Kenapa Kebanyakan Orang Takut dengan Public Speaking?

Bagi sebagian orang, bicara di depan umum alias public speaking mungkin adalah hal simpel yang bisa dilakukan semudah ngebersihin kotoran kuku.

Tapi, bagi sebagian orang lainnya, public speaking dianggap sebagai hal yang sangat, sangat menakutkan. Rasanya, tiap kali diberikan kesempatan untuk unjuk gigi di depan banyak orang, tuh, nggak jauh beda dengan ketika jadi buronan guru BK gara-gara sering cabut sekolah. Aduhai.

Yah, at least, saya sih ngerasanya begitu.

Sindrom “demam panggung” atau glossophobia ini ternyata bukanlah kasus yang langka, lho, gaes. Takut pada public speaking seringkali disebut-sebut sebagai ketakutan paling umum yang mengalahkan ketakutan-ketakutan lain seperti takut pada laba-laba, dokter gigi, bahkan takut pada kematian!

Eniwei—apa, sih, yang bikin banyak orang takut bingit sama kegiatan satu ini?

1

Menurut para ahli dalam berbagai penelitian, banyak banget faktor yang membuat seseorang dapat merasa terintimidasi tiap kali harus berbicara di depan umum. Faktor-faktor ini membentuk pola pikir tertentu yang dapat mempengaruhi tingkat stres seseorang, yang bahkan seringkali bersumber dari sesuatu yang bahkan nggak masuk akal.

Nah, kasus yang paling umum yang membuat seseorang merasa takut ketika harus melakukan public speaking adalah persiapan yang minim. Yup, technical aspects is (still) the key. Mulai dari bahan pembicaraan sampai kepo-kepo mendalam soal audiens bukanlah sesuatu yang bisa kamu lewatkan ketika hendak berbicara di depan umum. Apalagi kalau kamu emang jarang banget bergelut dalam bidang ini.

Kalau hal ini sampai terjadi, sih, maklum aja kalau pada akhirnya kamu bakal menyalahkan diri sendiri.

Ada pula findings mengenai pengaruh bagaimana kamu menilai dirimu sendiri dengan bagaimana kamu bisa melakukan public speaking. Katanya, orang-orang yang kerap berpikir negatif tentang dirinya sendiri cenderung lebih sering mengalami kepanikan ketika harus berbicara di depan umum.

How so?

Bukanlah hal yang mudah untuk menempatkan diri menjadi pusat perhatian di tengah kerumunan. Ketika semua pandangan tertuju padamu (aih), akan ada suatu “koneksi” yang sekonyong-konyong bikin kamu semakin awas dengan keadaan dirimu—bahkan ketika kondisi tersebut sangat nggak masuk akal. Apakah kamu berbicara terlalu cepat? Apakah intonasimu datar? Apakah pomade kamu hari ini masih bertahan? Apakah ada cabe yang nyelip di gigi kamu, padahal hari ini kamu baru makan dua biji onde-onde?

Secara nggak langsung, otakmu memberikan sinyal yang bikin kamu panik sendiri mikirin bagaimana orang lain memandang kamu di mata mereka menurut sudut pandangmu. Dan voila, the fear of judgement pun muncul ke permukaan.

Padahal, sih, kamunya aja, lho yang ngerasa, ehem, kepedean. Faktanya, nggak usah nunggu untuk public speaking dulu baru bakal di-judge, deh. Kamu diem kelamaan di pojokan minimarket aja terkadang di-judge ama mas-mas kasir.

Audiens sama sekali nggak peduli dengan bagaimana kamu memandang dirimu sendiri, terutama masalah penampilan. Mereka hanya fokus dengan apa yang akan kamu katakana dan apa yang dapat mereka ambil dari perkataan kamu. Malah, semakin kamu merasa grogi, semakin audiens merasakan aura bahwa kamu sebenarnya nggak siap untuk tampil di depan umum. Dan kamu makin grogi. Dan audiens pun makin nge-judge. And it became a never-ending cycle. Duh.

2

Nah, kalau udah pernah grogi dan udah pernah (merasa) di-judge, masalahnya bisa makin runyam. Kamu bakal sulit menghilangkan rasa takut untuk berbicara di depan umum karena kamu “kapok” merasakan hal yang sama. Bukannya belajar dari pengalaman, tapi kamu malah menjadikan kegagalan sebagai senjata penodong yang membuat kamu takut untuk kembali mencoba.

Terakhir, membandingkan kemampuan dirimu dengan orang lain yang sudah lebih berpengalaman juga sukses membuat rasa takutmu berbicara di depan umum meningkat drastis.

Gaes, ingat, tugasmu dalam melakukan public speaking bukanlah untuk menjadi panutan yang hqq, so don’t you dare compare yourselves with others. Yang terpenting, temukan passion di dalam apa yang akan kamu bicarakan, dan sampaikanlah hal tersebut dengan baik karena hal itu sangat menarik untuk didengar. Cukup dengan memposisikan kalau dirimu-lah yang paling mengetahui hal tersebut di dunia ini, dan cerita dari kamu-lah yang paling ingin didengar oleh orang-orang.

Baca juga:

(sumber gambar: 123rf.com, schoolcentrx.net, tenor.com)

POPULAR ARTICLE
LATEST COMMENT
syakila putri | 11 hari yang lalu

terimakasih atas informasinya. kunjungi website kami untuk informasi lebih lanjut https://unair.ac.id/

Bedah Peluang, Daya Tampung, serta Biaya Kuliah Jurusan Kedokteran dan Kedokteran Gigi Terbaik di Perguruan Tinggi Negeri
Muhamad Rifki Taufik | 22 hari yang lalu

4 Langkah menulis naskah film yang sangat bagus untuk mengembangkan skill penulisan saya. Terima kasih untuk ilmu yang bermanfaat.

4 Langkah Menulis Naskah Film yang Baik Bagi Pemula
Al havis Fadilla rizal | 2 bulan yang lalu

Open pp/endorse @alfadrii.malik followers 6k minat dm aja bayar seikhlasnya geratis juga gpp

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 2 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 11,6 followers dm ya bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 2 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 1,6 followers dm ya, bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Dibuat dan dikembangkan di Jakarta, Indonesia Hak Cipta Dilindungi 2015 - 2024 PT Manual Muda Indonesia ©
Rencanamu App

Platform Persiapan Kuliah & Karir No 1