Fransisca Angela, Sukses Jadi Fotografer Muda Karena Kerja Kerasnya
- Jan 12, 2016
- Youthmanual
Oleh Muthia Nugrahani
Fotografi emang nggak ada matinye! Makin kesini, malah makin diminati. Buktinya, masih banyak anak muda pakai ‘kalung’ kamera DSLR kemana-mana dan berlomba-lomba mempercantik feed Instagramnya dengan foto-foto yang artsy dan Kinfolk banget gitu, deh.
Apalagi dengan kamera digital yang semakin beragam serta aplikasi editing foto yang semakin canggih, tambah banyak, deh, orang yang getol jeprat-jepret.
Namun nggak semua orang bisa konsisten menekuni fotografi sampai bisa jadi fotografer profesional seperti Fransisca Angela, alias Sisca. Meski “baru” berusia 22 tahun, karya fotografinya udah sukses nampang di berbagai media besar seperti majalah DestinAsian, majalah Jalan-Jalan, majalah NYLON Indonesia, Bliss Magazine, Tea &Toast, bahkan situs desain internasional Design Sponge. Awesome!
***
Berawal dari keisengannya mendokumentasikan acara sekolah dengan kamera handphone, Sisca jadi menemukan minatnya pada fotografi sejak SMP. Lalu, ketika ia SMA, Sisca ikut salah satu lomba fotografi yang digelar oleh SMA Kanisius Jakarta dengan kamera DSLR pertamanya, dan berhasil menyabet juara pertama.
“Sejak [kemenangan] itu, saya mulai bereksplorasi di dunia fotografi,” ungkap lulusan Universitas Bina Nusantara Jakarta ini.
Ngobrol lebih lanjut, yuk!
Gimana, sih, awalnya karya Sisca bisa dimuat di berbagai media massa?
Waktu SMA tingkat akhir, saya memberanikan diri mengirimkan salah satu foto seri saya ke sebuah majalah travel. Saya dapat feedback yang cukup baik, tapi akhirnya foto serinya nggak jadi dimuat.
Tiga bulan kemudian, ada editor majalah lain yang menawarkan untuk mempublikasikan foto seri tersebut. Dari situ, orang-orang mulai notice karya saya sampai akhirnya saya mendapat kesempatan motret untuk media dan klien lain.
Sepengalaman saya, sih, you cannot rush time and we cannot just sit waiting for people to notice our work. And, the smallest thing like reaching out to people, can give a lot of differences and opportunities for us to grow.
Oya, dulu saya juga mempublikasikan karya-karya saya lewat blog pribadi, tapi sekarang udah punya situs portfolio yang lebih profesional.
Ceritain, dong, tentang job fotografi kamu yang paling berkesan!
Tahun lalu, saya dapat assignment motret untuk majalah Alphabet Family Journal dari Australia. Proyek foto ini seru banget, karena konsepnya yang unik. Sesuai namanya, setiap isu Alphabet Family Journal mengangkat konten yang merepresentasikan satu huruf alfabet yang berbeda-beda. Waktu itu, saya mendapat isu huruf B dan cerita yang mau saya angkat adalah “Batik”.
Lewat riset, saya menemukan kampung batik Sragen. Kampung batik ini kayaknya nggak banyak terekspos dibandikan kampung batik yang lain karena nggak punya banyak referensi di media. Jadi awalnya saya sempat ragu mau ke sana. Tapi akhirnya saya pergi aja. Lagian jalan-jalan jadi lebih seru kalau destinasinya benar-benar nggak kita ketahui ‘kan?
Waktu itu, saya dan seorang teman penulis pergi selama tiga hari mengelilingi kampung batik Sragen dan berkenalan dengan para pengrajinnya. Kita juga sempat mendatangi sebuah workshop batik dengan teknik manual. Di sana saya menggunakan kamera analog dengan format black & white, dan ini adalah hal baru yang menantang banget buat saya.
Sayangnya, karena satu dan lain hal, hingga sekarang majalahnya belum terbit. Tapi nggak apa-apa, karena pengalaman motretnya berkesan banget buat saya! Bahkan sekedar mendapat kepercayaan dari founder majalah sekaligus fotografer lifestyle Alphabet Family Journal yang saya kagumi aja saya udah senang.
Apa, sih, tantangan terbesar menjadi fotografer?
Banyak! Tapi jujur, tantangan terbesar buat saya adalah untuk benar-benar be in the moment saat memotret. We often take photography for granted by clicking the shutter so often, while forgetting the essence of photography itself. Ini adalah hal yang selalu saya ingatkan ke diri sendiri
Sepengalaman Sisca, apa aja skill yang dibutuhkan seorang fotografer?
Dari pengalaman pribadi saya, yang dibutuhkan adalah kepekaan terhadap momen dan kemampuan menempatkan diri di lingkungan baru. Contoh sederhananya, sebelum motret orang asing, saya selalu ngajak mereka ngobrol dan berusaha cari tahu sedikit tentang mereka.
Fotografi ‘kan aktifitas mahal. Mulai dari alatnya, kegiatan hunting, sampai proses cetaknya. Apa, sih, tip Sisca buat mengatur budget-nya?
Iya, alat-alatnya memang mahal, sih. Tapi saya mau cerita sedikit. Dua tahun lalu, saya meng-upgrade kamera DSLR saya ke seri yang lebih pro, sampai-sampai tabungan saya sempat krisis! Tapi saya jalani terus aja, karena saya ingin berkembang dan mau nggak mau harus didukung dengan alat yang memadai. Kalau memang serius, kita harus berani ambil keputusan.
Satu lagi, kita harus menghargai karya kita sendiri kalau ingin dihargai oleh orang lain. Belajar dari pengalaman pribadi, hindari pekerjaan probono alias nggak dibayar, deh, kecuali untuk kepentingan sosial atau keinginan pribadi.
Trus, kegiatan administrasi seperti belajar membuat penawaran, kontrak, dan invoice juga kemampuan penting, tuh, untuk fotografer lepas seperti saya. Walaupun lumayan menguras otak, tapi pas udah terbiasa, justru meringankan pekerjaan kita, kok.
Sepengalaman kamu, hal apa yang dulu kamu lakukan tapi NGGAK dilakukan oleh teman-teman lain dan bikin kamu sukses seperti sekarang?
Pas awal kuliah, nggak banyak teman saya yang kerja part-time, khusunya di bidang yang sejalan dengan jurusan kuliah.
Sementara saya sendiri dulu sempat kerja part-time pas masih kuliah semester empat, dan dari situ, saya mendapat banyak sekali pengalaman berharga tentang operasional kerja, people management, dan banyak lainnya.
Jadi penasaran, deh. Ceritain, dong, tentang first job kamu itu!
Hmm... Pekerjaan pertama saya itu adalah penulis artikel travel di sebuah digital agency. Waktu itu saya masih kuliah semester empat dan begitu melihat lowongan kerja part-time ini, saya iseng melamar, eh keterima.
Saat itu klien yang saya tangani adalah minuman soda dengan marketing campaign sharing cerita perjalanan. Mereka mengadakan kontes, dan pemenangnya diberangkatkan traveling ke tempat-tempat unik dalam kurun waktu tiga kali dalam setahun.
Kebetulan saya ikut diberangkatkan untuk menulis cerita perjalanan para pemenang di trip yang terakhir, yaitu trip ke Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan. Wah, berkesan banget, deh. Apalagi saya juga hobi traveling.
Secara keseluruhan, saya bersyukur sempat merasakan kerja part time ini, karena lingkungan kerjanya menyenangkan dan memberikan pengalaman yang berharga. Ditambah waktu itu atasan saya adalah orang yang inspiratif banget. Dia mengajarkan saya banyak hal, mulai dari being responsible, managing people, dan bekerja di bawah tekanan. Saya malah pernah diberi kesempatan pitching program langsung ke marketing manager klien.
Jujur aja, pekerjaan pertama saya itu berperan besar dalam membentuk karakter dan etos kerja saya sampai sekarang.
Boleh cerita tentang satu contoh kegagalan kamu? Trus, apa yang bikin kamu kembali bersemangat?
Dulu sebenarnya saya kepengen banget jadi penyiar radio. Saya masih ingat, dulu saya sering sekali ngomong di depan kaca, pura-pura jadi penyiar radio sambil mengucapkan tagline radio favorit saya, hahaha.
Dulu saya sering ikut program pelatihan penyiaran dan kontes untuk masuk ke stasiun radio lokal, tapi gagal terus. Sampai akhirnya saya apply sebagai penyiar di radio kampus, tapi malah keterima sebagai reporter.
Awalnya, sih, saya kecewa dan mempertanyakan apa kesalahan saya. Tapi saya jadi sadar bahwa kalau saya gagal di satu bidang, pasti ada bidang lain yang lebih baik. Untuk kasus saya, fotografi. Jadi terkadang, kita nggak boleh maksain sesuatu.
***
Terimakasih banyak, Sisca! We definitely learned a lot from your hard work.
Nah, buat kamu yang tertarik belajar fotografi, berikut ini beberapa sekolah dan kursus fotografi yang ada di Indonesia.
- Darwis Triadi School of Photography
- Jakarta School of Photography
- LaSalle College, Jakarta
- Universitas Trisakti, Jakarta
- Institut Seni Indonesia, Yogyakarta
(sumber foto: Fransisca Angela, Design Sponge)
Kategori
Profesi Terkait
Profesi Terkait Lainnya
gimana? udh wisuda?
Ciri-Ciri Proposal Skripsi yang Baik dan Berkualitas (dan Nggak Bakal Bikin Kamu Dibantai Dosen Penguji)ka mau tanya kalo dari smk keehatan apa bisa ngambil kedokteran hewan?
Mengenal Lebih Dekat Dengan Program Studi Kedokteran HewanKak, ada ga univ yang punya jurusan khusus baking and pastry aja?
5 Program Studi yang Cocok Buat Kamu yang Suka Makanansemangat terusss https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/
5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagussemoga selalu bermanfaat kontennya https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/
5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagus