kelas!
Octa Ramayana
Mengajar di Vokasi Penyiaran Universitas Indonesia (UI)
Lulusan D3 Penyiaran di Universitas Indonesia, Ekstensi S1 Komunikasi Massa di Universitas Indonesia, dan S2 Master of International Communications Management di The Hague University, Belanda
Alumni SMAN 47 Jakarta
Antara Ngajar, Startup dan Band
“Awalnya, gue nggak pernah kepikiran jadi pengajar. Trus, suatu hari gue datang ke acara TEDx dan ngeliat presentasinya Anies Baswedan tentang Indonesia Mengajar. Gue langsung merasa kesentil dan jadi ingin menantang diri sendiri untuk berbagi ilmu,” cerita Mas Octa yang pernah menjadi Program Director di Gen FM serta penyiar radio di Belanda.
Dosen yang mengisi kelas Perencanaan Program Radio ini adalah co-founder dan director dari Qomet, sebuah perusahaan yang fokus pada bidang startup dan media. Nggak cuma itu, cowok yang bercita-cita kuliah S3 ini juga meluangkan waktunya untuk menjadi co-manager, publisis, sekaligus fotografer band KarnaTra.
“Kerjaan gue dengan band bisa dibilang merupakan suatu keharusan, karena musik adalah hal yang sangat gue sukai. Intinya, lakukanlah sesuatu yang lo suka banget, di tengah rutinitas “wajib” lo. Bisa musik, bersepeda, parkour atau apa aja. Kalau cuma kerja melulu, lama-lama bisa “gila” kali, ya,” ungkapnya blak-blakan.
Soal metode mengajarnya, Mas Octa terinspirasi dari pengalamannya saat kuliah di Belanda dulu. “Bagi gue, yang terpenting adalah gimana cara supaya mahasiswa bisa nyaman mengeluarkan pendapatnya, tanpa khawatir dicelain,” ujar dosen yang nggak mau jaga jarak dan jaim di depan mahasiswanya ini.
DO Mahasiswa, Kayak Mutusin Pacar
Di kelas, Mas Octa juga suka memberikan tugas presentasi untuk melatih public speaking.
“Setelah seorang mahasiswa presentasi di depan kelas, gue akan minta mahasiswa lain mengapresiasi temannya yang tadi presentasi itu, bukan mengkritik. Cari kesalahan itu gampang banget, yang paling susah adalah mencari kebaikan, dan berani membicarakannya di depan umum.”
Sering diminta buat folbek sama mahasiswinya, "Qaqa... folbek dong, qaqaaa!"
Walaupun Mas Octa menganggap ngajar sangatlah seru, tetapi ada juga low points yang dirasakan Mas Octa. “Pengalaman pahit gue adalah ketika ada mahasiswa pintar banget di kelas yang nggak bisa melanjutkan kuliahnya, karena ada masalah keluarga dan dia harus membiayai hidup adik-adiknya. Gue kira hal kayak gitu cuma ada di film Laskar Pelangi. Ternyata bisa terjadi di kelas gue. Pengalaman pahit lainnya adalah ketika gue harus nge-DO mahasiswa. Rasanya kayak harus mutusin pacar!” curhatnya.
Teraya Paramehta
Mengajar di S1 Program Studi Inggris dan S2 Program Studi Kajian Wilayah Amerika Universitas Indonesia
Lulusan S1 Program Studi Inggris di Universitas Indonesia dan S2 Asian American Studies di San Francisco State University
Alumni SMA Labschool Rawamangun Jakarta
Nilai Bukan Segalanya
“Being a lecturer gives you a sense of power, hehehe,” canda Miss Tera.
Memang, sejak masih kuliah, penerima beasiswa Fulbright ini sudah kepikiran untuk menjadi dosen, walaupun do’i juga ingin jadi wartawan dan penulis.
Cewek yang semasa kuliah aktif di Himpunan Mahasiswa Jurusan dan nge-band ini mengaku memilih jadi dosen karena suka berinteraksi dengan mahasiswa. “Hal klise yang semua dosen atau guru sering bilang itu bener, lho, bahwa you learn more from the students,” ujarnya.
Bagi Miss Tera (paling kanan), pengalaman yang sangat berkesan dari mengajar adalah saat skripsi mahasiswa bimbingannya mendapat hasil memuaskan.
Saat ngajar, Miss Tera berprinsip bahwa mahasiswa harus aktif, nggak cuma menerima materi dari dosen. “Soalnya mereka bisa menghasilkan pemikiran sendiri,” ungkap cewek yang mengisi waktu luangnya dengan terlibat di charity garage sale. Cewek yang waktu SMA ngambil jurusan Bahasa dan ikutan tim debat ini berpendapat, “Menurut saya, nilai itu penting, tapi bukan segalanya. Banyak aspek lain yang nggak kalah penting.” Betul, betul, betul!
“Trus, yang sering dilupakan oleh banyak dosen—termasuk saya—adalah memberi pujian kepada mahasiswa itu sama pentingnya dengan mengoreksi bila mereka salah. Apalagi untuk mahasiswa yang agak lemah di kelas. Mereka akan termotivasi kalau diapresiasi. Kan happy kalau dipuji dosen, hehehe…” kata Miss Tera.
Rock On, Miss!
Selain jadi dosen, cewek yang lulus S2 dengan IPK 3.97 ini juga lead singer sebuah band rock, Wonderbra. Band yang terbentuk sejak Miss Tera masih kuliah ini udah ngeluarin dua album dan masih sering tampil, lho, termasuk di acara-acara kampus. Trus, mereka juga lagi rekaman musikalisasi puisi. Aaaaaah, you’re so cool, deh, Miss!
Check her out!
Umar Zaky
Mengajar di Universitas Teknologi Yogyakarta
Lulusan S1 Jurusan Teknik Informatika di Universitas Teknologi Yogyakarta
Alumni SMA Batik 1 Solo
Dosen Strict!
Cowok yang baru menyelesaikan kuliah S2-nya di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ini mulai ngajar sejak lulus S1. Walau masih muda dan punya pembawaan yang santai, Pak Zaky termasuk dosen yang strict, lho.
“Di kelas, selain sharing materi, saya juga menjunjung tinggi etika. Mahasiswa perlu paham kalau kuliah bukan hanya untuk mendapat ilmu eksakta, tapi juga ilmu hidup. Seperti gimana cara bersosialisasi dan berperilaku. Ini sangat menantang, karena ilmu yang saya ajar adalah teknologi, yang mana sisi sosialnya sering diabaikan,” kata cowok yang hobi naik gunung ini.
Pak Zaky melanjutkan, “Saya menerapkan sopan santun dan kedisiplinan di kelas saya. Saya nggak segan, tuh, negor mahasiswa yang nggak sopan. Misalnya, duduk di atas meja atau merokok di lingkungan kampus. Saya percaya bahwa kampus bukan cuma tempat menuntut ilmu, tetapi juga tempat membentuk karakter,” ungkapnya tegas.
Di sisi lain, Pak Zaky sangat terbuka kepada mahasiswanya, termasuk terbuka untuk menerima masukan. “Saya sangat nggak mau jadi dosen arogan, jadi saya terbuka untuk saling sharing dan diskusi dengan mahasiswa. Bisa aja ‘kan, mahasiswa punya pengetahuan yang lebih luas? Saya juga terbuka untuk berteman dengan mahasiswa di social media, dan saya sering ngasih link yang berkaitan dengan kuliah di situ,” ujar cowok yang jago fotografi ini.
Cap Bibir di Kertas Ujian
Karena masih muda, Pak Zaky suka digodain mahasiswa nggak? “Sering, hahahaha! Tapi sekadar bercanda, kok. Namanya juga anak muda, jadi saya maklum aja, sih, selama masih wajar dan nggak mengganggu kelas. Saya malah pernah menemukan cap bibir di lembar ujian,” cerita konsultan IT ini. Whatttt? Cap bibir?!
Soal bercandaan, Pak Zaky masih bisa mentolelir, tapi jangan sampai mahasiswanya melakukan “keusilan” lain, seperti nitip absen. “Kalau ketahuan, langsung saya coret tiga absennya! Itu artinya dia nggak bisa dapat nilai A,” ujarnya. “Satu lagi, mahasiswa juga suka deg-degan kalau saya mengawas ujian. Mungkin karena saya paham banget trik-trik nyontek mahasiswa. Hahaha...” Wah, ampun, Pak!
Inaya Rakhmani
Mengajar di Departemen Komunikasi Universitas Indonesia (S1 dan S2)
Lulusan S1 Komunikasi di Universitas Indonesia, S2 Media Studies di University of Amsterdam, Belanda, dan S3 Media Studies, Asia Research Centre di Murdoch University, Australia
Alumni SMAN 70 Jakarta
Si Doktor Muda
Cantik, keren, aktif, bergelar Doktor pula! Yup, pengajar yang juga peneliti bidang komunikasi dan media ini emang mantab banget, sob!
Pas ditanya tentang gimana bisa berprofesi jadi dosen, Mbak Inaya menjawab, “Seperti bertemu jodoh!” Sebab awalnya, ketua Pusat Kajian Komunikasi FISIP ini nggak punya rencana ngajar. Semua mengalir begitu saja.
Asal tahu aja, Mbak Inaya pertama kali diminta ngajar saat ia baru lulus kuliah. Trus, mahasiswa yang diajar pun umurnya hanya dua tahun lebih muda dari dirinya. Deg-degan nggak, sih, ngajar mahasiswa yang seumuran? “Nggak, tuh. Rasanya seperti sharing saja. Sampai sekarang mengajarnya juga seperti sharing. Nggak satu arah,” ujar dosen yang suka menulis blog dan tulisan ilmiah ini.
Tips, nih. Kalau kamu jadi mahasiswa Mbak Inaya, jangan ragu untuk speak up di kelas, ya! “Kalau mahasiswa aktif bertanya dan berani berbeda pendapat dengan pengajar, “beban kerja” pengajar jadi berkurang, hehehe,” guraunya.
Dosen Kurang, Mahasiswa Banyak
Menurut Mbak Inaya, profesi dosen seru dan dan banyak keuntungannya. “Karena jadi dosen harus belajar terus, kita pun jadi berkembang terus. Pikiran juga jadi terbuka,” kata dosen yang pernah bekerja sama dengan lembaga internasional UNICEF ini.
Aktif sebagai peneliti bidang komunikasi.
Tapi ada juga, sih, sisi kurang menyenangkannya. “Umumnya, universitas di Indonesia kekurangan dosen, padahal mahasiswa dan kelasnya banyak. Tahun 2000, di kampus saya, ada 50 mahasiswa dalam satu angkatan. Sementara di tahun 2015, mahasiswanya bertambah jadi 180 orang dalam satu angkatan. Jadi saya nggak bisa kenal semua mahasiswa secara personal,” ungkap Mbak Ina.
***
Wah, kalau kata Mbak Ina, ternyata jumlah dosen masih kurang, ya. Nah, apakah kamu berminat jadi dosen keren kayak mereka?
(sumber gambar: Faceblogsira, Metro TV News, Google Plus, Examiner, dokumentasi pribadi Octa, Teraya, Zaki)
Kategori
gimana? udh wisuda?
Ciri-Ciri Proposal Skripsi yang Baik dan Berkualitas (dan Nggak Bakal Bikin Kamu Dibantai Dosen Penguji)ka mau tanya kalo dari smk keehatan apa bisa ngambil kedokteran hewan?
Mengenal Lebih Dekat Dengan Program Studi Kedokteran HewanKak, ada ga univ yang punya jurusan khusus baking and pastry aja?
5 Program Studi yang Cocok Buat Kamu yang Suka Makanansemangat terusss https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/
5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagussemoga selalu bermanfaat kontennya https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/
5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagus