Chikita Fawzi, Seniman Andal yang Gemar Berbagi Ilmu
- Feb 22, 2016
- Dian Ismarani
She’s a person with many talents and a positive mind! Itulah kesan yang membekas di kepala saya begitu selesai ngobrol dengan Marsha Chikita Fawzi di rumahnya di kawasan Bintaro. Satu hal yang pasti, gadis lulusan Multimedia University Malaysia kelahiran 28 Januari 1989 ini adalah seniman andal di bidang animasi dan musik.
Nggak heran kalau darah seni mengalir di diri Chiki, berhubung ia adalah putri dari musisi legendaris Indonesia (di zaman om-tante kamu, sih, sob), Ikang Fawzi dan mantan aktris Marissa Haque. Chiki sendiri mengaku sangat mengidolakan Om Ikang. “Ayah itu seniman yang family man, sangat bertanggung jawab sama keluarga. Ayah juga sosok yang humble banget!” begitu seru Chiki memulai percakapan.
Aktifitas Chiki sekarang apa aja?
Sekarang ini, aku lagi nggak bekerja tetap di perusahaan tertentu, tetapi punya beberapa aktivitas rutin.
Pertama, aku adalah animator freelance yang menerima pesanan animasi, ilustrasi atau mural. Biasanya untuk perusahaan, instansi pemerintah, atau perorangan.
Kedua, aku sedang sibuk mempersiapkan album musik aku. Persiapan album ini lumayan berat, karena aku sendiri yang mengerjakan mayoritas pembuatannya. Aku juga baru rilis single baru, lho, judulnya Bulan di Telinga.
Ketiga, aku sedang aktif di gerakan kerelawanan Indonesia Mengajar.
Tiga dunia yang berbeda-beda ini bikin hidupku terasa dinamis banget!
Seru banget! Tapi kesibukan utama sekarang ini yang paling menyita waktu Chiki apa?
Pengerjaan album, sih. Berhubung aku orangnya cukup idealis, aku berusaha mengerjakan album ini sesuai mauku dan dengan caraku sendiri. Aku sendiri yang menulis lirik lagu-lagunya, memilih para musisinya, dan melakukan proses produksinya.
Mencari unsur-unsur pelengkap album ini benar-benar bikin aku pontang-panting. Misalnya, aku pengen di salah satu laguku ada musik akordionnya, sementara mencari pemain akordion dengan budget terbatas itu sulit banget. Jadi aku mengerjakan album ini dengan pelan-pelan aja, deh. Oya, di album ini, aku juga menggabungkan dua hal yang aku suka, musik dan gambar. Jadi semua lagu di album ini ada ilustrasinya.
Aku merasa aku harus selalu bermusik, karena bermusik itu bikin kreatifitas aku terjaga. Dan kalau nggak bermusik, aku cuma akan duduk di belakang komputer aja.
Kapan dan bagaimana Chiki sadar bahwa passion kamu adalah profesi yang kamu lakukan sekarang?
Pada dasarnya, profesi aku cuma mengikuti apa yang aku suka dari kecil aja, sih. Sejak kecil, aku suka main musik dan nonton film kartun. Trus, aku jadi mikir bahwa pekerjaan sebagai animator dan musisi itu seru banget, karena animator dan musisi bisa menciptakan dunia sesuai dengan imajinasi mereka sendiri. Contohnya, lewat animasi, aku bisa menggerakkan gambar mati! Kalau dipikir-pikir, seru banget, kan?
Aku bersyukur karena udah menyadari passion aku sejak usia dini. Alhamdulillah, orang tua juga mendukung apapun profesi pilihan aku.
Prospek karir animator di Indonesia?
Cerita sedikit dulu, ya. Dulu, setelah lulus kuliah [di Malaysia], aku kerja di sebuah studio animasi di Malaysia. Kantor ini adalah kantor animasi Upin Ipin, sehingga aku jadi tahu kisah-kisah di balik kesuksesan tayangan Upin Ipin.
Awalnya, Upin Ipin nggak langsung jadi acara animasi yang sukses, lho. Malah sempat beberapa kali ditolak dan nggak direspon investor serta stasiun TV. Tetapi empat orang founder Upin Ipin nggak menyerah. Mereka terus mempromosikan Upin Ipin ke teman-teman lewat media sosial, sampai akhirnya mulai viral. Setelah animasi Upin Ipun cukup banyak mendapat view di Internet, baru, deh, dia dilirik TV 9 (stasiun TV Malaysia yang pertama kali menayangkan Upin Ipin).
Trus, Upin Ipin mulai diperkenalkan ke Indonesia, dan responnya luar biasa. Asal tahu aja, pemasukan kantor animasi Upin Ipin paling banyak dari penjualan merchandise di Indonesia, lho. Fanbase dan surat pembaca juga kebanyakan datang dari Indonesia. Jadi sebetulnya, respon masyarakat Indonesia terhadap animasi, tuh, bagus banget.
Dulu banyak banget turis yang berkunjung ke kantor aku di Malaysia, karena mereka mau main ke “Negeri Upin Ipin”.
Setelah sadar bahwa industri animasi menguntungkan negara, pemerintah Malaysia mulai memberi dukungan dengan mengadakan kompetisi animasi yang berhadiah besar serta memberikan kesempatan kepada anak muda untuk memiliki kantor gratis selama dua tahun pertama. Mahasiswa juga didorong untuk berlomba membuat Intellectual Property atau ikon animasi.
Mungkin kalau Indonesia mau membuat kebijakan yang mendukung para animator startup, prospek karir animator di Indonesia juga bisa berkembang besar.
Satu hal yang perlu digaris bawahi, banyak animator Indonesia ingin meng-copy kesuksesan Upin Ipin. Menurut aku itu salah banget. Untuk menjadi sukses, kita ‘kan harus be the best or be the first. Jadi jangan bikin yang kayak Upin Ipin lagi, lah! Kita harus cari formula baru, konsep baru, dan membuat sebuah karya yang berbeda.
Selain menjadi animator dan musisi, kamu juga mengajar di pulau. Apa, sih, alasan kamu tertarik mengajar, khususnya anak-anak pulau?
Dulu aku punya senior di kampus, orang Indonesia juga, namanya Gatya Pratiniyata. Dia adalah Pengajar Muda di Indonesia. Aku penasaran, kenapa dulu dia mau ninggalin karirnya demi menjadi Pengajar Muda di Halmahera Selatan. Akhirnya aku cari info tentang Indonesia Mengajar, Pengajar Muda dan Kelas Inspirasi. Pas pulang ke Jakarta, aku mendatangi kantor Indonesia Mengajar dan menawarkan diri untuk jadi relawan.
Langsung datang aja gitu ke sana?
Iya! Hehehe… Aku datang, memperkenalkan diri, dan bilang bahwa aku jatuh cinta dengan Indonesia Mengajar dan kepengen jadi bagian dari kegiatan ini.
Ceritain, dong, pengalaman kamu selama mengajar di sana! Apa pengalaman yang paling berkesan?
Wah, pengalamannya seru banget! Lewat program Indonesia Mengajar, aku jadi banyak bertemu dengan anak-anak di daerah dan mengenal karakter mereka selama proses belajar mengajar. Dan yang paling penting, lewat program ini, aku jadi tahu tentang kondisi nyata pendidikan di Indonesia.
Selain anak-anak di pulau, aku juga banyak ketemu teman-teman sesama relawan. Banyak sekali dari mereka yang betul-betul mencintai negeri ini. Mereka adalah kumpulan orang baik yang mau berbuat sesuatu yang nyata buat Indonesia. Aku banyak belajar dari teman-teman relawan di Indonesia Mengajar, khususnya tentang ketulusan.
Apa pelajaran paling berharga yang kamu dapatkan setelah mengajar anak-anak pulau?
Selain ketulusan, aku belajar bahwa pendidikan itu adalah tanggung jawab kita semua, bukan hanya pelaku pendidikan langsung seperti kepala sekolah atau guru.
Pokoknya, tantangan pendidikan itu selalu ada, tetapi kita juga pasti selalu bisa melakukan sesuatu untuk membuat perubahan, sekecil apapun itu.
Boleh share tips untuk mulai mengajar anak-anak pulau?
Situasi setiap tempat mengajar itu pastinya berbeda-beda. Mengajar anak di Kepulauan Seribu, tuh, beda banget dengan mengajar anak-anak di Yogyakarta. Di Yogya, anak-anaknya kalem dan manis-manis, sementara anak-anak pulau lebih keras. Jadi saat ngajar mereka, kamu harus bisa melakukan ice breaking dan grab attention.
Oya, di Indonesia Mengajar, para Pengajar Muda akan di-brief dulu sebelum mereka terjun mengajar di pulau. Mereka diajarkan dasar-dasar mengajar seperti call back, grab attention, dan lain sebagainya. Jadi nggak usah khawatir kalau kamu ingin bergabung, tapi nggak punya background pengajar.
Selain menjadi pengajar di Indonesia Mengajar, kita, para profesional muda, juga bisa berpartisipasi dalam bidang pendidikan Indonesia dengan sharing pengalaman lewat program Kelas Inspirasi. Lewat program ini, kita nggak hanya memperkenalkan profesi kita ke adik-adik yang kita ajar, tetapi juga menanamkan nilai-nilai baik.
Di Kelas Inspirasi, kamu harus selalu kreatif mencari materi belajar yang berkesan, karena kamu cuma punya satu hari untuk membuat para murid semangat belajar dan semangat mengejar mimpi mereka. Selain itu, kamu juga harus belajar cara ngasih tahu mereka, mana hal-hal yang benar dan mana hal-hal yang salah.
Kalau lagi Kelas Inspirasi, aku suka mengajari mereka menggambar dan bawa gitar untuk nyanyi sama-sama.
Selain mengajar, para Pengajar Muda di Kelas Inspirasi juga suka memberikan kontribusi lain, lho, seperti ikut memperbaiki perpustakaan, mempercantik kelas, dan lain sebagainya. Semua itu mereka lakukan secara sukarela.
Waktu kuliah, gimana, sih, profil dan aktifitas kamu secara garis besar?
Aku, tuh, mahasiswa yang doyan kerja. Hahaha! Pas kuliah, aku jarang banget main atau nongkrong. Pulang kuliah biasanya langsung kerja. Begitu terus selama tiga tahun. Dulu aku udah kerja di Baskin and Robin, lho. Intinya, pas kuliah aku udah suka cari duit! Selalu kepengen cepat-cepat lulus trus kerja.
First job Chiki dulu apa? Kenapa memilih pekerjaan itu?
Waktu SMA, aku belajar potong rambut dari YouTube, sampai akhirnya bisa ikut bantu-bantu di Firman Salon di daerah Prapanca, Jakarta. Banyak juga teman-teman SMA yang minta potong rambut sama aku, bayarannya ditraktir makan, hahaha. Di situ aku pertama kali ngerasain enaknya bekerja.
Apa, sih, skill penting yang Chiki pelajari di luar bangku kuliah, namun bermanfaat untuk profesi kamu sekarang?
Ilmu menjemput bola dan ilmu memasarkan diri. Aslinya, tuh, aku tipe orang yang lebih suka sendirian, mojok bikin sesuatu di laptop. Tapi ternyata untuk menjadi entrepreneur, ilmu memasarkan diri itu penting banget.
Cerita, dong, tentang satu contoh kegagalan dalam karier ataupun studi Chiki, dan apa yang bikin kamu kembali bersemangat?
Setelah lulus kuliah dan bekerja beberapa tahun di Malaysia, aku pulang ke Indonesia dan mencoba membuka startup di bidang animasi bernama Monso House, yang menyediakan jasa pembuatan animasi untuk berbagai kepentingan. Sayangnya, aku baru saja menutup Monso House karena sempat “babak belur” selama tiga tahun.
Lewat pengalaman ini, aku jadi belajar bahwa untuk membuat bisnis animasi, yang dibutuhkan bukan hanya kemampuan membuat animasi, tetapi juga kemampuan membangun bisnis. Membangun bisnis ternyata nggak gampang dan aku memang nggak punya kemampuan di situ. Aku masih harus banyak belajar.
Aku broken-hearted banget ketika harus menutup Monso.
Mama kamu ‘kan seorang akademisi, dan kedua orang tua kamu dulunya terjun di dunia hiburan. Apa hal-hal yang kamu pelajari dari dua dunia mereka tersebut?
Pastinya kecintaan akan musik, kesadaran akan pentingnya pendidikan, dan berbagi dengan orang lain. Aku juga belajar bahwa sebagai seniman, kita adalah milik semua orang. Kita harus siap merintis, berkarya, serta siap gagal atau berhasil sampai ke puncaknya. Semua ini aku pelajari dari Ayah dan Ibu.
Thanks, Chikita. Terus menginspirasi, ya!
(Sumber foto: gosulsel.com, citacinta.co.id, kompas.com, Iyank)
Kategori
Profesi Terkait
Profesi Terkait Lainnya
gimana? udh wisuda?
Ciri-Ciri Proposal Skripsi yang Baik dan Berkualitas (dan Nggak Bakal Bikin Kamu Dibantai Dosen Penguji)ka mau tanya kalo dari smk keehatan apa bisa ngambil kedokteran hewan?
Mengenal Lebih Dekat Dengan Program Studi Kedokteran HewanKak, ada ga univ yang punya jurusan khusus baking and pastry aja?
5 Program Studi yang Cocok Buat Kamu yang Suka Makanansemangat terusss https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/
5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagussemoga selalu bermanfaat kontennya https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/
5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagus