Profesiku: Guru Musik, Gisela Erika Marhono

Dalam seri "Profesiku", kamu bisa kenalan dengan berbagai profesi, lewat cerita para senior yang menekuninya. Kali ini, yuk, kenalan dengan profesi Guru Musik anak-anak, bersama Gisela!

Gisela Erika Marhono atau yang akrab disapa Gisel adalah seorang Guru Musik, spesifiknya alat musik piano untuk grup anak-anak di Sekolah Musik Yamaha. Gisel merupakan lulusan Universitas Pelita Harapan‍ jurusan Ilmu Komunikasi. Yuk, simak cerita Gisel dalam mengikuti passion-nya dalam dunia musik sampai akhirnya memutuskan “banting setir” menjadi Guru Musik!

Profesiku:

“Guru Musik anak-anak, spesifiknya alat musik piano.

Tugasku adalah mengajarkan anak-anak untuk bermain musik. Nggak cuma sampai mereka bisa memainkan alat musik aja, tapi sampai mereka memahami elemen-elemen yang ada dalam musik, seperti lagu, dinamika musik, jenis-jenis suara dan cara mem-produce suara-suara tersebut.”

Tugasku sehari-hari:

“Selain mengajar kelas group anak di Sekolah Musik Yamaha, sehari-hari aku juga mengajar les musik secara privat. Jadi, di pagi hari, aku ngajar privat dulu ke murid-murid yang usianya sudah lebih dewasa. Ada juga, lho, ibu rumah tangga yang masih punya semangat untuk belajar musik!

Kalau masih ada waktu luang, biasanya aku gunakan untuk menyusun lesson plan, atau mengirim berbagai tugas/pekerjaan rumah untuk murid-murid aku. Aku juga menyempatkan diri untuk diskusi bareng orang tua murid mengenai progress anak-anak mereka dalam belajar musik.

Aku mulai ngajar di kelas group anak pukul 2-3 siang, atau kira-kira saat mereka pulang sekolah. Kelas group ini biasanya berlangsung sampai jam 7 malam.

Dalam sehari, aku bisa mengajar 10-15 murid, termasuk kelas privat. Saat weekdays, dalam sehari, kira-kira ada 7 sesi, lah, ya. Tapi kalau weekend bisa lebih banyak lagi, karena kebanyakan anak sekolah cuma punya waktu luang di hari itu.”

Alasan kenapa memilih profesi ini:

“Dari dulu, aku punya passion yang besar di bidang musik. Dari sekian banyak profesi yang bisa aku jajal di dunia musik, aku memilih untuk menjadi guru, karena menurut aku, dengan menjalani profesi sebagai guru, aku nggak hanya mencapai satu, tapi dua goals sekaligus.

Dulu aku mikir, kalau seorang performer musik manggung, pasti para penikmat musiknya cuma dapat keuntungan menikmati musiknya saja. Sedangkan kalau jadi guru musik, selain perform di depan murid-murid, aku juga bisa berbagi pengetahuan dan kemampuan, sehingga musik aku jadi lebih berguna.”

Modal yang dibutuhkan untuk menjalani profesi ini:

“Dari segi hardskill, sih, pastinya skill bermain musik. Karena spesifikasiku piano, jadi harus bisa main piano, serta punya alat musiknya, hehehe.

Untuk menjadi guru musik klasik, tentunya kita harus bisa baca not balok. Kemampuan untuk bisa mendengar dan mengenali nada juga diperlukan bangeti, karena belajar musik berbeda dengan belajar menggunakan textbook.

Kita juga harus punya kesabaran tinggi dan bisa memahami masing-masing karakteristik anak. Apalagi kalau mengajar murid-murid dalam group, karena masing-masing anak nggak bisa dikasih pace dan treatment yang sama. Belum lagi karakteristik para orangtuanya juga berbeda-beda. Jadi harus pinter-pinter menyesuaikan diri dengan sifat dan kemauan mereka juga.

Guru musik, tuh, biasanya perfeksionis. Perfeksionis di sini maksudnya bukan cuma memainkan musik dengan not yang sempurna, tetapi juga bisa memerhatikan detail dalam dinamika musik itu sendiri, seperti intonasi musik yang dimaninkan - kapan harus terdengar keras dan kapan harus terdengar pelan - juga mengatur tempo.

Ilmu public speaking yang aku pelajari semasa kuliah juga ngebantu pekerjaanku banget, lho. Sebagai guru, aku ‘kan harus bisa berkomunikasi dengan efektif dengan murid-muridku, agar pelajaran yang mereka dapatkan bisa terserap dengan baik.”

Tahap untuk mencapai posisi ini:

“Kayaknya sih nggak ada tahapan spesifik, ya? Sama seperti kalau kita membuka suatu usaha (berwirausaha), yang pasti posisi kamu mentok sebagai owner. Kira-kira profesi Guru Musik juga memiliki kondisi yang sama.

Kalau bicara soal jurusan kuliah, sih, seandainya aku bisa ngulang waktu, aku bakal milih kuliah di jurusan Seni Musik tanpa mikir dua kali. Dengan begitu, penyesalan aku nggak ngikutin passion dari awal ini mungkin bisa sedikit terobati, hehehe.”

Pengalaman berkesan selama menjalani profesi ini:

“Di Sekolah Musik Yamaha, ada yang namanya JOC (Junior Original Concert). Selama JOC, anak-anak dari kelas group bakal mengaransemen lagu sendiri, yang tentunya didampingi oleh guru musik masing-masing. Lalu mereka bakal perform pakai lagu tersebut dalam berbagai kompetisi, mulai dari tingkat sekolah musik, sampai tingkat yang lebih tinggi seperti tingkat wilayah.

Suatu kali, aransemen lagu salah satu muridku terpilih untuk perform di tingkat wilayah. Sebagai guru, ada rasa bangga tersendiri bisa melihat anak didiknya bisa mengukir prestasi yang gemilang.”

Kendala yang pernah ditemui selama menjalani profesi ini:

“Tantangan terbesar selama aku menjalani profesi ini adalah soal timing. Susah banget, lho, menyesuaikan jadwal dengan sekian banyak murid aku yang mayoritas masih usia sekolah, karena kegiatan sekolah mereka padat banget. Apalagi anak-anak zaman sekarang jauh lebih sibuk daripada zaman aku dulu masih jadi anak sekolahan, hahaha.

Sebuah sekolah musik pastinya punya target-target tertentu dalam mengembangkan pembelajaran murid-muridnya. Tapi, di sisi lain, kita juga harus paham dengan kesibukan anak-anak di dunia akademik—yang pastinya lebih diprioritaskan oleh para orangtua.

Belum lagi kalau bicara soal target masing-masing orangtua murid. Dalam kelas group, ada orangtua murid yang benar-benar target-driven, ada juga yang nyantai. Pokoknya, mereka cuma mau anaknya enjoy ikutan kelas musik. Jadi sebagai guru, kita harus pintar-pintar mempertemukan kemauan para orang tua ini, supaya anak-anak yang aku ajar di dalam group nggak ada yang ketinggalan, atau malah merasa tertekan.”

Miskonsepsi umum mengenai profesi ini:

“Orang sering banget bilang ke aku, “Enak, ya, kerjanya jadi guru musik, cuma tinggal ting-ting-ting satu jam abis itu kelar.” Padahal jadi guru musik, tuh lebih dari itu!

Meskipun kerjanya fleksibel, guru juga mendapat pressure yang nggak kalah berat dengan profesi-profesi lainnya. Misalnya, ketika mengajar kelas group, aku mesti mencapai target pembelajaran dalam deadline yang udah ditetapkan oleh sekolah musik. Kebayang, dong, gimana rasanya kalau murid-muridku nggak bisa mencapai target dalam waktu yang sudah ditetapkan?”

Kasih tips, dong, untuk anak-anak muda yang ingin bekerja di profesi ini:

“Katanya, menjadi guru adalah panggilan. Jadi, kalau kamu merasa “terpanggil” untuk jadi guru, kamu harus banyak melatih kesabaran, ketekunan, keuletan, dan terus menjaga motivasi kamu untuk berbagi ilmu.

Musik itu nggak ada habisnya. Sifatnya sangat dinamis dan ilmunya akan terus berkembang mengikuti perubahan zaman. Kamu harus selalu keep up dengan perkembangan ilmu dan pengetahuan di bidang musik, karena sekadar bisa main musik aja nggak cukup. Dan, jangan lupa untuk terus berlatih, agar ilmu yang kamu miliki nggak hilang begitu saja dengan sia-sia.”

(sumber gambar: Laila Achmad)

POPULAR ARTICLE
LATEST COMMENT
Allysa Kamalia Putri | 2 bulan yang lalu

ka mau tanya kalo dari smk keehatan apa bisa ngambil kedokteran hewan?

Mengenal Lebih Dekat Dengan Program Studi Kedokteran Hewan
Nina Syawalina | 2 bulan yang lalu

Kak, ada ga univ yang punya jurusan khusus baking and pastry aja?

5 Program Studi yang Cocok Buat Kamu yang Suka Makanan
AVERILIO RAHARJA | 3 bulan yang lalu

semangat terusss https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/

5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagus
Averilio Raharja | 3 bulan yang lalu

semoga selalu bermanfaat kontennya https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/

5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagus
Dibuat dan dikembangkan di Jakarta, Indonesia Hak Cipta Dilindungi 2015 - 2024 PT Manual Muda Indonesia ©
Rencanamu App

Platform Persiapan Kuliah & Karir No 1