Pandangan Tentang Generasi Milenial di Dunia Kerja Lewat Video Simon Sinek
- Jan 05, 2017
- Dian Ismarani
Simon O. Sinek adalah seorang penulis, pembicara dan konsultan tentang kepemimpinan berkebangsaan Inggris. Bukunya berjudul Start with Why: How Great Leaders Inspire Everyone to Take Action yang terbit tahun 2009 banyak dipakai para pemimpin dunia untuk membuat keputusan. Pandangan-pandangan Simon juga sering dikutip berbagai media dunia kayak The New York Times, Wall Street Journal, The Washington Post, BusinessWeek dan The Huffington Post.
Beberapa hari lalu, saya tertarik banget sama salah satu video Simon di YouTube tentang anak muda generasi milenial di dunia kerja. As we know, banyak banget yang bilang generasi milenial nggak tough dalam menghadapi dunia kerja alias pada manja. Padahal, banyak banget keuntungan yang didapat generasi ini.
Menurut Simon, generasi milenial adalah sekumpulan anak muda yang susah banget untuk diatur, sangat menuntut hak, narsis, “gue sentris” dan kurang fokus. Dan mereka sering banget didukung untuk melakukan apa yang ingin mereka lakukan, dan melupakan apa yang seharusnya mereka lakukan.
Sebagian besar menjawab mereka ingin bekerja dengan tujuan yang mulia (which is good!), dan mereka ingin membawa dampak yang besar. Tetapi meskipun mereka sudah mendapatkan dan melakukan hal yang mereka mau, mereka tetap merasa susah bahagia.
Ada tiga hal yang bikin generasi milenial jadi seperti sekarang ini.
Pertama adalah parenting (pengasuhan orang tua). Generasi milenial selalu dikasih tahu bahwa mereka spesial. Mereka bisa mendapatkan apapun yang mereka mau. Sebagian generasi milenial mendapat nilai dan fasilitas yang bagus karena banyak orang tua yang komplain ke pihak sekolah. Guru-guru yang terlalu keras diprotes, bahkan dilaporkan ke pihak berwajib. Generasi milenial diberi fasilitas berlimpah tanpa harus bersusah payah mendapatkannya.
Pada akhirnya, ketika mereka masuk ke dunia kerja, nggak ada siapapun yang bisa bantuin mereka untuk bekerja dengan baik. Biasa disuapin dan dilindungi, mereka kini harus kerja keras sendiri.
Kedua adalah Teknologi. Generasi milenial hidup di era media sosial yang penuh pencitraan. Kita hobi banget menunjukkan betapa asyiknya hidup kita meskipun keadaaannya nggak gitu-gitu amat. Di media sosial, semua orang terlihat sangat hebat dan keren. Quotes bijak bertebaran dan kayaknya menyampaikan pendapat adalah sesuatu yang mudah.
Pada akhirnya, ketika mereka masuk ke dunia kerja, nggak semua hal bisa dilalui dengan satu kali klik. Dunia kerja bukan sesuatu yang bisa dibangun dengan instan. Kalau ada masalah sama pekerjaan, ya kita benar-benar harus menghadapinya. Konflik yang terjadi juga nyata. Nggak semua anak siap dan bisa menghadapi hal tersebut.
Teknologi dan media sosial memberi efek dopamine yang bikin kita merasa senang. Makanya ketika kita dapat chat dari seseorang, kita merasa senang. Kemudian kita jadi hobi menghitung likes, takut banget diunfriend dan merasa wajib post segala sesuatu tentang hidup kita karena perasaan takut ditinggalkan.
Kecanduan akan teknologi ini menciptakan hubungan yang superficial alias palsu. Hubungan dengan teman menjadi sebatas likes dan loves. Generasi milenial sulit membangun hubungan yang dalam dan berkualitas.
Ketiga adalah ketidaksabaran. Generasi milenial nggak tahu lagi gimana cara menunda kesenangan demi mendapat sesuatu yang lebih nanti. Padahal, ini penting banget dimiliki. Youthmanual sendiri pernah membahas kenapa kamu wajib melatih delayed gratification dalam hidup.
Zaman sekarang, semua bisa didapatkan dengan mudah, mau barang tinggal pesan online. Nonton film tinggal streaming. Bahkan pesen makanan dan diantar kemana-mana udah gampang banget.
Semua memang bisa serba cepat didapatkan kecuali karier dan hubungan berkualitas. Makanya generasi milenial perlu belajar sabar. Generai milenial harus paham bahwa sesuatu yang benar-benar berharga kayak cinta, skills, kepuasan dan kemampuan bekerja dengan baik, serta hubungan yang berkuliatas nggak bisa dicapai dengan instan.
***
Dari ketiga hal tersebut di atas, Simon akhirnya berkesimpulan bahwa lingkungan sangat berpengaruh bagi generasi milenial. Kalau kita mau bahagia, kita haruslah memilih tempat bekerja yang peduli pada long term relationship. Pilih bos yang melarang bawa smartphone ke ruang meeting. Pilih teman yang menghargai percakapan berkualitas dan bukan sibuk masing-masing dengan smartphone ketika ketemuan.
Karena kita udah kepalang jadi generasi yang seperti ini, kita harus mau mencari perusahaan yang mau mengajarkan kita untuk bersusah payah membangun networking. Kalau kita nggak memilih lingkungan yang tepat, maka kita nggak akan bisa belajar berinovasi dan benar-benar membawa dampak dalam hidup.
Setuju nggak, sob?!
(Sumber gambar: genhq.com, goodcallwp.s3.amazonaws.com, business-standard.com, dru-cdn.zipcar.com)
gimana? udh wisuda?
Ciri-Ciri Proposal Skripsi yang Baik dan Berkualitas (dan Nggak Bakal Bikin Kamu Dibantai Dosen Penguji)ka mau tanya kalo dari smk keehatan apa bisa ngambil kedokteran hewan?
Mengenal Lebih Dekat Dengan Program Studi Kedokteran HewanKak, ada ga univ yang punya jurusan khusus baking and pastry aja?
5 Program Studi yang Cocok Buat Kamu yang Suka Makanansemangat terusss https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/
5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagussemoga selalu bermanfaat kontennya https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/
5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagus