4 Kemampuan Non-Teknis yang Tetap Harus Dimiliki di Era Digital Ini
- Feb 16, 2016
-
Dian Ismarani
Beberapa hari lalu, Youthmanual terlibat diskusi menarik. Kami ngebahas, kemampuan apa aja, sih, yang wajib dimiliki generasi milenial di zaman yang serba digital ini? Tentu saja, rata-rata jawaban kami adalah kemampuan untuk bisa memanfaatkan teknologi dalam hidup, supaya hidup kita lebih optimal. Pokoknya gaptek, tuh, haram hukumnya. Abis gimana, dong? Sekarang apa-apa serba digital, sob!
Di zaman yang serba digital ini, umumnya perusahaan-perusahaan sangat bergantung kepada teknologi. Misalnya, menurut mereka, programmer adalah tulang punggung perusahaan dan kunci keberhasilan mereka. Tanpa programmer, ide-ide para pemimpin perusahaan nggak bisa terwujud. Pokoknya sebastian, deh, alias sebatas teman tanpa kepastian #eaaa.
Selain programmer, perusahaan juga banyak bergantung kepada analis data. Orang-orang yang pandai menganalisa dan mengolah data sangat diandalkan perusahaan untuk “membaca” selera pasar, untuk mebawa keuntungan yang sebesar-besarnya kepada perusahaan.
“Pemujaan” terhadap keahlian-keahlian ini memang rasional, sih. Perusahaan manapun pasti suka dengan kemampuan membaca data dan menerapkan teknologi tinggi, baik oleh manusia ataupun mesin..
Tapi menurut situs Harvard Business Review, kita nggak boleh lupa bahwa mesin dan komputer punya batas dalam menggantikan kemampuan manusia. Sejenggo-jenggonya mesin dan komputer, tetap lebih canggih kemampuan pelangi manusia ciptaan Tuhan, deh! Apalagi kalau kemampuannya terus-terusan diasah.
Tetapi, meskipun skill teknis dianggap sebagai penentu kesuksesan perusahaan, sebenarnya skill non-teknis mahasiswa Liberal Arts juga nggak kalah penting.
Wait, wait. Liberal Arts itu apa, sih? Liberal Arts atau Seni Liberal adalah kelompok ilmu pendidikan yang menaungi ilmu Seni, Bahasa, Linguistik, Sastra, Matematik, Ilmu Alam, Filosofi, Psikologi, Agama, dan social sciences. Seni Liberal umumnya digunakan di sistem pendidikan Amerika Serikat dan sebenarnya belum ada ekuivalennya di Indonesia.
Trus, meskipun ia juga menaungi ilmu alam dan Matematika, Seni Liberal sebenarnya lebih identik dengan jurusan-jurusan non-eksakta, alias “jurusan-jurusan IPS”, yang banyak mengandalkan kemampuan otak kanan, misalnya emosi dan kreativitas. Di Universitas Harvard contohnya, lulusan S2 Seni Liberal mencakup Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan.
Nah, menurut Harvard Business Review, sebenarnya skill non-teknis yang dipelajari para mahasiswa jurusan Seni Liberal nggak kalah penting dengan skill teknologi, sebagai kunci kesuksesan perusahaan. Empat skill utamanya, menurut Harvard Business Review, adalah kreatifitas, empati, kemampuan mendengarkan, dan kemampuan menentukan visi misi yang jelas.
Malah, kalau mau bersaing dalam karier, keempat hal ini harus dimiliki orang di zaman serba digital ini.
Kenapa? Karenaaa…
Kreativitas: Orang yang kreatif akan selalu penting bagi perusahaan, karena pekerja yang kreatif akan membantu perusahaan menciptakan produk-produk yang kreatif juga—canggih, rumit, tapi tetap mudah digunakan dan nggak membosankan. Orang kreatif juga memiliki pandangan yang dinamis dan mudah mengikuti perkembangan zaman, sehingga dia selalu siap menghadapi kompetisi di zaman serba digital ini.
Empati: Empati adalah kemampuan untuk bisa merasakan apa yang dirasakan orang lain. Berempati, tuh, nggak mudah lho, gaes. Nggak banyak orang yang bisa benar-benar berempati. Hubungan antara empati dengan pekerjaan apa? Gini, supaya sebuah perusahaan bisa sukses, perusahaan ‘kan harus memahami dan memenuhi kebutuhan pelanggannya. Caranya? Ya, dengan menempatkan diri di posisi pelanggan. Dengan kata lain, berempati. Sekarang paham ‘kan, ya, kenapa individu yang punya sifat empati bakal selalu “disayang” perusahaan dan nggak akan tergantikan oleh mesin?
Kemampuan untuk mendengarkan: Gimana, sih, cara supaya kita bisa lebih berempati? Caranya dengan menjadi pendengar yang baik! Yap. Kalau empati merupakan inti dari kreativitas, maka mendengarkan adalah inti dari empati. Jadi, kalau kamu mau meluangkan waktu untuk mendengarkan hal-hal di sekeliling kamu dengan sabar, kamu pasti akan bisa lebih memahami banyak hal. Dengan menjadi pendengar yang baik, kamu juga bisa membangun budaya kerja yang lebih kuat dengan sesama rekan kerja maupun customer kantor.
Seperti kata Pramoedya Ananta Toer; “semesta mengajarkan banyak hal kepada mereka yang mau mendengar”,
Kemampuan menentukan visi-misi yang jelas: Perusahaan, tuh, nggak hanya butuh pemimpin yang visioner, lho, tetapi juga tim yang visioner. Nah, kemampuan untuk memahami dunia melalui sudut pandang yang berbeda gini membutuhkan intuisi yang kuat.
Jadi, meskipun jurusan kuliah kamu bukanlah jurusan “teknis”, jangan takut bersaing di zaman yang serba digital ini, ya! Ingat, kamu punya kemampuan-kemampuan non-teknis yang bisa kamu asah agar siap bersaing!
(sumber foto: technology.inquirer.net, admissions.umich.edu, media.npr.org, images.sciencedaily.com)


Kategori
Tambah lagi. Villain di salah satu film One Piece yakni One Piece Film : Z. Yakni Zephyr, mantan admiral angkatan laut. Ia admiral yang percaya konsep.keadilan dan benci bajak laut apalagi anak istrinya pernah dibunuh bajak laut, dan ia pernah kehilangan sebelah lengannya karena bajak laut. Tapi ia…
Belajar Dari Para Villains, Kenapa Nggak?Salam kenal,saya wibu psico
Hal-Hal yang Harus Kamu Persiapkan Sebelum Masuk Jurusan AnimasiMaaf saya ingin tanya apakah IPK dibawah 1 (0,85) di di dari kampus TDK bisa ulang lagi Saya mohon pencerahannya tks
Alasan Mahasiswa DO alias Dikeluarkan dari KampusKak mau nanya kalo udah di drop out atau di do dari kampus apakah masih bisa melanjutkan perkuliahan. Kak mau nanya lagi kalo sudah semester 3 apakah bisa melanjutkan perkuliahan di kampus yang sama
Alasan Mahasiswa DO alias Dikeluarkan dari KampusThank you so much kak buat sharingnya, aku yg tadinya galau krna QLC soal masa depanku jd mulai nemu sdikit terang. :") aku bingung harus ambil jurusan apa buat jago bahasa jepang.
Profesiku: Penerjemah Lisan Bahasa Jepang, Ferlinton Waldo