Siapa, sih, Sosok Dibalik Musik di Mall?

​Saya punya teman, kita sebut saja namanya Joni. Sehari-harinya, Joni adalah seorang pegawai korporat. Namun di waktu senggangnya, dia punya sidejob sebagai professional playlist maker.

Apa itu?

Sebagai professional playlist maker, tugas Joni adalah membuat playlist atau daftar lagu untuk diputar di berbagai retail seperti toko, supermarket, mall, kafe, restoran, dan pusat kebugaran.

Perhatiin, deh. Setiap retail pasti punya musik latar belakang. Nggak mungkin nuansanya sunyi senyap. Nanti dikira kuburan. Fungsi musik ini memang hanya sebagai latar belakang, sehingga keberadaannya seringkali nggak kita sadari, tapi pasti selalu ada.

Nah, yang bertanggungjawab untuk membuat playlist musik retail ini adalah professional playlist maker seperti Joni.

Kliennya banyak, lho. Dalam sebulan, Joni bisa ngantongin jutaan rupiah hanya dengan membuat playlist lagu untuk berbagai retail.

Wih, ternyata ada, ya, profesi kayak gini. Memang, akibat perubahan gaya hidup dan teknologi, belakangan ini banyak demand baru di lapangan kerja. Beberapa tahun lalu, mana ada profesi macem professional playlist maker gini?

Pertanyaannya, emangnya bikin playlist susah? Harus banget pake jasa profesional? Nggak bisa suruh salah satu pegawai yang hobi dengerin radio bikinin mixtape aja, gitu?

Masalahnya, membuat playlist ternyata nggak segampang itu.

Musik sebenernya mempengaruhi psikologis orang, lho. Misalnya, gym pasti memutar lagu-lagu bertempo cepat dan konstan, agar para olahragawan-olahragawati sekalian semangat berolahraga dan mempertahankan endurance mereka.

Sebaliknya, kafe cenderung memutar musik yang selow dan relaxed, agar pengunjungnya betah nongkrong, lebih menikmati makanan, trus ujung-ujungnya nambah cappuccino sampai tiga gelas.

Selain itu, musik juga mewakili brand perusahaan. Contohnya, nih, restoran atau kafe mahal pasti memutar musik yang juga “mahal”. Mereka nggak mungkin masang lagu-lagunya D’Masiv atau Wali. Sebaliknya, pusat perbelanjaan yang menyasar kelas menengah kebawah justru memutar lagu-lagu yang populer di kalangan pembelinya, seperti lagu-lagu di tangga lagu Dahsyat.

Contoh lainnya, retail yang memiliki image young and hip—misalnya Forever21 atau H&M—pasti memutar music yang hip dan current juga di toko mereka. Nggak bisa masang lagu-lagunya Dolly Parton. Kecuali kalau Dolly Parton dibikin trending lagi sama para hipster.

Forever 21

Musik pun bisa mempengaruhi persepsi konsumen. Misalnya kita makan di sebuah kafe mahal, tapi kafe ini memutar lagun dangdut pantura. Pengen marah nggak, sih? Pas terima bill, kita juga jadi nggak rela bayarnya.

Sebaliknya, kalau kafe mahal ini memutar lagu-lagu yang juga “mahal”, terbentuklah atmosfer upscale. Kita pun jadi punya persepsi, Oh, kafe ini memang elit, sehingga kita lebih ikhlas bayar makanan dan minumannya yang mahal.

Sebuah riset bahkan menemukan bahwa ketika sebuah toko wine memutar lagu-lagu klasik, pengunjungnya pun jadi beli wine yang mahal. Sementara kalau mereka memutar lagu Top 40, pengunjung cenderung beli botol yang murah.

Therefore, music justifies the price.

Selain itu, yang nggak kalah penting, lagu-lagu yang diputar di retail nggak boleh kentara, harus melebur di latar belakang, dan harus subliminal alias mempengaruhi konsumen di alam bawah sadar.

Bagi kamu pencinta musik, profesi ini kayaknya profesi idaman dan patut dijadikan cita-cita. Ya nggak, sih?

Well, It does sounds fun and easy. Meski demikian, a job is a job, dan tetap harus diperlakukan secara profesional. Kamu mungkin bisa membuat playlist sesuai mood kamu sendiri, tapi bisakah kamu menciptakan playlist yang sesuai dengan profil sebuah perusahaan, mood sebuah retail, dan mempengaruhi konsumen secara sekaligus?

Ada sebuah artikel di NPR, berjudul Who Picks the Music You Hear at the Mall? 

Artikel ini bercerita tentang Spencer Maino, seorang professional playlist maker dan DJ di Amerika. Klien-kliennya antara lain Nordstorm, BlackBerry, Under Armour, Converse, dan Old Navy. Pokoknya kelas kakap, lah.

Spencer Maino
Spencer Maino

Pekerjaan sehari-hari Maino adalah memilih lagu untuk iklan, serta membuat playlist retail yang cocok dengan ‘aura’ perusahaan kliennya. Sounds easy, right? Ternyata nggak juga. Salah satu kasus seru yang diceritakan dalam artikel ini adalah ketika Maino diminta membuat playlist untuk retail Under Armour, sebuah perusahaan pakaian olahraga.

Untuk proyek ini, Maino datang ke kantor markas Under Armour dan menghabiskan banyak waktu disana. Dia jalan muter-muter, ngobrol sana-sini, bahkan ikut olahraga di gym mereka. Akhirnya, Maino berkesimpulan bahwa meskipun Under Armour adalah perusahaan produk olahraga, mereka nggak bisa lagi memutar lagu-lagu yang biasa kita dengar di arena olahraga, seperti We Will Rock You-nya Queen.

Produk-produk Under Armour dirancang dengan teknologi tinggi dan penuh inovasi, sehingga Maino juga membuat playlist berisi lagu-lagu yang inovatif untuk Under Armour.

Selain itu, Maino melihat bahwa masyarakat kini cenderung berolahraga lewat training, bukan games. Liat aja, orang-orang sekarang lebih suka ke studio pilates, gym dan pusat crossfit dibandingkan tanding tenis, sepakbola, atau main basket. Maka musik yang tepat untuk mewakili habit training ini adalah musik elektronik yang agresif—seperti Skrillex—agar training-nya juga jadi semangat dan agresif.

Intinya, menurut artikel ini, playlist retail yang bagus harus bisa “mewakili budaya perusahaannya dan dapat mempengaruhi psikologis konsumen, tapi nggak kerasa maksa”.

Seru, ya! Kira-kira professional playlist maker cocok nggak dijadikan pilihan karir kamu? Mungkin bisa mulai sekarang sebagai pekerjaan sampingan? Do you have what it takes?

(sumber gambar: We Ball Harder, NPR, The Bayside Journal)

POPULAR ARTICLE
LATEST COMMENT
syakila putri | 12 hari yang lalu

terimakasih atas informasinya. kunjungi website kami untuk informasi lebih lanjut https://unair.ac.id/

Bedah Peluang, Daya Tampung, serta Biaya Kuliah Jurusan Kedokteran dan Kedokteran Gigi Terbaik di Perguruan Tinggi Negeri
Muhamad Rifki Taufik | 22 hari yang lalu

4 Langkah menulis naskah film yang sangat bagus untuk mengembangkan skill penulisan saya. Terima kasih untuk ilmu yang bermanfaat.

4 Langkah Menulis Naskah Film yang Baik Bagi Pemula
Al havis Fadilla rizal | 2 bulan yang lalu

Open pp/endorse @alfadrii.malik followers 6k minat dm aja bayar seikhlasnya geratis juga gpp

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 2 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 11,6 followers dm ya bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 2 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 1,6 followers dm ya, bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Dibuat dan dikembangkan di Jakarta, Indonesia Hak Cipta Dilindungi 2015 - 2024 PT Manual Muda Indonesia ©
Rencanamu App

Platform Persiapan Kuliah & Karir No 1