Kenapa Kamu Sering Datang Terlambat dan Bagaimana Mengatasinya
- Jan 04, 2016
- Laila Achmad
Kamu sering datang terlambat nggak? Sayangnya, saya termasuk golongan umat manusia jam karet. Seriiing banget datang terlambat di segala situasi—kuliah, ketemuan sama pacar, meeting, dan sebagainya. Sewaktu SMA, saya malah pernah diskors karena terlambat masuk selama 14 kali dalam sebulan.
Meskipun budaya ngaret yang udah dianggap lumrah di Indonesia, terlambat tetaplah terlambat, sebuah gestur yang nyebelin, nggak sopan, serta merepotkan orang lain, dan saya harus mengubah kebiasaan ini.
Setelah melakukan riset kecil-kecilan, saya menemukan bahwa ternyata para tukang ngaret bukanlah selalu orang-orang nyebelin yang nggak bisa menghargai orang lain. Mereka hobi datang terlambat karena punya “jalan pikir” yang berbeda.
“Iya, terlambat adalah gestur yang nggak sopan,” kata Diana DeLonzor, penulis buku Never Be Late Again, “Tetapi saya sudah mewawancara ratusan orang dan kesimpulannya, mayoritas tukang ngaret sendiri sebenarnya nggak suka, lho, kalau mereka datang terlambat. Mereka juga sudah berusaha untuk datang tepat waktu, tapi penyakit ngaret ini seakan-akan nggak bisa lepas dari diri mereka.”
Ternyata kebiasaan terlambat datang dari kebiasaan-kebiasaan kecil yang tanpa disadari bikin kamu ngaret melulu, seperti…
Kamu orangnya suka adrenaline rush
Nyadar nggak, bahwa terlambat bisa memberikan kita adrenaline rush atau rasa tegang? Apalagi kalau sejak keluar rumah kita sudah terlambat. Sudah pasti kita bakal tegang sepanjang perjalanan menuju tempat tujuan.
“Duh, bisnya bakal nyampe berapa menit lagi, nih?” “Kereta bakal datang on time nggak, ya?” “Gue bakal kecegat berapa lampu merah, nih?”
Nah, ternyata memang ada beberapa orang yang tanpa disadari “menikmati” adrenaline rush ini. Kalau kata sepupu saya yang juga tukang ngaret, “Travelling rasanya nggak lengkap kalau check-in dan boarding di bandaranya nggak pake lari-lari nyaris ditinggal pesawat!” Kurang adrenaline rush apa, coba, mau ditinggal pesawat?!
DeLonzor sendiri termasuk orang yang begini. Dia bilang, “Saya merasa aneh kalau berjalan menuju tempat tujuan dengan santai, sambil nyeruput kopi dan ngemil muffin. Tanpa disadari, ternyata saya lebih suka kalau harus lari-lari dikejar waktu menuju tempat tujuan.”
Tentu saja, ini bukan hal yang baik. Kalau mau nyari adrenaline rush mah naik rollercoaster aja kali. Jangan nyari adrenaline rush dengan datang terlambat dan ngerepotin orang lain!
Kamu lebih suka datang terlambat daripada datang terlalu cepat
Menurut Huffington Post, orang-orang yang sibuk atau overloaded biasanya merasa gelisah kalau datang terlalu cepat, soalnya mereka merasa menunggu itu “membuang” waktu mereka sehingga mereka lebih baik ditunggu daripada menunggu. Apalagi budaya ngaret orang Indonesia ‘kan kencang sekali, ya, sehingga anyak orang berfikir, “Ngapain datang cepat-cepat? Temen gue juga pasti ngaret!”
Kalau kamu termasuk orang seperti ini, ingat, kamu bisa melakukan banyak hal, kok, sambil menunggu teman kamu datang. Misalnya, baca buku, bales-balesin e-mail, menyelesaikan pekerjaan di laptop, atau… ya, santai bengong aja! Pokoknya jangan merasa “takut” menunggu trus sengaja telat-telatin datang. Itu namanya kamu ikutan memperparah budaya ngaret orang Indonesia.
Kamu nggak bisa membuat perkiraan waktu dengan tepat
Menurut majalah TIME, kebiasaan ngaret bisa timbul karena kita nggak bisa memperkirakan waktu dengan baik.
Coba, deh, cari tahu berapa lama waktu yang kamu butuhkan untuk melakukan sesuatu yang biasa kamu kerjakan sehari-hari. Misalnya, mandi, dandan, nyetir dari rumah ke tempat beraktivitas setiap hari, dan sebagainya. Cari tahu waktu persisnya, ya. Diukur pakai jam! Soalnya perkiraan pribadi dengan kenyataan suka jauh berbeda.
Contohnya, saya selalu mengira bahwa saya cuma perlu 10 menit untuk mandi. Setelah diukur dengn jam, ternyata saya bisa mandi sampai 20 menit. Pantesan saya terlambat berangkat mulu! Nah, begini, nih, sifat kebanyakan orang tukang ngaret—nggak bisa memperkirakan waktu dengan baik!
Trus, ternyata orang-orang yang tepat waktu itu selalu mengalokasikan waktu dengan menggenapkan waktu ke atas. Misalnya, kalau jarak tempuh dari rumah ke kampus sekitar 20-25 menit, maka orang-orang yang tepat waktu akan mengalokasikan waktu 30 menit, untuk amannya.
Sebaliknya, orang yang biasanya datang terlambat akan membuat perkiraan waktu dengan membulatkan waktu ke bawah dengan ganjil. Misalnya, 23 menit.
Kebiasaan ini disebut DeLonzor sebagai “split second timing”, dan kebiasaan ini berbahaya karena nggak memberikan waktu luang untuk hal-hal mendadak. Misalnya, kalau di perjalanan tiba-tiba ada kemacetan tak terduga dan kamu cuma mengalokasikan waktu 23 menit, kamu bakal terlambat banget dibandingkan kalau kamu mengalokasikan waktu selama 30-35 menit.
Kamu nggak pakai jam tangan
Mengandalkan hape untuk ngecek waktu itu beresiko, soalnya perhatian kita jadi gampang teralihkan dan “kesedot” hape untuk chatting, baca-baca e-mail dan ngecek media sosial.
Lebih baik gunakan jam tangan untuk ngecek waktu demi menghindari berbagai distraksi, begitu kata New York Magazine.
Kamu berusaha menyelesaikan terlalu banyak hal
Ada orang-orang yang puas dan hepi banget kalau bisa menyelesaikan semua hal dalam daftar to-do list mereka dalam satu hari. Pokoknya semakin banyak hal bisa mereka selesaikan dalam satu hari, semakin puas! Kata DeLonzor, “Mereka yakin mampu menyelesaikan banyak hal dalam jangka waktu sependek mungkin, padahal biasanya jumlah hal yang ingin mereka selesaikan itu nggak realistis dan ujung-ujungnya mereka cuma bisa melakukan 70-80% hal-hal yang ingin mereka selesaikan.”
Akibat lainnya? Mereka jadi terlalu sibuk dan rentan terlambat datang di tempat tujuan.
Punya ambisi menyelesaikan banyak hal dalam sehari itu bagus, gaes, tapi yang realistis, ya.
Kamu terdistraksi saat lagi bersiap-siap pergi
Kamu pernah nggak, sih, ngecek e-mail atau medsos di hape sebelum berangkat beraktivitas, eh, tau-tau ujung-ujungnya kamu terlambat sampai di tempat tujuan? Itu adalah contoh bagaimana terdistraksi bisa membuat kamu telat.
Jadi jangan multitasking, ya. Kalau kamu harus berangkat beraktivitas, ya fokus berangkat aja. Jangan nyalain komputer dulu, liat-liat hape dulu, dan sebagainya.
Hidup kamu terlalu padat!
Kita nggak mungkin sibuk non-stop dari bangun pagi sampai tidur malam lagi. Setiap orang pasti perlu downtime alias bersantai beberapa kali dalam sehari. Kalau dipaksain sibuk seharian, pikiran kamu bakal “protes” sendiri.
Maka luangkanlah waktu untuk leyeh-leyeh dalam sehari—main hape, baca majalah, atau apapun. Soalnya kalau kamu memaksakan diri sibuk seharian, pikiran kamu bisa kecapekan dan mendadak “minta” leyeh-leyeh sendiri. Bisa, lho! Nah, kalau pikiran kamu “minta” leyeh-leyeh pas kamu harus berangkat ketemuan sama orang gimana? Nanti malah jadi terlambat!
Jadi jangan biarkan dirimu terlalu sibuk dan bersantailah disaat kamu nggak ada kewajiban ketemu siapa-siapa!
(sumber gambar: The Place 2, The Sartorialist, The Washington Post, HexJam, Deals Plus, Inquirer)
Kategori
gimana? udh wisuda?
Ciri-Ciri Proposal Skripsi yang Baik dan Berkualitas (dan Nggak Bakal Bikin Kamu Dibantai Dosen Penguji)ka mau tanya kalo dari smk keehatan apa bisa ngambil kedokteran hewan?
Mengenal Lebih Dekat Dengan Program Studi Kedokteran HewanKak, ada ga univ yang punya jurusan khusus baking and pastry aja?
5 Program Studi yang Cocok Buat Kamu yang Suka Makanansemangat terusss https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/
5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagussemoga selalu bermanfaat kontennya https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/
5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagus