9 Hal yang Sering Dirasakan Oleh Mahasiswa Program Studi Arsitektur

Arsitektur itu adalah ilmu yang mempelajari tentang merancang sebuah bangunan. Kebayang, dong, gimana kerennya kalau kamu bisa sukses merancang dari skala bangunan terbesar sampai terkecil? Jadi, nggak heran kalau program studi Arsitektur ini jadi salah satu program studi incaran para calon mahasiswa baru.

Namun, buat mahasiswa arsitektur sendiri yang telah menjalani perkuliahan, pasti akan merasakan momen dimana menjadi seorang arsitek itu nggak mudah sama sekali. Pasalnya bukan hanya ngegambar aja tugasnya, tapi juga dibutuhkan ide dan kreativitas supaya bangunan yang dirancang nantinya beneran kuat, indah, dan berfungsi. Belum lagi harus siap mendengar stereotip-stereotip tentang program studi Arsitek.

Nah, kalau kamu ingin atau sedang menempuh program studi yang satu ini. Cari tahu hal-hal apa aja yang sering dirasakan oleh mahasiswa program studi arsitek. Kira-kira bener apa nggak? (Psstt.. mahasiswa arsitektur sering dikenal sebagai anak arsi)

1. Ah, anak arsi kuliahnya gambar doang!

Kata siapa anak arsi kuliahnya cuma gambar aja? Tentu nggak semudah itu, gaes!

Anak arsi perlu memperhitungkan semuanya secara matematis dan fisika (nah, lho!). Keliru berapa milimeter aja, meskipun tugasnya dikerjakan dalam lembaran A0, bisa ditolak mentah-mentah sama dosen. Kenapa bisa gitu?

Soalnya, mahasiswa yang lulus dari program studi Arsitek diharapkan bisa benar-benar membuat bangunan yang unik tapi juga dengan hitungan mantap biar nggak membahayakan si penghuni dan lingkungan di sekitarnya.

2. Siap begadang untuk mengerjakan tugas

Menjadi mahasiswa arsitektur berarti kamu harus siap mengabdikan sebagian besar waktu, jiwa dan ragamu untuk mengerjakan tugas. Belum kelar tugas pertama, mata kuliah lain sudah memberikan tugas, belum lagi kalau ada ujian. Hadehh!

Dikarenakan banyaknya tugas yang harus diselesaikan dengan batas waktu yang ketat itulah mahasiswa arsitektur mau nggak mau harus begadang, bahkan sampai harus menginap di kampus. Makanya, nggak heran kalau dulu anak program studi Arsitek juga mendapat julukan sebagai penghuni kampus.

Mungkin kalau jaman sekarang, mahasiswa sudah dipermudah dengan dunia yang sudah serba digital. Sehingga, mereka bisa mengerjakannya di rumah dan nggak perlu begadang di kampus lagi, palingan begadangnya juga di rumah atau di warung kopi.

3. Bermental baja

Sempat disinggung di poin pertama. Mahasiwa arsitektur sering pula mendapat julukan bermental baja. Soalnya, dalam perkuliahannya, mahasiswa arsitektur akan mendapatkan mata kuliah untuk membuat rancangan bangunan dan hal tersebut harus dinilai oleh dosen.

Kalau, dosen sudah berkata nggak. Kamu yang cuma butiran debu, mau gimana lagi? Alhasil, revisi-begadang-revisi-begadang terus-menerus terulang sampai dosen berkata “bagus” adalah kegiatan yang lumrah di kalangan mahasiswa arsitektur.

Selalu ada aja perbaikan yang diminta dosen dari hasil kerjaan kita. Entah kurang inilah, ada yang salah, sampai dicoret dengan berbagai tulisan yang menusuk hati.

Akan tetapi, ini bukan berarti gambar mereka jelek atau mereka yang bodoh. Dosen melakukan ini untuk memaksa mereka mengembangkan kemampuan dan pengetahuan. Sekaligus, melatih mental mereka sebelum ditolak gebetan klien yang sesungguhnya.

4. Peralatannya bikin mahasiswa kanker alias kantong kering

Layaknya mahasiswa program studi Pendidikan Dokter yang butuh peralatan medis—yang pastinya harganya nggak murah. Program studi Arsitektur juga punya peralatan arsi yang pastinya juga nggak murah. Well, harga peralatan arsi masih emang lebih mending isbanding kedokteran, sih.

Tapi tetap aja peralatanya banyak banget jenisnya. Ada jangka, rapido, water color, penggaris segitiga, tabung gambar, kertas berbagai ukuran, maket, lem dan alat gambar yang lainnya.

Bukan hanya rumit dan nyita waktu aja, tugas-tugas mahasiswa arsitektur juga bikin kantong kering. Bayangin aja, di saat anak-anak program studi lain cuma perlu nge-print A4 hitam putih doang. Mahasiswa arsitektur akan disuruh dosennya untuk nge-print tugas-tugasnya di kertas A3 atau bahkan A2 full color yang selembarnya sekitar 35 ribuan. Gimana kalau kamu disuruh ngeprint 10 lembar A2? Sudah kena 350 ribu sendiri, gaes!

5. Itu tas atau toko alat tulis? Hihihi

Normalnya, tas mahasiswa program studi lain berisi buku-buku tebal, pulpen, atau laptop. Hal ini tentu berbeda dengan mahasiswa program studi arsitek, gaes.

Isi tasnya lebih mirip etalase toko alat tulis dengan berbagai macam jenis kertas (A0, A1, A2, dan seterusnya), ukuran pulpen, pensil (mulai dari pensil H, pensil B, 2B sampai pensil 8B), dan masih banyak lagi yang lainnya. Lengkap banget nggak, sih?

6. Tabung gambar adalah hidupnya

Kamu pasti pernah lihat seorang mahasiswa arsitek yang selalu bawa benda hitam di punggungnya, dong? Well, buat kamu yang belum tahu, pasti pernah kepo atau menebak-nebak sambil berkata “kira-kira isinya apaan, ya? pedang atau panah asmara buat nembak gebetan atau apa?”.

Faktanya tabung itu adalah salah satu benda yang paling berharga buat mahasiswa arsitek, gaes—dimana tabung gambar itu berisi peralatan-peralatan gambar serta kertas hasil gambar yang dibuat dengan perasaan, waktu dan pemikiran yang matang.

Singkatnya, kalau seorang Dokter punya stetoskop yang diibaratkan sebagai jantung dan harus dijaga baik-baik. Maka, tabung gambar pun sama nilainya dengan jantung tersebut. Soalnya, cuma benda itu doang yang selalu setia nemenin si mahasiswa arsitektur ini, nggak seperti doi yang tiba-tiba suka ngilang.

7. Kamar tidur/kamar kos seperti kapal pecal

Semua mahasiswa pasti akan mengalami fase kamar tidurnya seperti kapal pecah, apalagi pas skripsi. Tapi berbeda, sama mahasiswa program studi Arsitek.

Sejak awal kuliah hingga skripsi, mau itu hari libur atau nggak, kamar tidur mereka nggak pernah rapih sama sekali. Kalaupun rapih paling bertahan cuma sekitar satu hari aja. Besoknya juga sudah berantakan lagi—tumpukan kertas dimana-dimana, penggaris di kasur, pensil di kolong meja, dan sebagainya

8. Kurang pergaulan dan sombong

A: kumpul, yuk, sudah lama nggak ketemu anak-anak SMA.

B: Waduh! Sorry nggak bisa.

Yaps! Bukan rahasia umum, anak arsi setiap diajak kumpul/ketemuan nggak pernah bisa. Mungkin hal itulah yang membuat kamu mengira anak arsi itu kurang pergaulan, nggak mau berbaur, sombong, dan lain-lain.

Jangankan ketemuan dan nongki-nongki santai sama anak SMA, ngumpul sesama fakultas lain atau program studi lain aja terbilang jarang. Ya, mau gimana lagi seluruh waktu yang anak arsi punya kebanyakan buat ngerjain tugas, gaes. Kalaupun ada waktu luang, biasanya mereka akan gunakan buat tidur seharian, bermalas-malasan, me time atau sekedar jalan sama keluarga.

Tapi, anak arsi itu nggak ada niatan buat sombong, kok. Bahkan mereka saling membantu teman yang kesusahan mengerjakan maket-nya dan tergolong orang-orang yang bisa diajak kompak sama temen sekelasnya, apalagi dalam hal minta perpanjangan waktu buat ngumpulin tugas. Hehehe.

9. Sering dikira Tukang Bangunan

Siapa yang pernah berpikiran kalau anak arsi itu nantinya bakal jadi tukang bangunan? Sayaaa... hihihi.

Dulu saya berpikir bahwa anak arsi nantinya bakal jadi Tukang Bangunan (Well, mindset yang seperti ini jangan ditiru, sih). Dan ternyata, kata teman saya yang kuliah di program studi ini, hingga sampai saat ini masih ada, lho—yang menjadikan gurauan Tukang Bangunan ini untuk anak arsi, karena nggak bisa dipungkiri materi yang dipelajari mereka memang seputar bangunan.

Anyway, ayah saya adalah seorang Kontraktor. Kontraktor sendiri adalah salah satu profesi yang bisa digeluti oleh lulusan program studi Arsitektur, gaes.

Menurut ayah saya, Arsitektur/Kontraktor dan Tukang Bangunan itu berbeda. Begini kata-nya: “Ya beda, lah! Orang-orang di lapangan juga pasti tahu bedanya Arsitektur/Kontraktor sama Tukang Bangunan, kita bedain dari warna helm-nya. Trus, tugasnya juga berbeda. Kalau seorang arsitektur itu terlibat dalam perencanaan bangunan, membuat desainnya, dan mengambil peran untuk memandu keputusan yang mempengaruhi aspek bangunan. Ya, kadang-kadang emang terjun langsung buat memastikan kerjaan si Tukang Bangunan ini sudah benar apa belum”.

Sudah jelas, bukan? Jadi, teruntuk kamu yang suka menyamakan Tukang Bangunan dengan Arsitektur/Kontraktor, buang jauh-jauh pemikiranmu, deh. Soalnya, dua bidang tersebut adalah hal yang berbeda, ya.

 

Baca juga:

 

(Sumber gambar: architectsjournal.co.uk, ffdrt.com, designtos.com, specilink.co.za)

POPULAR ARTICLE
LATEST COMMENT
syakila putri | 12 hari yang lalu

terimakasih atas informasinya. kunjungi website kami untuk informasi lebih lanjut https://unair.ac.id/

Bedah Peluang, Daya Tampung, serta Biaya Kuliah Jurusan Kedokteran dan Kedokteran Gigi Terbaik di Perguruan Tinggi Negeri
Muhamad Rifki Taufik | 22 hari yang lalu

4 Langkah menulis naskah film yang sangat bagus untuk mengembangkan skill penulisan saya. Terima kasih untuk ilmu yang bermanfaat.

4 Langkah Menulis Naskah Film yang Baik Bagi Pemula
Al havis Fadilla rizal | 2 bulan yang lalu

Open pp/endorse @alfadrii.malik followers 6k minat dm aja bayar seikhlasnya geratis juga gpp

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 2 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 11,6 followers dm ya bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 2 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 1,6 followers dm ya, bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Dibuat dan dikembangkan di Jakarta, Indonesia Hak Cipta Dilindungi 2015 - 2024 PT Manual Muda Indonesia ©
Rencanamu App

Platform Persiapan Kuliah & Karir No 1